12 Adab Bertetangga Menurut
Imam Al-Ghazali
Tetangga adalah orang yang paling dekat
rumahnya dengan kita. Dalam Islam, tetangga memiliki hak-hak tertentu
sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, seperti hak untuk mendapatkan rasa aman dari gangguan dan sebagainya.
Selain itu, ada sejumlah adab bagi tetangga sebagaimana disebutkan Imam Al-Ghazali
dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Dîn dalam Majmû'ah Rasâil al-Imam
al-Ghazâli (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 444), sebagai
berikut:
آداب
الجار: ابتداؤه بالسلام، ولا يطيل معه الكلام، ولا يكثر عليه السؤال، ويعوده في
مرضه، ويعزيه في مصيبته، ويهنيه في فرحه، ويتلطف لولده و عبده في الكلام، ويصفح عن
زلته، ومعاتبته برفق عند هفوته، ويغض عن حرمته، ويعينه عند صرخته، ولا يديم النظر
إلى خادمته
Artinya: "Adab bertetangga, yakni
mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya,
menjenguk yang sakit, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut
bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga
dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat
kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan
ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.”
Dari kutipan di atas, dapat diuraikan kedua
belas adab bertetangga sebagai berikut:
Pertama, mendahului menyampaikan salam.
Orang-orang yang bertetangga dianjurkan saling menyapa ketika bertemu dengan
mengucapkan salam. Tentu saja pihak yang mendahului mengucapkan salam secara
akhlak lebih baik dan karenanya mendapatkan kebaikan yang lebih banyak.
Kedua, tidak lama-lama berbicara. Hidup
bertetangga tidak bisa lepas dari berbicara satu sama lain. Namun pembicaraan
itu sebaiknya tidak kelewat lama. Hal ini demi kebaikan seperti menghindari
ghibah atau menggunjing pihak lain yang bisa menimbulkan fitnah dan sebagainya.
Ketiga, tidak banyak bertanya. Mengajukan
pertanyaan seperti, “Mau kemana?” merupakan salah satu cara menyapa yang sudah
umum. Jika pertanyaan tersebut dijawab, ” Mau ke pasar”, maka tidak harus
diajukan lagi pertanyaan yang lebih detail seperti, “Mau beli apa?”, sebab hal
ini bisa berarti terlalu ingin mengetahui urusan orang lain. Cukuplah diikuti
dengan ungkapan, ”Silakan” atau dalam bahasa Jawa, “Monggo,
nderekaken.”
Keempat, menjenguk yang sakit. Ketika
tetangga ada yang sakit, ia berhak dikunjungi. Artinya, tetangga yang tidak
sakit berkewajiban mengunjunginya tanpa memandang status sosial pihak yang
sakit. Bertetangga pada dasarnya adalah berteman sehingga kesetaraan di antara
mereka harus dijaga dengan baik.
Kelima, berbela sungkawa kepada yang tertimpa
musibah. Seorang tetangga juga berhak dikunjungi ketika sedang tertimpa musibah
terutama kematian anggota keluarganya. Hal yang sebaiknya dilakukan dalam
kujungan takziah adalah ikut berbela sungkawa dengan menunjukkan rasa duka dan
mendoakan kebaikan terutama bagi si mayit dan keluarga yang ditinggalkan.
Keenam, ikut bergembira atas kegembiraannya.
Tidak sebaiknya seseorang merasa tidak senang atas keberhasilan tetangganya
disebabkan iri. Hal yang justru dianjurkan adalah saling mengucapkan selamat
atas keberhasilan sesama tangga. Dengan cara ini perasaan iri atas keberhasilan
tetangga bisa dihindarkan dan pertemanan sesama tentangga dapat terjaga.
Ketujuh, berbicara dengan lembut kepada anak
tetangga dan pembantunya. Anak-anak tetangga dan pembantunya merupakan kelompok
orang-orang lemah secara sosial sehingga harus dibesarkan hatinya. Salah satu
caranya adalah dengan menghindari cara bicara yang bisa membuat mereka merasa
takut.
Kedelapan, memaafkan kesalahan ucap.
Memberikan maaf kepada tetangga yang terselip lidah sangat dianjurkan sebab
bisa jadi suatu ketika seseorang juga berbuat hal yang sama. Dengan kata lain
saling memaafkan di antara orang-orang yang bertetangga sangat
dianjurkan.
Kesembilan, menegur secara halus ketika
berbuat kesalahan. Menegur tetangga yang berbuat salah adalah baik terutama
jika kesalahan itu menyangkut kepentingan orang banyak. Namun demikian teguran
itu harus dilakukan dengan cara yang baik sehingga diterima dengan baik.
.
Kesepuluh, menundukkan mata dari memandang
istrinya. Memandang istri orang lain, terutama tetangga, harus dengan pandangan
yang minimalis, yakni misalnya dengan menundukkan kepala. Hal ini untuk
menghindari fitnah, atau timbulnya godaan-godaan yang bersumber dari
setan.
Kesebelas, memberikan pertolongan ketika
diperlukan. Jika terjadi apa-apa pada seseorang seperti sakit, tertimpa
musibah, dan sebagainya, tetanggalah yang lebih dulu mengatahui. Oleh karena
itu, menjadi penting memberikan pertolongan segera atas kesulitan yang dialami
tetangga.
Kedua belas, tidak terus menerus memandang
pembantu perempuannya. Banyak hal negatif bermula dari pandangan mata. Maka
penting untuk meminimalisir pandangan terhadap pembantu perempuan. Posisinya
yang lemah rentan terhadap kekerasan oleh orang-orang di sekitarnya.
Demikianlah kedua belas adab bertetangga
sebagaimana nasihat Imam Al-Ghazali. Jika disarikan, maka kedua belas adab
tersebut pada intinya menekankan bahwa hidup bertetangga harus saling
menghargai, tolong-menolong dan menjaga keharmonisan. Namun demikian diperlukan
sikap hati-hati dalam berinteraksi dengan lawan jenis agar terhindar dari
fitnah. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar