Kilas Balik 1962 (1):
Menyambut Jenderal Maut
Bagi politisi Partai
NU, KH Zainul Arifin, tahun 1962 merupakan tahun yang penuh dengan dinamika
politik selain momen di mana Indonesia juga menjadi tuan rumah Asian Games ke-4
saat itu. Memasuki tahun kedua sebagai Ketua DPRGR, beberapa agenda kenegaraan harus
dijalaninya diselingi insiden percobaan pembunuhan terhadap Presiden.
Mulai dari menerima
tamu negara wakil presiden Mesir Jenderal Abdul Hamid Amir bulan Januari,
percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno dalam Tragedi Sholat Idul Korban
Berdarah 14 Mei 1962 hingga menghadiri Upacara Asian Games keempat yang
dituanrumahi Indonesia pada Agustus.
Jenderal Wapres
Awal Januari 1962
Wapres Mesir Abdul Hakim Amir mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Di
bandara Kemayoran ketibaan jenderal mantan panglima militer flamboyan ini
disambut langsung oleh Menteri Pertama Ir H Juanda diiringi upacara kehormatan
militer.
Abdul Hakim Amir
merupakan tokoh jenderal yang berperan menggulingkan Raja Farouk lewat kudeta
militer pada 1952, mengakhiri era monarki serta membawa Jenderal Muhammad Najib
dan Kolonel Gamal Abdul Nasser ke puncak pemerintahan Mesir. Atas jasanya ini
Amir kemudian dianugrahi kenaikan pangkat sampai 4 tingkatan agar dapat
ditetapkan sebagai Pangab.
Enam tahun sebelum
kunjungannya ke Indonesia, Amir memimpin pasukan Mesir dalam Perang Suez tahun
1956 melawan pasukan Israel yang dibantu tentara sekutu Inggris-Perancis.
Bersulang dan Pil
Racun
Dari Kemayoran,
wapres Abdul Hakim Amir diantar ke Istana Negara dimana Sukarno sudah menanti
untuk menyambutnya sebagai tamu negara di Istana kepresidenan. Malam harinya
diadakan jamuan kenegaraan dilanjutkan malam kesenian yang dihadiri Ketua DPR
dari NU KH Zainul Arifin.
Dalam sambutannya
ketika jamuan kenegaraan berlangsung, Presiden Sukarno mengajak seluruh hadirin
untuk bersulang guna menghormati tamu negara.
Menarik untuk
disimak, lima tahun sesudah kunjungannya ke Jakarta itu Jenderal Abdul Hakim
Amir mengomandani Perang Enam Hari pada 1967 melawan Israel yang berakhir
dengan kekalahan di fihak pasukan Mesir. Celakanya, militer Mesir menimpakan
kekalahan sebagai kesalahan Amir.
Hal ini membuat Amir
depresi. Puncaknya adalah ketika Abdul Hakim Amir dan puluhan jenderal militer
dan dua menteri dituduh berencana makar terhadap pemerintahan Nasser membuat
mereka ditangkap serta dikenakan tahanan rumah. Amir kemudian menelan banyak
pil racun beberapa saat sebelum para petinggi militer mendatangi rumahnya untuk
menyeretnya ke pengadilan.
Versi lain sejarah
Mesir mengungkap para petinggi militer itu memberi Amir dua pilihan: diseret ke
pengadilan dan divonis hukuman mati atau membunuh dirinya sendiri dengan
meminum pil racun. Abdul Hakim Amir memilih yang kedua. Dia meninggal dalam
usia 48 tahun dan dikuburkan di desa kelahirannya di Astal, Mesir. []
Ario Helmy, penulis
buku "KH Zainul Arifin Pohan, Panglima Santri: Ikhlas Membangun
Negeri" (2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar