Lafal Shalawat Ibrahimiyah
dan Keutamaannya
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ
وعلى آلِ إبْراهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما
بَاركْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آل إبراهيم في العالَمِينَ إنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat
kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah
Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim.
Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad,
sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi
keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan
Maha Agung.”
Di atas adalah bacaan sebuah shalawat yang
dikenal dengan sebutan Shalawat Ibrahimiyah. Setiap Muslim pasti mengenal dan
bahkan hafal shalawat tersebut. Karena shalawat ini selalu dibaca pada saat
duduk tasyahud di dalam shalat.
Menurut Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani
shalawat Ibrahimiyah adalah shalawat yang paling sempurna shighatnya dibanding
shalawat-shalawat yang lain, baik yang ma’tsûrah (diriwayatkan dari Nabi)
maupun yang tidak ma’tsûrah. Karena kesempurnaannya ini maka para ulama
menentukannya sebagai shalawat yang dibaca ketika seorang Muslim melakukan
shalat, di samping karena adanya kesepakatan perihal kesahihan haditsnya.
(Yusuf bin Ismail An-Nabhani, Afdlalus Shalawât ‘alâ Sayyidis Sâdât, [Jakarta:
Darul Kutub Islamiyah], 2004, hal. 57)
Ada banyak perawi hadits yang meriwayatkan
shalawat Ibrahimiyah. Mereka di antaranya Imam Malik di dalam kitab Muwaththa’,
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab shahihnya, serta para imam
lainnya seperti Abu Dawud, Nasai, dan Turmudzi. Imam Al-Iraqi dan Imam
As-Sakhawi menuturkan bahwa haditsnya muttafaq ‘alaih.
Banyaknya periwayatan hadits tentang shalawat
Ibrahimiyah ini juga menjadikan pula banyaknya redaksi shalawat ini yang
berbeda-beda. Yang ditulis di atas—sebagaimana dituturkan An-Nabhani—adalah
salah satu redaksi shalawat Ibrahimiyah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.
Imam Ahmad As-Shawi menyebutkan sebuah hadits
riwayat Imam Bukhari di mana Rasulullah bersabda:
من
قال هذه الصلاة شهدت له يوم القيامة بالشهادة وشفعت له
Artinya: “Barangsiapa yang membaca shalawat
ini maka aku bersaksi baginya di hari kiamat dengan kesaksian dan aku memberi
syafaat baginya.”
Sementara itu sebagian ulama mengatakan bahwa
membaca shalawat Ibrahimiyah sebanyak seribu kali dapat menjadikan pembacanya
melihat Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Ada satu pertanyaan menarik perihal shalawat
Ibrahimiyah ini. Bila di dalam haditsnya shalawat Ibrahimiyah tanpa menggunakan
kata sayyidinâ (tuanku, baginda), mengapa dalam pengamalannya para guru
mengajarkan untuk menggunakan kata tersebut?
Menjawab pertanyaan ini Imam Syamsudin
Ar-Ramli di dalam kitab Nihâyatul Muhtâj Syarh Al-Minhâj mengatakan bahwa yang
utama adalah membacanya dengan menggunakan kata sayyidinâ. Karena di dalam
penggunaan kata ini ada pemenuhan terhadap perintah (di mana haditsnya tidak
menggunakan kata tersebut, pen.) sekaligus juga tata krama terhadap pangkat
beliau yang semestinya. Maka menggunakan kata sayyidinâ ketika membaca shalawat
Ibrahimiyah lebih utama dari pada tidak menggunakannya. (Syamsudin Ar-Ramli,
Nihâyatul Muhtâj ilâ Syarhil Minhâj, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2009],
Jil. I, hal. 334)
Sementara Imam Ahmad bin Hajar menuturkan
bahwa penambahan kata sayyidinâ sebelum kata Muhammad tidaklah mengapa. Bahkan
ini merupakan tata krama terhadap hak Rasulullah meskipun diucapkan di dalam
shalat fardlu.
Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar