Hukum Shalat Jumat di
Halaman Masjid yang Tertutup Pintunya karena AC
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, saya mau bertanya. Di
masjid dekat rumah sekarang ruangan dalamnya dipasang alat pendingin, AC. Jadi
ketika shalat Jumat semua pintu dan jendela ditutup rapat. Yang saya mau
tanyakan, bagaimana dengan jamaah yang ada di luar kanan dan kirinya. Apakah
sah shalat jumatannya? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Husaini – Jakarta Selatan
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga
Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Bagian dalam masjid di zaman ini
sudah lazim dipasangkan alat pendingin ruangan atau air conditioner (AC). Oleh
karena pintu masjid “harus” selalu tertutup agar suhu rendah karena efek AC
tetap terjaga.
Problemnya kemudian bagaimana jika pintu
tetap ditutup rapat pada saat shalat Jumat yang mana jumlah jamaah membludak
hingga ruangan masjid bagian luar. Sementara shalat Jumat adalah shalat yang
harus dilakukan secara berjamaah yang mengharuskan ketersambungan shaf atau
barisan imam dan makmum.
Pada kesempatan ini kami akan mengutip
sejumlah perbedaan pendapat ulama terkait keabsahan shalat Jumat di mana imam
dan makmum terpisah.
Menurut Mazhab Hanafi, perbedaan tempat shalat
antara imam dan makmum menjadi masalah, yaitu imam di masjid dan makmum di luar
masjid. Sedangkan perbedaan ruangan shalat antara imam dan makmum yang masih
berada di dalam satu kompleks bangunan (seperti di dalam masjid atau rumah)
masih dimungkinkan selagi gerakan shalat imam diketahui oleh makmum.
إن
اختلاف المكان يمنع صحة الاقتداء، سواء اشتبه على المأموم حال إمامه أو لم يشتبه،
واتحاد المكان في المسجد أو البيت مع وجود حائل فاصل يمنع الاقتداء إن اشتبه حال
الإمام
Artinya, “Perbedaan tempat shalat [antara
imam dan makmum] menghalangi keabsahan berjamaah, sama saja apakah makmum
mengetahui gerakan imam atau tidak. Sementara kesamaan ruangan shalat [antara
keduanya] baik di masjid maupun di rumah yang disertai sekat di antara keduanya
tetap menghalangi keabsahan berjamaah jika imam tidak mengetahui gerakan imam,”
(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul
Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 231).
Adapun mazhab Syafi’i menganggap perbedaan
ruangan shalat antara imam dan makmum di dalam masjid tidak menjadi masalah
sejauh gerakan imam diketahui oleh makmum dan posisi makmum tidak mendahului
posisi imam.
Bagi mazhab Syafi’i, ketersambungan atau
keterputusan shaf imam dan makmum di dalam masjid tidak menjadi masalah bagi
keabsahan shalat berjamaah sebagaimana tercatat dalam Kitab Kifayatul Akhyar
berikut ini.
أن
يكون الإمام والمأموم في المسجد وهي التي ذكرها الشيخ بقوله وأي موضع صلى في
المسجد بصلاة الإمام فيه جاز وذكر الشرطين اللذين ذكرناهما بقوله وهو عالم بصلاة
الإمام ما لم يتقدم عليه فإذا جمعهما مسجد أو جامع صح الاقتداء سواء انقطعت الصفوف
بينهما أو اتصلت وسواء حال بينهما حائل أم لا وسواء جمعهما مكان واحد أم لا … لأنه
كله مكان واحد وهو مبني للصلاة
Artinya, “Imam dan makmum berada di masjid.
Ini yang disebutkan oleh syekh dengan perkataannya, ‘Tempat mana saja di dalam
masjid di mana imam melakukan shalat, maka [seseorang] boleh berjamaah
dengannya.’ Ia menyebutkan dua syarat yang telah kami sampaikan dengan
perkataannya, yaitu makmum mengetahui gerakan shalat imam selama ia tidak
mendahuluinya. Jika keduanya [imam dan makmum] disatukan dalam ruangan masjid
atau masjid jami, maka shalat berjamaahnya sah, sama saja apakah shaf antara
keduanya terputus atau tersambung; sama saja apakah keduanya tersekat oleh
sesuatu atau tidak tersekat; dan sama saja apakah mereka berada di satu ruangan
yang sama atau beda… karena keduanya berada di tempat yang sama, yaitu bangunan
untuk shalat,” (Lihat Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul
Fikr: 1994 M/1414 H], juz II, halaman 111).
Sementara pandangan Mazhab Syafi’i dalam
catatan Syekh Wahbah Az-Zuhayli mengatakan bahwa shalat berjamaah di masjid
tetap sah meski posisi imam dan makmum berjauhan atau terhalang oleh sekat berupa
bangunan dengan catatan keduanya tetap terhubung.
فإن
كان الإمام والمأموم مجتمعين في مسجد، صح الاقتداء، وإن بعدت المسافة بينهما فيه
أكثر من ثلاث مئة ذراع، أو حالت بينهما أبنية كبئر وسطح ومنارة، أو أغلق الباب
أثناء الصلاة، فلو صلى شخص في آخر المسجد والإمام في أوله، صح الاقتداء بشرط إمكان
المرور بأن لا يوجد بينهما حائل يمنع وصول المأموم إلى الإمام كباب مسمَّر قبل
الدخول في الصلاة. ولا فرق في إمكان الوصول إلى الإمام بين أن يكون الشخص مستقبلاً
القبلة أو مستدبراً لها
Artinya, “Jika imam dan makmum berada di
masjid yang sama, maka shalat berjamaah menjadi sah, meski jarak keduanya jauh
lebih dari 300 hasta, tersekat oleh bangunan seperti sumur atau menara, atau
pintu tertutup di tengah shalat. Kalau seseorang shalat di bagian belakang
masjid dan imam di bagian depan masjid, maka shalat berjamaah keduanya sah
dengan syarat memungkinkan orang lalu-lalang, yaitu ketiadaan sekat yang
menghalangi keduanya seperti pintu yang dikunci sebelum mulai shalat. Tiada
perbedaan perihal kemungkinan ketersambungan antara imam dan makmum, apakah
seseorang makmum dapat menyatu dengan imam dengan menghadap atau membelakangi
kiblat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,
[Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 231).
Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat
menarik simpulan bahwa sebutan masjid bukan soal ruangan bagian dalam dan
bagian luar masjid. Teras, serambi, lantai atas, ruangan dalam, ruangan luar,
atau lantai bawah tanah (basement) masjid tetap merupakan satu kesatuan masjid.
Dengan demikian, shalat Jumat atau shalat
berjamaah di mana posisi imam di dalam ruangan masjid dan posisi sebagian
makmum berada di ruangan bagian luar masjid tetap sah.
Hanya saja, kami menyarankan agar satu pintu
masjid tetap terbuka sehingga imam dan makmum yang berada di ruangan masjid
bagian luar tetap terhubung. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk antisipasi
atau jaga-jaga (ihtiyath). Toh, durasi shalat Jumat tidak terlalu lama karena
hanya dua rakaat sehingga tidak dikhawatirkan dapat merusak alat pendingin/AC.
Demikian jawaban kami, semoga dipahami dengan
baik. Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami
selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar