KHUTBAH JUMAT
Mengenang Dakwah Nabi Musa pada Muharram
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ نَبِيَّهُ مُوْسَى كَلِيْمًا، أَشْهَدُ
أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ مَنِ اتَّقَى
وَعَصَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُجْتَبَى
الْمُصْطَفَى، اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ
الْوَرَى، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُ الصِّدْقِ
وَالْوَفَاءِ.
أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
قال
الله تعالى فى كتابه الكريم، وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ
صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
Hadirin jamaah Jumat hafidhakumullah,
Sebagaimana riwayat yang sudah masyhur di
kalangan umat Islam, pada saat masa awal Rasulullah hijrah ke Madinah, Nabi
Muhammad ﷺ melihat orang-orang
Yahudi tengah melaksanakan puasa Asyura’. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas:
قَدِمَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ
Pada saat Nabi ﷺ datang ke
Madinah
فَرَأَى
اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ،
“Kemudian Nabi melihat orang Yahudi sedang
menunaikan puasa hari Asyura’.”
فَقَالَ:
مَا هَذَا؟
“Nabi lalu bertanya, ‘Sedang puasa apa ini?’”
قَالُوا:
هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ
عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى،
“Orang-orang di sekitar Nabi itu pun
menjawab, ‘Hari ini adalah hari baik. Yaitu hari di mana Allah menyelamatkan
Bari Israil dari musuh mereka (Fir’aun dan bala tentaranya). Dengan begitu Nabi
Musa berpuasa atas hari itu’.”
قَالَ:
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ
“Kata Nabi, ‘Kalau begitu, saya sebenarnya
lebih berhak meniru Nabi Musa daripada kalian semua’.”
فَصَامَهُ،
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Mulai saat itu, Nabi berpuasa dan beliau
menyuruh orang-orang melaksanakan puasa.” (HR Bukhari)
Hadirin hafidhakumullah,
Hadits di atas, juga hadits-hadits lain yang
mirip, membicarakan tentang puasa Asyura’ dalam konteks Rasulullah ﷺ sebelum mendapatkan
wahyu untuk puasa Ramadhan. Namun, setelah turun wahyu puasa Ramadhan, Nabi
memberikan kebebasan kepada para sahabat, pada hari Asyura’ tersebut mau puasa
ataupun tidak. Bebas memilih.
Yang menjadi pokok pembahasan kali ini adalah
kaitan eratnya dengan Bani Israil dan Nabi Musa. Yang perlu diketahui bahwa
Bani Israil yang diceritakan dalam Al-Qur’an bukan Israel sebagai sebuah negara
yang sekarang tengah konflik dengan Palestina. Ketika ada penyebutan Bani
Israil dalam Al-Qur’an maka yang dimaksud adalah keturunan Nabi Ya’qub bin
Ishaq ‘alaihimas salam.
Bani Israil inilah yang disebut sebagai kaum
Nabi Musa yang diselamatkan dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Sedangkan
Musa yang dimaksud dalam hadits di atas adalah Musa, seorang nabi yang menjadi
saudara laki-laki Nabi Harun yang masing-masing adalah sama-sama dimusuhi
Fir’aun. Ada nama Musa lain selain Nabi Musa saat itu, yaitu Musa as-Samiriy
yang mengajak orang-orang menyembah anak sapi.
Terselamtkannya Nabi Musa dari kejaran
Fir’aun merupakan satu hal yang sangat heroik atas karunia Allah subhanahu
wa ta’ala yang sampai-sampai, dalam rangka mensyukuri nikmat itu, kita
sampai sekarang masih disunnahkan puasa tanggal 10 bulan Muharram atau dikenal
sebagai puasa hari Asyura’.
Mengapa begitu heroik?
Karena pada saat Nabi Musa diperintahkan oleh
Allah untuk mendakwahi Fir’aun, berakhir dengan perlawanan sengit dari kubu
Fir’aun sampai Nabi Musa lari bersama umatnya yang beriman. Fir’aun pun
mengejar sampai Nabi Musa tiba di tepi pantai. Ia sudah tidak punya pilihan.
Mau mau ke depan, sudah ada lautan di depan mata. Mau mundur, Fir’aun dan
pasukannya mengejar dari belakang yang apabila putar balik berarti bunuh
diri.
Pada saat inilah, tawakkal Nabi Musa berada
di puncak tawakkal. Ia sudah menyerahkan diri dan umat sepenuhnya kepada Allah
subhanahu wa ta’ala atas apa yang akan terjadi. Pada akhirnya Allah
memerintahkan Musa memukulkan tongkatnya. Tongkat Musa bukan tongkat yang
berteknologi canggih, juga tanpa diwiridkan atau didoakan khusus sehingga
bertuah. Tidak. Tongkat yang dibawa Musa adalah tongkat yang biasa membantunya
dalam perjalanan. Tongkat yang ia pegang juga biasa ia buat untuk mengembala
kambing. Artinya tongkat ini bukan tongkat istimewa.
Lalu bagaimana tongkatnya bisa membelah
lautan?
Karena Allah yang memerintahkan. Tongkat yang
semula tidak hebat, bisa berubah menjadi hebat. Lautan, yang secara normal jika
dilewati tanpa menggunakan kendaraan khusus, akan tenggelam. Namun Allah
berkehendak lain. Ketika tongkat yang biasa dibuat mengembala kambing milik
Musa dipukulkan ke laut, laut pun menjadi terbelah. Bisa dilewati Musa dan Bani
Israil. Dan anehnya, saat Fir’au dan pasukannya ingin menyusul melewati lautan
itu, ketika di tengah-tengah, Allah berubah menenggelamkan mereka sedangkan
Musa dan kaumnya semuanya selamat.
Hadirin hafidhakumullah,
Kita tahu bahwa Nabi Musa adalah manusia yang
hebat. Tubuhnya sangat kekar, kuat. Hal ini terlihat ketika Nabi Musa saat
memisah antara kaumnya dengan salah satu dari kaumnya Fir’aun yang sedang
berkelahi dengan kaumnya, Nabi Musa hanya memukul sekali saja kepada orang yang
tersebut, langsung wafat.
وَدَخَلَ
الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ
يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ
الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى
عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Dan dia (Musa) masuk ke kota
(Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia mendapati di dalam kota
itu dua orang laki-laki sedang berkelahi yang seorang dari golongannya (Bani
Israil) dan yang seorang (lagi) dari pihak musuhnya (kaum Fir’aun). Orang yang
dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang dari
pihak musuhnya. Lalu Musa meninjunya, dan mati lah musuhnya itu. Dia (Musa)
berkata ‘Ini adalah perbuatan setan. Sungguh dia (setan itu) adalah musuh yang
jelas menyesatkan.” (QS Al-Qashash: 15)
Hadirin hafidhakumullah,
Kekuatan tubuh Nabi Musa, selain sudah
terbukti ketika ia meninju sekali saja kepada seseorang langsung wafat, juga
terbukti ketika Nabi Musa menemukan dua gadis yang sedang mengembala kambing
dan kemudian Nabi Musa menolongnya dengan cara mengangkatkan bongkahan batu
yang sangat besar. Di balik bongkahan batu yang sangat besar tersebut terdapat
dua belas mata air yang cukup dibuat minum 12 kelompok kambing dari 12
pengembala yang sebelumnya hanya antri untuk mendapatkan air lewat satu mata
air.
Kekuatan Nabi Musa yang kuat seperti ini
diakui oleh putri Nabi Syuaib. Dalam Al-Qur’an dikatakan:
قَالَتْ
إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ
الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Artinya: “Dan salah seorang dari kedua
(perempuan) itu berkata, ‘wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada
kita). Sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya. (QS Al-Qashash:
26)
Pada ayat di atas, Nabi Musa disebutkan
sebagai al-qawiyyul amin, orang kuat dan dapat dipercaya. Meskipun
Nabi Musa perkasa sedemikian rupa, ketika ia diperintah Allah untuk mendatangi
dan mendakwahi Fir’aun, Nabi Musa sempat minder.
{قَالَا رَبَّنَا
إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى (45)
Artinya: “Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami,
sungguh, kami khawatir dia akan segera menyiksa kami atau akan bertambah
melampaui batas.’.”
Kekahawatiran Nabi Musa dijawab oleh
Allah
قَالَ
لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
Artinya: “Dia (Allah) berfirman ‘Janganlah
kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua. Aku mendengar dan
melihat.’.” (QS Thaha: 45-46)
Hadirin….
Walaupun Nabi Musa sempat minder, namun
karena Allah sudah menyatakan akan membersamainya, nanti, ketika Nabi Musa
usahanya sudah mentok, di saat tawakkalnya sudah memuncak, Allah akan turun
tangan dengan caranya sendiri.
Dengan adanya kisah di atas, dapat kita ambil
pelajaran. Sekuat apapun power yang kita miliki di dunia ini, dalam urusan
dakwah, terdapat kemungkinan ada kekuatan yang lebih besar yang melawan, jika
dilihat di atas kertas, bisa jadi kita akan kalah. Namun kekuatan besar yang
menghalang-halangi dakwah atau kebaikan-kebaikan kita, apabila kita sampai pada
puncak tawakkal kepada Allah, insyaallah Allah akan memberikan pertolongan
dengan cara-Nya sendiri yang terkadang dari sesuatu yang tidak pernah kita dua
sebelumnya. Sebagaimana Nabi Musa yang atas tongkatnya, Nabi Musa tidak pernah
menduga dengan tongkat tersebut, akan bisa membelah lautan. Padahal hanya
dengan tongkat saja, tidak melalui kekuatan tubuh Musa, bukan. Tapi atas
kemauan Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka, demikian lah kisah kemenangan Nabi Musa
atas Fir’aun yang sedemikian rumit, dahulu, peristiwa tersebut terjadi pada
tanggal 10 Muharram. Dan kita diajarkan Nabi Muhammad ﷺ untuk ikut-ikut
mensyukuri kenikmatan kemenangan tersebut dengan cara berpuasa sunnah hari
Asyura’. Wallahu a’lam bish shawab.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ
الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله
الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ (٣) ـ
وَقُلْ
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ،
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا
اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di
Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar