Kewajiban Membaca Shalawat
Nabi bagi Tiap Mukmin
Di berbagai majelis-majelis ta’lim seringkali
pembacaan shalawat Nabi menjadi salah satu bagian dari rangkaian acaranya. Tak
sedikit pula para guru yang sangat menganjurkan kepada para murid dan santrinya
untuk memperbanyak bacaan shalawat kepada Rasulullah Muhammad shallallâhu
‘alaihi wa sallam.
Hal ini tentunya mengundang bebagai
pertanyaan, salah satunya tentang apa status hukum membaca shalawat kepada
Nabi. Bila bershalawat merupakan salah satu kewajiban seorang mukmin, kapan
kewajiban bershalawat itu mesti dilakukan?
Allah berfirman di dalam Surat Al-Ahzab ayat
56:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya selalu membaca shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan sebenar-benarnya
salam.”
Berangkat dari ayat ini para ulama sepakat
bahwa hukum membaca shalawat kepada Nabi Muhammad adalah wajib bagi setiap
orang mukmin. Pun demikian dengan hukum bersalam kepada beliau.
Ibnu Abdil Barr sebagaimana dikutip oleh
Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani menuturkan:
أجمع
العلماء على أن الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم فرض على كل مؤمن بقوله تعالى
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Para ulama telah sepakat bahwa
bershalawat kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah wajib bagi setiap
orang mukmin berdasarkan firman Allah: wahai orang-orang yang beriman
bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan sebenar-benarnya salam.”
(Yusuf bin Ismail An-Nabhani, Afdlalus Shalawât ‘alâ Sayyidis Sâdât, Jakarta,
Darul Kutub Islamiyah, 2004, hal. 12)
Meski demikian para ulama berbeda pendapat
tentang kapan waktu kewajiban membaca shalawat tersebut. Imam Qurtubi meyatakan
bahwa tidak ada perbedaan pendapat di dalam kewajiban membaca shalawat sekali
seumur hidup. Membaca shalawat juga wajib dilakukan dalam setiap waktu dengan
kewajiban layaknya sunnah muakkadah.
Ibnu Athiyah menyampaikan bahwa bershalawat
kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam setiap keadaan adalah
suatu kewajiban sebagaimana wajibnya sunnah-sunnah muakkadah tidak meninggalkan
dan melalaikannya kecuali orang-orang yang tak memiliki kebaikan.
Adapun bagi Imam Syafi’i membaca shalawat
kepada Nabi adalah suatu kewajiban yang mesti dilakukan dalam setiap kali
shalat, yakni pada waktu duduk tasyahud akhir. Dalam mazhabnya ini menjadi
salah satu rukun qauli yang meningalkannya berakibat pada tidak sahnya shalat
yang dilakukan.
Sebagian ulama mazhab Maliki sependapat
dengan apa yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i. Sementara sebagian lainnya
berpendapat bahwa wajib memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi tanpa
menentukan bilangannya.
Sementara Imam Thahawi menyebutkan bahwa
membaca shalawat wajib dilakukan manakala seseorang mendengar nama Nabi
Muhammad disebutkan oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri.
Apa yang disampaikan Imam Thahawi ini
barangkali berdasarkan satu hadis riwayat Abu Hurairah yang menuturkan:
رَغِمَ
أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Artinya: “Jelek sekali, orang yang namaku
disebut di sisinya namun ia tidak membaca shalawat kepadaku.” (Muhammad Abdur
Rauf Al-Munawi, Faidlul Qadîr, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2012, jil. IV,
hal. 45)
Terlepas dari berbeda-bedanya para ulama
tentang kapan kewajiban membaca shalawat kepada Nabi sebagaimana di atas
cukuplah bagi kita sebagai umat beliau bahwa bershalawat merupakan suatu
kewajiban. Dan pembacaan shalawat yang kita lakukan semestinya bukan hanya
menggugurkan kewajiban belaka, namun lebih dari itu sebagai penghormatan dan
pengagungan kita kepada beliau. Itulah maksud yang sesungguhnya disyariatkannya
bershalawat. Bila Allah dan para malaikat-Nya saja mengagungkan Baginda Rasulullah
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan bershalawat, maka tentu sebagai
umatnya lebih seharusnya mengagungkan beliau dengan bershalawat: Allâhumma
shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad.
Wallâhu a’lam. []
(Yazid Muttaqin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar