Hukum Membunuh Semut
Semut adalah salah satu hewan yang sering
kita jumpai di mana pun. Seringkali hewan ini muncul ketika menemui sesuatu
yang mengandung rasa manis. Terkadang aktivitas semut tidak sampai menyakiti
manusia, hanya sebatas berkeliling mencari makanan saja, namun tak jarang juga
kita lihat dalam jenis semut tertentu aktivitasnya sampai mengganggu bahkan
menyakiti manusia, hingga akhirnya semut itu dibunuh dengan tujuan supaya tidak
mengganggu dan menyakiti lagi. Sebenarnya bagaimana hukum membunuh semut itu?
Dalam salah satu hadits dijelaskan:
نَهَى
رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ،
وَالضِّفْدَعِ ، وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ
“Rasulullah ﷺ melarang membunuh
burung shurad, kodok, semut dan burung hud-hud” (HR. Ibnu Majah)
Selintas jika dipahami dari hadits di atas
menyatakan bahwa membunuh semut adalah hal yang dilarang oleh Rasulullah ﷺ, sehingga termasuk perbuatan yang harus dihindari. Namun para
ulama mengarahkan bahwa semut yang dimaksud dalam hadits tersebut tidaklah
bermakna mutlak yang mencakup seluruh jenis semut, namun hanya tertentu pada
semut-semut besar dan panjang yang tersebut dalam kisah Nabi Sulaiman. Sehingga
ketika semut selain jenis ini boleh-boleh saja untuk dibunuh, terlebih ketika
semut itu menyakiti terhadap manusia atau mengganggu aktivitasnya. Bahkan jika
semut besar dan panjang yang haram dibunuh ini menyakiti manusia maka
keharaman membunuhnya menjadi hilang, sehingga boleh-boleh saja hewan ini
dibunuh.
Bolehnya membunuh semut ini dengan catatan
sekiranya cara membunuhnya tidak dengan cara membakarnya, tapi dengan cara lain
seperti memukul atau menginjaknya, sebab membunuh semut dengan perantara
membakar akan menyakiti terhadap semut itu sendiri. Kita diperintahkan untuk
menggunakan cara yang baik dalam membunuh hewan. Salah satu cara yang baik adalah
tidak membunuh dengan sesuatu yang akan semakin menyiksa hewan tersebut.
Penjelasan tentang ketentuan ini terdapat
dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:
ـ
(مسألة : ك) : روى أبو
داود "أنه نهى عن قتل أربع من الدواب : النملة والنحلة والهدهد والصرد" والمعروف
حمل النهي على النمل الكبير السليماني الطويل الذي يكون في الخراب فيحرم قتله على
المعتمد ، إذ الأصل في النهي التحريم ، وخروجه عنه في بعض المواضع إنما هو بدليل
يقتضيه ، أما النمل الصغير المسمى بالذر فيجوز بل يندب قتله بغير الإحراق لأنه مؤذ
، فلو فرض أن الكبير دخل البيوت وآذى جاز قتله اهـ. قلت : ونقل العمودي في حسن
النجوى عن شيخه ابن حجر أنه إذا كثر المؤذي من الحشرات ولم يندفع إلا بإحراقه جاز
اهـ
“Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ melarang untuk
membunuh empat jenis binatang yaitu semut, tawon, burung hud-hud dan burung
shurad. Hal yang telah diketahui bahwa larangan membunuh semut dalam hadits
tersebut diarahkan pada semut yang besardan panjang yang terdapat di masa Nabi
Sulaiman AS yang biasa terdapat di reruntuhan bangunan, maka haram membunuh
semut jenis ini menurut pendapat yang kuat, sebab hukum asal dari sebuah
larangan adalah menuntut keharaman, dan keluarnya larangan dari hukum haram di
sebagian teks dikarenakan adanya dalil yang menuntut menghukumi tidak haram.
Adapun semut yang kecil, yang dalam istilah Arab dikenal dengan nama dzurr maka
boleh bahkan Sunnah membunuhnya namun dengan selain dengan cara membakar, sebab
membakar ini menyakitkan. Jika terdapata semut besar yang masuk ke rumah dan
menyakiti penghuni rumah itu maka boleh untuk membunuhnya. Dikutip dari
pendapatnya Imam ‘Amudi dalam kitab Husni an-Najwa dari gurunya, Imam
Ibnu Hajar bahwa boleh membunuh hewan hasyarat (hewan melata kecil, termasuk
semut) ketika menyakiti dengan cara membakarnya ketika memang tidak ad acara
lain selain membakarnya” (Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawy,
Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 551)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
membunuh semut adalah hal yang diperbolehkan kecuali pada jenis semut yang
besar dan panjang yang biasa ditemui saat membongkar rumah, sedangkan pada
jenis selain itu diperbolehkan terlebih saat wujudnya dapat menyakiti manusia.
Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar