Cerita Umar bin
Khattab Menghadapi Wabah Kolera
Suatu ketika Khalifah
Umar bin Khattab hendak berkunjung ke wilayah Syam –kini Suriah- yang baru saja
jatuh ke tangan umat Islam. Namun ketika sang khalifah dan rombongan tiba di
daerah Syargh, ada kabar kalau masyarakat Syam tengah menderita penyakit
kolera. Mendengar informasi tersebut, Khalifah Umar bin Khattab tidak langsung
melanjutkan perjanalannya ke Syam. Begitu juga tidak langsung membatalkannya.
Hal pertama yang
dilakukan Khalifah Umar bin Khattab adalah menggelar musyawarah. Iya, mulanya
Khalifah Umar bin Khattab meminta kaum Muhajirin angkatan pertama untuk
menghadapnya guna menyelesaikan persoalan wabah kolera tersebut. Apakah tetap
melanjutkan perjalanan ke Syam meski ada wabah kolera atau membatalkannya dan
kembali ke Madinah?
Sebagian kaum
Muhajirin berpendapat kalau Khalifah Umar bin Khattab dan rombongan hendaknya
meneruskan perjalanan. Alasannya, Khalifah Umar bin Khattab ketika memutuskan
untuk Syam tentunya dengan tujuan tertentu. Oleh karenanya, tidak patut kalau
seandainya mengalihkan arah perjalanannya.
Sementara sebagian
kaum Muhajirin yang lain mengatakan, sebaiknya Khalifah Umar bin Khattab dan
rombongan yang terdiri dari para sahabat Rasulullah membatalkan perjalanannya.
Mereka melarang Khalifah Umar dan para rombongan untuk memasuki wilayah yang
tengah terkena wabah penyakit.
Khalifah Umar bin
Khattab juga meminta pendapat dari kaum Anshar. Sama seperti kaum Muhajirin
sebelumnya, sebagian kaum Anshar juga berpendapat bahwa sang khalifah harus
tetap melanjutkan perjalanan. Sebagian lainnya mengusulkan agar sang khalifah
membatalkannya.
Tidak cukup sampai di
situ, Khalifah Umar kemudian menggelar musyawarah untuk ketiga kalinya guna
membahas perjalanannya ke wilayah yang terkena wabah penyakit tersebut. Apakah
dilanjutkan atau dibatalkan. Pada musyawarah yang ketiga ini, Khalifah Umar
mengundang para sesepuh Quraisy yang berhijrah pada saat Fathu Makkah untuk
dimintai pendapat.
“Menurut kami, engkau
beserta orang-orang yang bersamamu sebaiknya kembali ke Madinah dan janganlah
engkau bawa mereka ke tempat yang terjangkit penyakit itu,” kata sejumlah sesepuh
Quraisy, sebagaimana dikutip dari buku Pesona Akhlak Nabi (Ahmad Rofi’ Usmani,
2015).
Segera setelah
mendapat masukan dari para sesepuh Quraisy, Khalifah Umar mengumumkan untuk
membatalkan agenda kunjungannya ke Syam. Ia dan rombongannya akan kembali ke
Madinah.
Keputusan Khalifah
Umar tersebut tidak serta merta diterima begitu saja. Ada seorang yang
mempertanyakan keputusannya itu. Dia lah Abu Ubaidah bin Jarrah, seorang
panglima kaum Muslim saat itu.
“Apakah engkau
melarikan diri dari ketentuan Allah?” tanya Abu Ubaidah bin Jarrah kepada
Khalifah Umar.
Khalifah Umar
menjawab, memang dirinya dan rombongannya melarikan diri dari ketentuan Allah
namun untuk menuju ketentuan-Nya yang lain. Khalifah Umar lantas memberikan
ibarat tentang ketentuan Allah kepada Abu Ubaidah bin Jarrah; seandainya
engkau memiliki sejumlah unta. Kemudian ada dua tempat untuk menggembala unta.
Yang satu hijau penuh tumbuh-tumbuhan dan yang satunya kering kerontang.
“Jika engkau
menggembalakan unta-untamu di tempat yang hijau, menurutmu bukankah itu karena
ketentuan Allah? Demikian halnya jika engkau menggembalakannya di tempat yang
kering kerontang,” tanya balik Khalifah Umar.
Mendengar penjelasan
Khalifah Umar, Abu Ubaidah bin Jarrah akhirnya memahami dan membetulkan
keputusan Umar untuk kembali ke Madinah.
Khalifah Umar semakin
mantap untuk kembali ke Madinah setelah menerima informasi dari Abdurrahman bin
Auf bahwa suatu ketika Rasulullah melarang seseorang untuk memasuki suatu
wilayah yang kena wabah penyakit. Begitu pun masyarakat yang tengah terjangkit
wabah di suatu wilayah juga dilarang keluar dari wilayahnya tersebut. Tidak
lain itu adalah cara untuk ‘mengisolasi’ wabah penyakit agar tidak merembet ke
tempat lain. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar