Tujuh Orang Perempuan yang
Berhak Menerima Warisan
Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi dalam kitab
Matnur Rahabiyyah menuturkan ada 7 (tujuh) orang dari golongan perempuan yang
berhak menerima warisan. Ketujuh orang tersebut beliau susun dalam tiga bait:
والوارثات
من النساء سبع ... لم يعط أنثى غير هن الشرع
بنت
وبنت إبن وأم مشفقه ... وزوجة وجدة ومعتقه
والأ
خت من اي الجهات كانت ... فهذه عدتهن بانت
Dari ketiga bait di atas dapat disimpulkan
ketujuh orang perempuan yang berhak menerima harta warisan adalah:
1. Anak perempuan (bintun)
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki (bintul
ibni)
3. Ibu (ummun)
4. Istri (zawjatun)
5. Nenek (jaddatun)
6. Saudara perempuan (ukhtun) dari arah mana
saja
7. Orang perempuan yang memerdekakan budak
(mu’tiqun)
(Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur
Rahabiyyah dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah, [Semarang: Toha Putra, tanpa tahun],
hal. 13-14
Sedangkan Imam Nawawi dalam kitabnya
Raudlatut Thâlibîn menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang dari pihak perempuan yang
berhak menerima warisan. Meski demikian perbedaan kedua ulama di atas tidaklah
menjadi masalah karena Imam Nawawi hanya memerinci beberapa pihak yang disebut
Syekh Rahabi secara global.
وَالنِّسَاءُ
الْوَارِثَاتُ عَشْرٌ: الْبِنْتُ، وَبِنْتُ الِابْنِ وَإِنْ سَفَلَ، وَالْأُمُّ،
وَالْجَدَّةُ لِلْأَبِ، وَالْجَدَّةُ لِلْأُمِّ - وَإِنْ عَلَتَا - وَالْأُخْتُ
لِلْأَبَوَيْنِ، وَالْأُخْتُ لِلْأَبِ، وَالْأُخْتُ لِلْأُمِّ، وَالزَّوْجَةُ،
وَالْمُعْتِقَةُ
Artinya: “Orang-orang perempuan yang berhak
menerima warisan ada sepuluh: anak perempuan, cucu perempuan dari anak
laki-laki terus ke bawah, ibu, nenek dari bapak dan nenek dari ibu terus ke
atas, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan
seibu, istri, dan perempuan yang memerdekakan budak.” (Yahya bin Syaraf
An-Nawawi, Raudlatut Thâlibîn, [Beirut: Al-Maktab Al-Islami, 1991], juz VI,
hal. 4)
Perlu dipahami bahwa semua ahli waris
perempuan tersebut adalah orang-orang yang berhubungan dengan si mayit. Semisal
seorang meninggal dunia dengan ahli waris seorang anak perempuan, seorang ibu,
dan seorang saudara perempuan. Maka itu artinya anak perempuan tersebut adalah
anak perempuannya si mayit, ibu adalah ibunya si mayit, dan saudara perempuan
adalah saudara perempuannya si mayit.
Untuk lebih jelasnya ketujuh ahli waris dari
kelompok perempuan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Yang dimaksud anak perempuan adalah anak
perempuan kandungnya si mayit. Bukan anak perempuan tiri atau anak perempuan
angkatnya si mayit.
2. Yang dimaksud cucu perempuan dari anak
laki-laki adalah cucu perempuan kandung dari anak laki-laki kandungnya si
mayit. Ini berlaku juga bagi generasi berikutnya seperti buyut, canggah dan
seterusnya.
3. Yang dimaksud ibu adalah ibu kandungnya si
mayit, bukan ibu tiri atau ibu angkat.
4. Yang dimaksud istri adalah istrinya si
mayit yang memiliki hubungan perkawinan yang sah menurut agama, baik berjumlah
satu atau lebih.
5. Yang dimaksud nenek adalah nenek
kandungnya si mayit, baik dari bapak maupun dari ibunya si mayit. Ini berlaku
juga pada jenjang ke atas berikutnya seperti buyut, canggah dan seterusnya.
6. Yang dimaksud saudara perempuan adalah
adik atau kakak perempuannya si mayit baik sekandung, sebapak, atau seibu.
7. Yang dimaksud mu’tiqatun adalah seorang
perempuan yang memerdekakan budak yang dimilikinya. Ketika si budak yang
dimerdekakan tersebut meninggal maka perempuan yang memerdekakan tersebut bisa
menerima harta warisan peninggalan si budak.
Untuk lebih menegaskan, bahwa semua ahli
waris di atas selain istri dan mu’tiqatun adalah ahli waris kandung atau yang
memiliki garis nasab dengan si mayit dengan berdasar pada sebuah ikatan
perkawinan yang sah menurut agama. Hubungan keluarga karena angkat atau tiri dan
hubungan keluarga yang bukan berdasar pada ikatan perkawinan yang sah menurut
agama tidak berhak menerima harta waris. Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar