Waspada Jebakan Setan di
Musim Lebaran!
Ramadhan, dengan berbagai amalan ketaatan di
dalamnya, telah membentuk pribadi para hamba yang lebih bertakwa dari
sebelumnya. Pada bulan Ramadhan setiap Muslim akan lebih berhati-hati dalam
bertindak, sebisa mungkin tidak melakukan kesalahan agar puasa yang
dilakukannya tak sia-sia kosong tanpa pahala.
Selama Ramadhan pula setiap Muslim seakan
berlomba untuk sebaik-sebaiknya melaksanakan setiap perintah Allah. Mereka
berusaha melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Kesunnahan yang biasanya
ditinggalkan kini dengan enteng mereka lakukan. Mulut yang sebelum Ramadhan
sering lepas kontrol dengan banyaknya mengeluarkan ujaran kebencian, berita
hoaks, cacian dan makian, selama Ramadhan ditahan untuk hanya mengatakan yang
baik-baik saja.
Pun dengan tangan, yang sebelumnya begitu
erat menggenggam hingga susah untuk mengulurkan tangan, selama Ramadhan tetiba
begitu mudahnya terbuka memberikan bantuan pada sesama. Banyak amal ketakwaan
terlaksanakan selama Ramadhan. Banyak insan terwujud bertakwa karena Ramadhan.
Setelah Ramadhan usai datanglah Syawal.
Ditandai dengan sebuah perayaan kemenangan di satu dua hari bulan Syawal, dalam
sebuah momen hari raya. Pada hari-hari ini banyak orang merayakannya dengan berkumpul
bersama dengan banyak keluarga, makan makanan enak, minum minuman segar,
berlibur ke tempat tamasya, dan lain sebagainya.
Pada saat perayaan hari kemenangan inilah
seorang muslim dituntut untuk waspada. Jangan sampai ingar bingar perayaan
nikmat kemenangan justru menjerumuskannya ke dalam jebakan setan yang
menjadikannya kehilangan sikap dan sifat ketakwaan yang sebelumnya sebulan
penuh telah ia bangun.
Bagaimana hal itu terjadi?
Sebagaimana diketahui kaprahnya orang
merayakan hari raya tak lepas dari berbagai macam makanan dan minuman. Kiranya
ini hal yang lumrah dan wajar. Hanya saja mesti bijak dalam menyikapi dan
mengkonsumsinya. Bila tidak maka hari raya yang semestinya menjadi momen atas
sebuah kemenangan yang mesti dipertahankan justru akan menjatuhkan kita kembali
pada titik nol kekalahan. Kemenangan yang dibangun sebulan lamanya harus sirna
dalam sehari perayaannya.
Setelah sebulan penuh kita berpuasa menahan
lapar dan dahaga, bahkan ketika di malam hari yang semestinya diperbolehkan
untuk makan dan minum sepuasnya pun tetap saja kita hanya makan dan minum
sekedarnya, sering kita lihat atau bahkan kita lakukan sendiri satu perilaku di
hari raya di mana seseorang makan dan minum sepuasnya tanpa batas. Orang Jawa
mengatakan kemaruk. Mumpung sudah boleh makan dan minum, mumpung sedang banyak
makanan enak, nafsu makan pun tak dikendalikan.
Perilaku seperti ini menjadi perangkap setan
yang luar biasa ampuh untuk mempurukkan kembali seorang muslim dari
kemenangannya. Setelah sebulan penuh setan dikekang dan tak bisa menggoda umat
manusia, ia berputus asa atas terampuninya semua dosa di bulan Ramadhan. Ia
merasa sia-sia berusaha menjadikan manusia sebagai temannya. Namun di hari
raya, setelah setan kembali dilepas dari kekangannya, ia mendapati pintu masuk
dan jalan yang terbuka lebar untuk kembali menjerumuskan umat manusia. Jalan
dan pintu masuk itu adalah makanan.
Para ulama menjelaskan kepada umat bahwa ada
banyak pintu masuk setan ke dalam diri manusia. Satu di antara pintu-pintu
masuk itu adalah makanan. Syekh Ihsan Jampes misalnya dalam kitab Sirajut
Thalibin menuturkan:
ومن
أبوابه العظيمة الشبع من الطعام وان كان حلالا صافيا لا شبهة فيه. فان الشبع يقوي
الشهوات والشهوات أسلحة الشيطان
Artinya: “Termasuk pintu masuknya setan yang
besar adalah kenyang dari makanan meskipun makanan itu halal dan bersih, tak
ada keraguan syubhat di dalamnya. Karena kenyang dapat menguatkan syahwat dan
syahwat dapat merupakan senjata setan.” (Syekh Ihsan Jampes, Sirajut Thalibin,
Indonesia, Maktabah Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, juz I, hal. 283).
Dengan hanya berbisik “mumpung sudah lebaran,
makanlah sepuasnya” setan dapat menghancurkan kembali bangunan ketakwaan yang
telah didirikan seorang muslim. Kemenangan yang diraih pada hari itu juga
kembali lepas menjadi kekalahan.
Bagaimana bisa? Ketika seseorang dengan
begitu semangat menyantap apa saja yang terhidang di depannya, perutnya kekenyangan.
Di saat perut sarat dengan isi melemahlah semangat untuk beribadah. Di saat
perutnya kenyang ia akan merasa berat dan mengantuk sehingga malas dan lemah
melakukan amalan-amalan kebaikan yang sebelumnya begitu semangat ia lakukan di
bulan Ramadhan. Karena kekenyangan membuatnya tak segera bangkit memenuhi
panggilan azan. Karena kekenyangan ia tak lagi bersemangat melakukan
amalan-amalan sunah yang sebulan sebelumnya rutin ia langgengkan.
Dalam sebuah dialog antara Iblis dengan Nabi
Yahya ‘alaihissalam sempat Iblis menuturkan, “setiap kali engkau kenyang maka
kami akan menjadikanmu merasa berat melakukan shalat dan mengingat Allah.”
Makan berlebihan tak hanya menjadikan
seseorang malas beribadah dan mengingat Allah. Perut yang kenyang, apalagi
kekenyangan, menjadikan pemiliknya menguat syahwatnya. Seorang yang kuat
syahwatnya ia akan dengan mudah dijerumuskan oleh setan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang tak dibenarkan oleh agama.
Maka selepas rampungnya Ramadhan tak jarang
seseorang kembali pada perilaku-perilaku buruk baik berupa tindakan maupun
ucapan. Perilaku merasa benar sendiri, tindakan mengintimidasi, mencaci maki,
mengumbar kalimat kotor, membully, menebar berita hoax, memfitnah dan lain
sebagainya sering kali kembali terulang setelah rampungnya Ramadhan baik di
dunia maya maupun nyata.
Ya, ketakwaaan yang dibangun sebulan penuh,
di hari pertama bulan Syawal yang semestinya makin meningkat kuat dan kokoh
justru menjadi rapuh karena satu hal; makanan dan kekenyangan. Dan bila
terbukanya pintu setan ini tak disadari sejak dini hingga efeknya terus
berlanjut tak terhenti, bukan mustahil bila bangunan takwa selama Ramadhan tak
hanya rapuh tapi pada akhirnya akan roboh.
Dalam keadaan demikian kemenangan beralih ke
tangan setan. Kerja seharinya di awal bulan Syawal berbuah kekalahan umat
manusia bertahun dan berabad lamanya. Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, sebagaimana
dikuti Al-Ghzali dalam Minhajul ‘Abidin, menuturkan; setan telah selesai
bekerja sementara engkau masih sibuk dengan hasil kerjanya. Setan selalu
melihatmu, sementara engkau tak melihatnya. Engkau melupakannya, sementara ia
tak pernah melupakanmu. Dari nafsumu setan memiliki pembantu-pembantu untuk
mengalahkan dirimu.
Selamat berhari raya, semoga ketakwaan terus
terjaga. Mabruk lakum, insya Allah.
Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar