Tentang
Silaturahim saat Lebaran
Silaturahim merupakan
salah satu agenda utama di momen Idul Fitri atau Lebaran untuk berkunjung ke
keluarga, sanak saudara, tetangga, dan masyarakat dalam tradisi Muslim di
Indonesia. Bahkan untuk tujuan menyambung tali kasih ini, masyarakat
berbondong-bondong pulang kampung atau mudik setiap tahunnya.
Selain agenda utama,
silaturrahim secara syariat juga merupakan amalan utama karena mampu
menyambungkan apa-apa yang tadinya putus dalam relasi hablum minannas. Belum
lagi keutamaan dari amalan ini yang di antaranya dapat memperpanjang umur serta
melapangkan rezeki.
Terkait substansi
silaturrahim ini, Muhammad Quraish Shihab dalam buku karyanya Membumikan
Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan, 1999: 317)
mengungkapkan Sabda Nabi Muhammad.
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam bersabda: Laysa al-muwwashil bil mukafi’ wa lakin al-muwwashil
‘an tashil man qatha’ak. (Hadits Riwayat Bukhari)
Artinya: “Bukanlah
bersilaturrahim orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang
bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang putus.” (HR Bukhari)
Dari Sabda Nabi
Muhammad tersebut, jelas termaktub bahwa silaturahim menyambung apa yang telah
putus dalam hubungan hablum minannas. Manusia tidak terlepas dari dosa maupun
kesalahan sehingga menyebabkan putusnya hubungan. Di titik inilah silaturrahim
mempunyai peran penting dalam menyambung kembali apa-apa yang telah putus
tersebut.
Lebaran merupakan
momen yang paling tepat jika di hari-hari lain belum mampu menyambungkan apa
yang telah putus. Energi kembali ke fithrah turut mendorong manusia untuk
berlomba-lomba mengembalikan jiwanya pada kesucian. Idul Fitri-lah yang mampu
melakukannya.
Meskipun disadari,
silaturahim sesungguhnya tidak terbatas dilakukan ketika Idul Fitri tiba.
Manusia tidak mungkin harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk meyambungkan
apa yang telah putus.
Hal ini didasarkan
bahwa batas umur manusia tidak ada yang tahu. Tentu manusia akan merugi ketika
nyawa tidak lagi dikandung badan namun masih menyimpan salah dan dosa kepada
orang lain. Namun, esensi kembali pada kesucian pada momen Idul Fitri menuntut
umat Islam mempererat kembali tali silaturahim. Idul Fitri merupakan kesempatan
yang baik dan tepat.
Dalam buku yang sama,
Quraish Shihab menjelaskan arti silaturahim ditinjau dari sisi bahasa. Silaturrahim
adalah kata majemuk yang terambil dari kat bahasa Arab, shilat dan rahim. Kata
shilat berakar dari kata washl yang berarti menyambung dan menghimpun. Ini
berarti hanya yang putus dan terserak yang dituju oleh kata shilat itu.
Sedangkan kata rahim
pada mulanya berarti kasih sayang, kemudian berkembang sehingga berarti pula
peranakan (kandungan). Arti ini mengandung makna bahwa karena anak yang
dikandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang.
Salah satu bukti yang
paling konkret tentang silaturahim yang berintikan rasa rahmat dan kasih sayang
itu adalah pemberian yang tulus. Sebab itu, kata shilat juga diartikan dengan
pemberian atau hadiah. Wallahu ‘alam bisshawab. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar