PAHLAWAN NASIONAL NU
KH Syam’un, Pahlawan
Nasional dari NU Serang
Ketika Kiai Syam’un
ditetapkan sebagai salah seorang pahlawan nasional, mungkin banyak orang yang
bertanya siapa dia? Apa perannya sehingga layak jadi pahlawan nasional? Bagi
kalangan pesantren, pertanyaan itu akan akan bertambah, kok ada label kiai?
Pertanyaan selanjutnya dimana dia menuntut ilmu. Kalau santri itu warga NU,
pernahkah dia aktif di kepengurusan NU, paling tidak, di wilayahnya.
Kemudian setelah
informasi Kiai Syam’un dianugerahi gelar tersebut, di jejaring Watshapp beredar
pesan dari seorang jurnalis di Jawa Timur:
Kiai Syam’un Juga NU
KH Syam’un ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Ini sudah mewakili NU untuk tahun ini, 2018. Kiai Syam’un, pendiri Yayasan Al-Khairiyah, rekam jejaknya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mulai dari aktivitasnya di Pembela Tanah Air (PETA) pada zaman pendudukan Jepang. Setelah Jepang menyerah, Kiai Syam’un mulai masuk menjadi anggota TKR (sekarang TNI). Selain aktif sebagai militer, Brigjen KH Syam’un merupakan Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama (NU) pertama di Serang, Banten.
Aktivitas KH. Syam’un dalam dunia militer mengantarkannya menjadi pimpinan Brigade I Tirtayasa Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan berganti menjadi TNI Divisi Siliwangi. (riadi ngasiran)
NU Online menelusuri
pesan tersebut dengan dua jalur, berdasarkan data-data lama NU di perpustakaan
PBNU, misalnya daftar hadir dari muktamar ke muktamar atau laporannya. Kedua,
menghubungi PCNU Serang untuk mencari tahun informasi tersebut.
NU di Banten
Di daerah selatan
bagian ujung Banten atau tepatnya Pandeglang telah lebih dulu lahir sebuah
perkumpulan umat Islam bernama Mathla'ul Anwar (MA), berdiri pada 10 Ramadan
1334 H atau 10 Juli 1916. Perkumpulan tersebut didirikan Kiai Haji Tb Soleh, KH
EM Yasin, Kiai Tegal, KH Mas Abdurrahman, KH Abdul Mu'ti, KH Soleman Cibinglu,
KH Daud, KH Rusydi, E Dawani, dan KH Mustaghfiri di Kecamatan Menes, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten. Organisasi ini terbilang tua, yaitu 4 Tahun
setelah berdirinya Muhammadiyah serta 10 tahun lebih awal dibanding NU.
Di dalam data sejarah
NU, pendiri-pendiri Mathla'ul Anwar, misalnya KH Mas Abdurrahman menghadiri
muktamar NU pertama pada tahun 1926. Pada tahun itu pula, ia ditetapkan sebagai
salah seorang rais syuriyah. Di dalam data kehadiran, ia menghadiri seluruh
muktamar NU sampai akhir hayatnya, kecuali ketika dilaksanakan di luar Jawa,
yaitu di Banjarmasin pada 1936.
Menurut data dari
Swara Nahdlatoel Oelama, tokoh-tokoh Mathla’ul Anwar tersebut bergabung dengan
NU. Pada edisi 5 tahun kedua 1347 H diadakan sebuah musyawarah untuk pendirian
NU. Pertemuan itu dilaksanakan di kediaman KH Entol Muhammad Yasin di Kampung
Kadal Awuk, Menes pada Ahad malam, 10 Rajab 1347 H atau 23 Desember 1928.
Dalam pemberitaan
tersebut, dihadiri para kiai dan tokoh masyarakat Menes dan sekitarnya. Tak ada
keterangan siapa yang datang dari unsur PBNU. Namun pada edisi lain majalah
tersebut disebutkan kehadiran Kiai Abdul Halim dan Kiai Abdullah. Yang pasti
dalam acara itu, dibahas tentang tujuan dari berdirinya NU, pentingnya
persatuan dan tantangan bagi kalangan bermazhab. Atas hal tersebut, kemudian
disepakati pendirian NU dan penyusunan strukturnya.
KH Mas Abdurrahman
ditunjuk sebagai rais syuriyah. Kiai kelahiran 1868 itu merupakan direktur
pengajaran di Mathla'ul Anwar. Ia merupakan santri Syekh Nawawi Banten di
Makkah, sahabat muda Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Sedangkan Kiai Yasin
sendiri, yang merupakan kepala madrasah Mathla'ul Anwar ditunjuk menjadi naib
rais alias wakil. Sedangkan katib dan naib-nya adalah Mas Haji Muhammad Rais
dan Antul Danawi. Keduanya juga tokoh di MA.
Bergabungnya
tokoh-tokoh Mathla’ul Anwar mewarnai muktamar NU keempat di Semarang tahun
1929. Sebagai organisasi yang telah berjalan 10 tahun dan bergerak di bidang
pendidikan, perwakilan NU Pandeglang mengusulkan di majalah Oetoesan Nahdlatoel
Oelama agar muktamirin membahas peraturan dalam bidang pendidikan. Usulan
tersebut dimuat juga di majalah Swara Nahdlatoel Oelama.
Di dalam majalah
Swara Nahdlatoel Oelama juga disebutkan, lembaga pendidikan Mathla’ul Anwar
menjadi bagian dari Nahdlatoel Oelama. Berikut ini nama-nama madrasah
tersebut:
No
Nama Madrasah
Tempat
Jumlah
Murid
Guru Kelas
1
Mathla’ul Anwar Menes
532
8 7
2
Mathla’ul Anwar Labuan
133
3 4
3
Mathla’ul Anwar Kadu Butung
93
2
3
4
Mathla’ul Anwar Sodong
149
4 4
5
Mathla’ul Anwar Kepuh
87
2
3
6
Mathla’ul Anwar Cirumput
109
2 2
7
Mathla’ul Anwar Talun
113
2 3
8
Mathla’ul Anwar Kadu Gadung
58
1
2
9
Mathla’ul Anwar Menes
134
3 3
10
Mathla’ul Anwar Bama
42
2
2
Kemudian, setelah NU
tertanam di Menes dengan baik, sepertinya disebarkan ke daerah-daerah sekitar,
atau ke utara. Buktinya pada muktamar Semarang telah ada perwakilan dari NU
Cilegon. Pada tahun 1930 ada perwakilan NU dari Serang. Nah, pada tahun
tersebut itulah, NU Online menemukan data kehadiran KH Syam’un. Juga pada
Muktamar NU kesebelas di Banjarmasin pada 1936.
Namun, pertanyaannya,
apakah KH Syam’un tersebut adalah nama yang ditetapkan sebagai pahlawan
nasional?
Untuk hal ini, NU
Online meminta Ketua PCNU Kota Serang KH Matin Syarkowi untuk mengklarifikasi
kepada pihak keluarga KH Syam’un. Untungnya, Kiai Matin telah lebih dulu
mengklarifikasi. Berdasarkan keterangan Kiai Matin, pihak keluarga KH Syam’un
mengakui bahwa leluhurnya itu pernah berkiprah di NU. Berdasarkan data di
absensi muktamar, ia mewakili unsur syuriyah. Ya, memang karena dia seorang
kiai. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar