Makna Ayat 'Suami-Istri
adalah Pakaian bagi Pasangannya'
Pernikahan merupakan ikatan suci bagi
pasangan suami istri. Pernikahan juga bentuk komitmen antara laki-laki dan
wanita yang saling mencintai untuk hidup bersama. Tidak mudah menyamakan
persepsi bagi dua insan yang berbeda, baik secara fisik maupun psikis. Maka, Islam
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan, mulai dari akad
nikah, hak-hak dan kewajiban pasangan, hingga persoalan talak. Hal ini
dimaksudkan agar tujuan pernikahan sebagaimana yang disyariatkan agama Islam
dapat tercapai. Di antara tujuan pernikahan adalah terciptanya keluarga yang
sakinah (tenteram dan bahagia), yang berdiri di atas podasi mawaddah wa
rahmah (cinta dan kasih sayang.
Di era teknologi informasi yang semakin
canggih seperti sekarang ini, semua orang dapat menikmati media sosial dengan
mudah. Dengan memanfaatkan media, mereka akan meraih keuntungan besar baik
bersifat materi maupun ilmu pengetahuan. Di sisi lain media sosial justru
menjadi alat sekaligus pemicu terjadinya masalah, termasuk masalah rumah
tangga.
Salah satu contoh pemanfaatan media sosial
yang tidak tepat adalah sebagai ajang penyebar fitnah, provokasi, dan ajang
curhat bagi pasangan suami istri. Seringkali istri mengeluhkan kondisi
keluarganya di media, sehingga ribuan manusia bisa menyaksikan. Begitupun sebaliknya,
suami mengeluhkan atas sikap istri kepada semua pembaca. Mereka tidak menyadari
bahwa apa yang diluapkan itu adalah aib yang seharusnya diselesaikan dan
ditutup rapat.
Yang demikian ini sama halnya dengan membuka
keburukan dan kegagalan dalam keluarganya. Hal ini tentu menjadi perhatian
bersama terutama bagi pasangan suami istri. Allah ﷻ menggambarkan dalam
Al-Qur’an bahwa pasangan suami istri ibarat pakaian.
أُحِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ
لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا
كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ
إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 187).
Fungsi pakaian secara umum dapat dibagi
menjadi dua, yaitu sebagai penutup aurat dan penghangat badan. Mengapa
Al-Qur’an mengibaratkan pasangan suami istri seperti layaknya pakaian?
Syaikh Jalaluddin dalam Tafsir Jalalain
menjelaskan, setidaknya ada tiga makna pakaian sebagaimana disebutkan dalam
ayat di atas.
Pertama, sebagai bentuk kedekatan pasangan.
Pasangan suami istri diibaratkan seperti pakaian dari sisi kedekatannya.
Pakaian selalu menempel dengan kulit. Tidak ada jarak yang memisahkan keduanya.
Maka dalam rumah tangga seharusnya ada rasa saling percaya, transparansi,
tanggung jawab, dan saling setia.
Kedua, saling merangkul. Sebagaimana umumnya,
merangkul adalah aktivitas yang menunjukkan adanya rasa sayang, memiliki,
bahagia, suka, dan tempat bersandar. Begitulah semestinya pasangan suami istri.
Ada rindu jika jauh, ada kedamaian jika berada di sisi. Mereka adalah dua insan
yang saling menghangatkan baik di kala suka maupun duka. Tempat bersandar di
tengah kesedihan yang melanda.
Ketiga, saling membutuhkan. Sebagaimana telah
disebutkan di atas, bahwa dalam rumah tangga ada hak dan kewajiban. Keduanya
harus memiliki sikap responsif terhadap pasangan. Dalam hal ini pasangan suami
istri berperan sebagai partner dalam menjalani kehidupan. Saling membantu,
saling menopang, saling meringankan dan sebagainya. (Syaikh Jalaluddin, Tafsir
Jalalain, Daru Ihya, juz I, hal. 27)
Imam Nawawi dalam Tafsir Nawawi menjelaskan
makna pakaian bagi pasangan suami istri yaitu saling menutupi keburukan di
antara keduanya (Syaikh Nawawi, Tafsir An-Nawawi, Surabaya: Dar Al-Ilmi, juz I,
hal. 49). Pasangan suami istri tidak boleh membeberkan keburukan masing-masing
kepada orang lain. Bahkan kepada orang tua sendiri.
Di antara salah satu sebab gagalnya rumah
tangga adalah pasangan yang belum mencapai kedewasaan dalam menghadapi masalah
rumah tangganya. Setiap kali ada masalah cerita kepada orang tuanya, sehingga
menjadikan masalah justru semakin bercabang. Belum lagi jika kedua belah pihak
keluarga saling menyalahkan satu sama lainnya. Permasalahan semakin kompleks
ketika tumpang tindih dengan persoalan lain seperti kurangnya penerimaan
pasangan atas kondisi ekonomi yang pas-pasan, perselingkuhan, dan lainnya.
Semoga kita semua dapat menciptakan surga
dunia bersama keluarga untuk menuju surga yang abadi di hadapan Allah ﷻ. Amiin. []
Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU
Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar