Lima Pendekatan
Dakwah Wali Songo
Wali Songo memiliki
peran yang sangat signifikan dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara, utamanya.
Bagaimana tidak, selama tujuh abad lamanya –sejak abad ke-7 hingga ke-14- Islam
‘tertolak’ di wilayah Jawa. Namun pada saat akhir abad ke-14 atau awal abad
ke-15, hampir semua masyarakat di pesisir pantai utara Jawa sudah memeluk
Islam. Tidak lain itu diyakini sebagai hasil dakwah dari Wali Songo.
Oleh sebab itu, ada
penilaian kalau dakwah Wali Songo adalah dakwah yang paling sukses dan berhasil
karena mampu mengislamkan masyarakat Jawa. Yang tidak kalah menarik, perubahan
masyarakat Jawa, dari agama sebelumnya –Hindu, Budha, Kapitayan, dan lainnya,
menjadi Muslim, hanya berlangsung sekitar 50 tahunan. Lagi-lagi, itu merupakan
hasil dari kecanggihan dan kejeniusan dakwah Wali Songo.
Lantas, bagaimana ada
apa strategi dakwah yang dilakukan Wali Songo sehingga membuahkan hasil yang
gemilang seperti itu? Dalam buku Islam Indonesia, Islam Paripurna: Pergulatan
Islam Pribumi dan Islam Transnasional (Imdadun Rahmat, 2017), setidaknya ada
lima pendekatan dakwah yang digunakan Wali Songo.
Pertama, pendekatan
teologis. Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Ampel adalah yang menggunakan
pendekatan ini. Mereka berdakwah bahkan hingga ke tingkat lapisan masyarakat
paling bawah (waisya dan sudra) saat itu. Masyarakat diajari tentang
nilai-nilai Islam, perbedaan antara pandangan hidup Islam dengan yang lainnya,
dan menanamkan dasar-dasar Islam.
Kedua, pendekatan
ilmiah. Tidak seperti dua sunan sebelumnya, Sunan Giri berdakwah dengan cara
menggunakan pendekatan ilmiah. Ia membangun pesantren, membuat pelatihan dan pengkaderan,
serta menugaskan muridnya untuk berdakwah di suatu tempat.
Tidak hanya itu,
Sunan Giri juga menggunakan permainan sebagai medium untuk berdakwah. Oleh
karena itu, ia menciptakan permainan anak-anak seperti jemblongan, tembang
syair seperti ilir-ilir, padang bulan, dan lainnya. Singkatnya, Sunan Giri
mengembangkan dakwah secara sistematis dan metodologis.
Ketiga, pendekatan
kelembagaan. Tidak semua anggota Wali Songo berdakwah di masyarakat langsung.
Ada juga yang berdawah di pemerintahan. Mereka adalah misalnya Sunan Kudus
dalam Kesultanan Demak Bintoro dan Sunan Gunung Jati di Kesultanan Cirebon.
Mereka ikut serta mendirikan kesultanan dan aktif di dalamnya. Mereka memiliki
pengaruh yang besar di kalangan bangsawan, birokrat, pedagang, dan kalangan
elit lainnya.
Keempat, pendekatan
sosial. Sunan Muria dan Sunan Drajat lebih senang hidup jauh dari keramaian.
Mereka memilih untuk berdakwah pada masyarakat kecil di desa-desa atau
kampung-kampung. Mereka mengajarkan masyarakat kecil untuk meningkatkan
pemahaman keagamaannya. Mereka juga membina masyarakat agar kehidupan sosialnya
meningkat.
Kelima, pendekatan
kultural. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang lebih menonjol
menggunakan pendekatan kultural. Mereka sadar bahwa budaya adalah sesuatu yang
sudah mendarah daging di masyarakat. Jika langsung ditolak, maka masyarakat
akan emoh mengikutinya. Solusinya, keduanya melakukan islamisasi budaya.
Budaya-budaya yang sudah ada dan berkembang disisipi dengan ajaran-ajaran
Islam. Tidak hanya itu, mereka juga menciptakan budaya-budaya baru yang
mengandung nilai-nilai Islam. Diantara produk budaya yang mereka ciptakan dan
masih ada hingga hari ini adalah Gamelan Sekaten (dari kata syahadatain),
Gapura Masjid (berasal dari kata ghofura), baju takwo (dari kata takwa), dan
lain sebagainya.
Disadari atau tidak,
dakwah merupakan kunci utama untuk memperkenalkan Islam kepada mereka yang
tidak atau belum tahu tentangnya. Berhasil atau tidaknya dakwah sangat
dipengaruhi oleh orang yang melakukan dakwah itu sendiri. Sejauh mana ia
memahami ajaran agama Islam. Sejauh mana ia mengenal sasaran dakwahnya
(masyarakat). Dan seberapa lihai ia mentransformasikan ajaran agama Islam
kepada masyarakat sehingga diterima dengan baik.
Melalui lima
pendekatan di atas, Wali Songo terbukti mampu mengislamkan hampir seluruh
masyarakat di pesisir pantai utara Jawa dalam tempo waktu yang cukup singkat.
Diakui atau tidak, itulah dakwah yang sangat gemilang. Dari situ, umat Islam
kini bisa saja mencontoh atau meneladani apa yang telah dikerjakan Wali Songo.
Tentunya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian sebagaimana dengan situasi
dan kondisi masa kini. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar