Kisah Pemabuk Ditinggikan Derajatnya Berkah
Shalawat
Membaca shalawat memiliki keutamaan yang
tidak diragukan lagi. Banyak kisah menakjubkan yang dialami oleh ahli shalawat.
Nabi menjelaskan bahwa bacaan shalawat yang dibacakan oleh umatnya akan dibalas
sepuluh kali lipat. Sebagian ulama bahkan menegaskan shalawat dapat menuntun
seseorang menempuh jalan suluk. Shalawat sebagaimana ayat suci Al-Qur’an
bernilai pahala dengan membacanya, meski tidak mengerti kandungan artinya,
berbeda dengan dzikir-dzikir yang lain.
Ada satu kisah menarik berkaitan dengan keutamaan
membaca shalawat. Kisah ini disampaikan oleh Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani
dalam kitabnya Tanqih al-Qaul. Syekh Nawawi mengutip cerita ini dari sebagian
kaum sufi.
Diceritakan bahwa salah seorang tokoh sufi
memiliki tetangga yang pemabuk. Kegemarannya menenggak minuman keras
berada dalam taraf di luar kewajaran, melebihi batas, hingga ia tidak bisa
membedakan hari, sekarang, besok atau kemarin. Ia hanyut dalam minuman keras.
Pemabuk ini berulang kali diberi nasihat oleh sang sufi agar bertobat, namun ia
tidak menerimanya, ia masih tetap dengan kebiasaan mabuknya.
Yang menakjubkan adalah saat pemabuk tersebut
meninggal dunia, dijumpainya oleh sang sufi dalam sebuah mimpi, ia berada dalam
derajat yang luar biasa mulia, ia memakai perhiasan berwarna hijau, lambang
kebesaran dan kemegahan di surga.
Sang sufi terheran-heran, ada apa gerangan?
Mengapa tetangganya yang seorang pemabuk mendapat kedudukan semulia itu. Sang
sufi bertanya:
بِمَا
نِلْتَ هَذِهِ الْمَرْتَبَةَ الْعَلِيَّةَ
Artinya: “Dengan sebab apa engkau memperoleh
derajat yang mulia ini?”
Kemudian pemabuk menjelaskan ihwal kenikmatan
yang dirasakannya:
حَضَرْتُ
يَوْمًا مَجْلِسَ الذِّكْرِ فَسَمِعْتُ الْعَالِمَ يَقُوْلُ مَنْ صَلَّى عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ وَجَبَتْ لَهُ
الْجَنَّةُ ثُمَّ رَفَعَ الْعَالِمُ صَوْتَهُ بِالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَفَعْتُ صَوْتِيْ وَرَفَعَ الْقَوْمُ
أَصْوَاتَهُمْ فَغَفَرَ لَنَا جَمِيْعًا فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ فَكَانَ نَصِيْبِيْ
مِنَ الْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ أَنْ جَادَ عَلَيَّ بِهَذِهِ النِّعْمَةِ.
Artinya: “Aku suatu hari menghadiri majelis
dzikir, lalu aku mendengar orang alim berkata, barangsiapa bershalawat kepada
Nabi dan mengeraskan suaranya, surga wajib baginya. Lalu orang alim tadi
mengeraskan suaranya dengan bershalawat kepada Nabi, aku dan jamaah juga
menegeraskan suara seperti yang dilakukan orang alim itu. Kemudian Allah
mengampuni kita semuanya pada hari itu, maka jatahku dari ampunan dan kasih
sayang-Nya adalah Allah menganugerahkan kepadaku nikmat ini.”
Demikian keagungan dan kehebatan membaca
shalawat, hingga dirasakan manfaatnya oleh seorang pemabuk. Kisah tersebut
terang saja bukan hendak membenarkan praktik mabuk-mabukan yang memang
diharamkan dalam Islam. Cerita itu sekadar merefleksikan keistimewaan shalawat
yang bisa mengantarkan seseorang pada samudera kasih sayang dan pengampunan
Allah ﷻ. Semoga kita senantiasa diberikan pertolongan oleh Allah untuk
istiqamah membaca shalawat dan diakui sebagai umat baginda Nabi ﷺ. []
(M. Mubasysyarum Bih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar