Senin, 17 Juni 2019

(Ngaji of the Day) Hukum Membeli Produk Luar Negeri Dibanding Produk Lokal


Hukum Membeli Produk Luar Negeri Dibanding Produk Lokal

Pertanyaan:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang kami hormati. Sampai detik ini masih banyak anak-anak negeri ini lebih suka memakai barang-barang impor. Biasanya kalau ada jenis barang sama di mana yang satu adalah produk lokal sedang yang lainnya adalah barang impor, orang-orang kita cenderung memilih untuk membeli barang impor. Padahal secara kualitas tidak jauh beda bahkan mutu barang lokal itu kadang lebih bagus. Pertanyaan yang ingin kami ajukan adalah bagaimana hukumnya lebih memilih barang impor ketimbang memilih untuk membeli barang lokal padahal secara kualitas adalah sama dan harganya tidak jauh berbeda? Atas penjelasanya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Andrew – Jakarta

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Fenomena produk impor dari luar negeri yang terus membanjiri negeri kita adalah hal yang bisa mengandung nilai positif dan negatif. Hadirnya produk-produk tersebut menyebabkan konsumen dalam negeri memiliki banyak pilihan yang beragam.

Aktivitas jual-beli adalah termasuk dalam kategori mu’amalah. Sedang pada dasarnya hukum bermuamalah adalah boleh sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya. Tidak ada nash yang secara tegas melarang seorang Muslim untuk membeli barang impor. Karena itu harus dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu kebolehan untuk membeli barang impor sepanjang barang yang dibeli tersebut bukan termasuk barang yang diharamkan dalam pandangan Islam.

Namun persoalannya ternyata tidak sesederhana itu karena kecenderungan konsumen dalam negeri untuk lebih memlih produk impor ternayata disadari atau turut serta menghambat kemajuan perekenomian masyarakat dalam negeri itu sendiri.

Sebab, sejatinya apabila konsumen dalam negeri lebih senang membeli barang-barang impor maka yang akan memetik manfaat terbesar adalah produsen barang di luar negeri. Uang kita akan mengalir ke luar tanpa ada manfaat ekonomi ke dalam.

Hal Ini tentu menjadi problem tersendiri karena sikap lebih senang membeli barang impor malah menguntungkan pihak luar (i’anah ‘alal ghair) dan merugikan pihak dalam negeri secara ekonomi.

Dengan demikian kebiasaan untuk membeli barang impor daripada barang buatan dalam negeri padahal ada barang buatan dalam negeri yang sama-sama berkualitas merupakan kebiasaan yang sudah sepatutnya untuk dihindari. Sebab, kebiasaan tersebut malah menguntung pihak luar dan merugikan bangsa sendiri.

وَمِنْ هَذِهِ الْعَادَاتِ وُلُوعُ النَّاسِ بِالشِّرَاءِ مِنَ الْأَجْنَبِيِّ يُفَضِّلُونَ عَلَى أَبْنَاءِ الْوَطَنِ

Artinya, “Dari salah satu kebiasaan (yang tidak baik) ini adalah orang lebih suka membeli (produk, pent) orang asing ketimbang produk anak negeri,” (Lihat Ali Mahfudl, Al-Ibda’ fi Madharil Ibtida’, [Riyadl, Maktabah Ar-Rusyd: 1421 H/2000 M], cet pertama,  halaman 354).

Berpijak dari sini maka sudah sepatutnya bagi kita untuk mencintai produk buatan dalam negeri. Karena dengan mencintainya, maka sama dengan membantu memperkuat ekonomi sesama anak bangsa. Lain halnya jika kita lebih cenderung memilih produk impor.

Jika penjelasan singkat ini ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, maka jawaban atas pertanyaan tersebut adalah boleh membeli barang impor, tetapi kendati pun boleh tetapi sebaiknya dihindari jika memang masih ada produk dalam negeri karena berpotensi merugikan produsen dalam negeri sendiri.

Dengan kata lain, jika ada dua produk yang sama kualitas dan dengan harga yang tak jauh berbeda, di mana yang satu adalah produk impor sedang yang lainnya adalah produk dalam negeri, maka hukum membeli produk impor dalam konteks ini adalah makruh. Alasannya sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas.

Untuk meningkatkan daya saing di antara gempuran produk-produk dari luar, para produsen lokal harus selalu membuat langkah-langkah terobosan dan inovatif sehingga membuat masyarakat lebih tertarik untuk melirik produk lokal. Sudah sepatutnya kita semua mendukung gerakan mencintai produk dalam negeri.

Hal penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa status hukum makruh tersebut mesti dibaca dalam konteks ketika barang yang kita perlukan tidak bisa dipenuhi oleh produk lokal, tetapi harus didatangkan dari luar.

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar