Rabu, 18 September 2019

(Buku of the Day) Mbah Bustham Lampung : Mengenal Guru Thariqah Lintas Jawa, Sumatra, Biografi dan Wejangan Thariqahnya


Memetik Hikmah dari Perjuangan Mbah Busthamil Karim


Judul              : Mbah Bustham Lampung : Mengenal Guru Thariqah Lintas Jawa, Sumatra, Biografi dan Wejangan Thariqahnya
Penulis            : Muslihudin
Penerbit          : Sabda Media, Yogyakarta
Terbit               : September, 2014
Tebal               : 160 Halaman
Nomor ISBN   : 978-979-7915709-0-9
Peresensi          : Akhmad Syarief Kurniawan, Wakil Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Lampung Tengah
Sosok nama Kiai Bustham, sudah tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat muslim umumnya, khususnya nahdliyyin di Provinsi Lampung. Beliau adalah salah satu tokoh kharismatik penyebar agama Islam dan tarekat di Bumi Ruwa Jurai ini.

Sudah ada beberapa tokoh penyebar agama Islam di Provinsi Lampung yang telah terdokumentasikan dalam bentuk buku, ataupun serakan-serakan file di website-website, di antaranya KH Sulaiman Rasjid dan KH Gholib, dalam 100 Tokoh Terkemuka Lampung yang ditulis Heri Wardoyo, dkk, terbitan Lampung Post Press, 2008.
Ada juga Jagad Spiritualitas KH Raden Rahmad Djoyo Ulomo, penulis Saifur Rijal, diterbitkan Lentera Kreasindo, Yogyakarta, 2014, dan Napak Tilas Jejak Islam Lampung, penulis M. Candra Syahputra, diterbitkan Global Press, Yogyakarta, 2017, dan lain-lain.

Hadirnya buku yang ditulis Kiai Muslihudin ini menambah khazanah literasi sejarah, peradaban Islam sekaligus tokoh-tokoh pesantren yang ada di seantero Nusantara umumnya dan di Provinsi Lampung khususnya. 

Kiai Bustham lahir di Lengkong, Wonoresik Wonosari, Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 1890. Ayahnya bernama Sandikrama bin Dulah Siroj, sedang ibunya bernama Syartiyah. Masa kecil Bustham dihabiskan di kampung halaman tempat kelahirannya sampai menginjak remaja.
Perjalanan intelektual keilmuannya semasa remaja hingga beranjak dewasa menempa pendalaman ilmu keagamaan (tafaqquh fiddiin) di beberapa pondok pesantren di Jawa Tengah, seperti; Pesantren Kemanggungan Kroya Cilacap, Pesantren Bogangin Sumpiyuh Banyumas, Pesantren Parakan Canggah Purbalingga, hingga berguru pada Kiai Busyro Banjarnegara.

Puncak keilmuan dan spiritualitas Bustham muda adalah ketika ia berguru kepada guru sufi kharismatik yang bernama KH Husein Zamakhsyari dari desa Parid, Kawunganten Cilacap, beliau adalah Kiai Mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. KH Husein Zamakhsyari inilah yang memberikan keteladanan sekaligus membentuk totalitas karakter laku sufi pada pribadi Bustham muda.

Keistimewaan-keistimewaan Bustham sudah mulai nampak sejak remaja, ia sosok yang tampan rupawan dilengkapi pula dengan suara yang merdu, sehingga banyak gadis-gadis yang terpesona, terpikat dengan Bustham muda.

Kiai Muslihudin mengulas buku ini cukup lugas. Dalam tulisannya ini, ia juga menguraikan perjalanan Kiai Bustham dari Kebumen Jawa Tengah hingga ke Lampung. Kiai Bustham muda memasuki Lampung pada tahun 1952. Tanah pertama kali yang ia singgahi adalah di Landsbaw, Gisting, Kabupaten Lampung Selatan (sekarang Tanggamus).
Daerah tambatan terakhirnya adalah Way Lunik, atau saat ini lebih populer dengan Kampung Purwosari, Padangratu, Kabupaten Lampung Tengah.
Pada tahun 1971, Kiai Bustham dibantu putra-putranya mendirikan lembaga pendidikan Pondok Pesantren bernama Raudlatus Sholihin. Pada tahun ini pula Kiai Bustham menunaikan ibadah haji di tanah suci. Sepulang dari tanah suci, ia mendapat anugerah nama baru oleh Syaikhulhajj Makkah menjadi KH Nur Muhammad Abdurrahim Busthamil Karim.

Sejumlah tokoh tarekat dan alumni berhasil dididik dari Pondok Pesantren Raudlatush Sholihin. Di antaranya adalah KH Zainudin Belitang, OKU Timur, Sumatera Selatan, Kiai Mundzir Kalirejo, Lampung Tengah, Kiai Baidlowi Metro, Lampung, Kiai Abdul Basyir Batanghari, Lampung Timur, Kiai Abdullah Ahmad Parerejo, Pringsewu, Kiai Abu Syuja Sendang Mulyo, Kalirejo, Lampung Tengah, KH Misbahul Munir Ciamis, Jawa Barat, KH Sudasi Cilacap, Jawa Tengah, KH Zaenal Arifin Pacitan, Jawa Timur, KH Sholeh Ponorogo, Jawa Timur, Kiai Junaidi Tanggamus, dan Kiai Mansur Lampung Selatan.

Mbah Busthamil Karim wafat pada tanggal 3 November 1979 M atau 11 Dzulhijah 1399 H. Selama hidupnya KH Nur Muhammad Abdurrahim Busthamil Karim menikah tiga kali. Nama istri-istri beliau adalah: Nyai Muthi’ah,  Nyai Salbiyah/Nyai Memunah, dan Nyai Munti'ah.
Beliau dikaruniai 17 putra dan putri, yaitu Kiai Asmungi, Kiai Zarqoni, KH Asyiq, Nyai Ruqoyah, Nyai Taslimah, Nyai Jurumiyah, Nyai Chomsiyah, Kiai Harunur Rasyid, Kiai Ridwan, KH Jamaludin, Kiai Jumrotul Mu’minin, Nyai Surotul Jusmaniyah, Kiai Juli Khofi, Kiai Albadji,  Muhajir, KH Miftahudin, dan Nyai Siti Asiyah.

Hadirnya buku ini dapat menggugah dan mrnggerakkan hati kita untuk mengetahui, memahami, dan meneladani tokoh, dan selanjutnya memuliakan mereka.  Sebagaimana pepatah Arab menyatakan Tirulah mereka, meskipun tidak mencapai seperti mereka. Karena meniru orang-orang besar itu saja sudah suatu kemenangan.

Dan Louis Cattschallk mengatakan Masa lampau manusia itu tidak mungkin ditampilkan secara utuh, tak dapat direkonstruksi oleh data ingatan sejarah apapun. []

5 komentar:

  1. Assalamualaikum. Mohon maaf pak, apakah saya bisa meminta profil penulis buku Mbah Busthom?

    BalasHapus
  2. waalaikum salam, ikut bantu, penulis, mas Muslihudin, seorang guru, tinggal di cilacap. jawa tengah. ia juga nyantri di pondok mbah kyai Bustham, lampung. alhamdulillah saya ikut bantu menerbitkan buku beliau.

    BalasHapus
  3. untuk hubungi penulis bisa hubungi teman dekatnya, pak dalhar no hp 085227069105

    BalasHapus
  4. waalaikum salam, ikut bantu, penulis, mas Muslihudin, seorang guru, tinggal di cilacap. jawa tengah. ia juga nyantri di pondok mbah kyai Bustham, lampung. alhamdulillah saya ikut bantu menerbitkan buku beliau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk pembelian buku beliau kira kira terdapat di mana ya

      Hapus