Tidak Wajib Menshalati
Jenazah Orang Tak Pernah Shalat?
Pertanyan:
Assalamualaikum wr.wb. Dalam minggu kemarin
terjadi peristiwa kematian, di mana orang-orang di kampung saya tidak mau
menshalatkan orang yang telah meninggal dunia tersebut, padahal orang ini
agamanya Islam, dan silsilah keluarganya pun semuanya Islam. Menurut mereka,
seseorang yang tidak pernah shalat, lalu meninggal dunia, tidak bisa
dishalatkan karena ketika kita shalatkan maka dosa-dosa orang yang meninggal
tersebut ditanggung oleh orang yang menshalatkan. Apakah pemahaman seperti ini
benar? Mohon pencerahan. Terima kasih atas perhatiannya. []
(andiizal****** at yahoo.co.id)
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh.
Penanya budiman, semoga Anda senantiasa diberi kelimpahan nikmat dan kedamaian
dalam kehidupan sehari-hari. Amin.
Sebelum menjawab pertanyaan Saudara, patut
dipahami terlebih dahulu bahwa para ulama mengklasifikasikan orang yang
meninggalkan shalat dalam dua macam. Pertama, orang yang meninggalkan shalat
karena memang mengingkari kewajiban shalat. Ia mengerti bahwa syariat
mewajibkan shalat bagi umat Islam, tapi ia tidak mempercayai dan mengingkari
kewajiban itu. Dalam hal ini ia dihukumi keluar dari agama Islam atau murtad.
Sebab setiap orang yang mengingkari terhadap kewajiban yang telah disepakati
oleh para ulama (mujma’ alaih) maka dihukumi murtad.
Kedua, orang yang meninggalkan shalat tanpa
ada maksud mengingkari kewajiban shalat. Orang dengan klasifikasi kedua ini
tidak sampai dihukumi murtad, sebab ia masih mempercayai bahwa melaksanakan
shalat adalah hal yang wajib, meskipun ia tidak melakukannya karena malas atau
terdapat udzur (seperti lupa atau tertidur). Menurut pendapat yang shahih, ia
tak sampai jatuh pada status murtad atau kafir. Meski begitu, ia tetap berkewajiban
mengqadha shalatnya (lihat: (Syekh Khatib asy-Syirbini, al-Iqna’, Juz 1,
Hal. 195).
Dari dua macam orang yang meninggalkan shalat
di atas, orang yang masuk dalam kategori pertama yakni orang yang meninggalkan
shalat karena mengingkari kewajiban shalat, ketika ia meninggal tidak boleh
untuk dishalati, sebab ia dihukumi sebagai murtad karena mengingkari kewajiban
shalat. Sedangkan kategori kedua, tetap wajib untuk dishalat, seperti halnya
mayit muslim lainnya, karena ia masih berstatus sebagai orang muslim. Hal ini
seperti dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzdzab:
إذا
قتلنا تارك الصلاة غسل وكفن وصلي عليه ودفن في مقابر المسلمين ورفع قبره كغيره كما
يفعل بسائر أصحاب الكبائر هذا هو المذهب وبه قطع الجمهور وفيه وجه حكاه
الخراسانيون عن أبي العباس بن القاص صاحب التلخيص أنه لا يغسل ولا يكفن ولا يصلى
عليه ويطمس قبره تغليظا عليه وتحذيرا من حاله وهذا ضعيف
“Ketika orang yang meninggalkan shalat
terbunuh, maka ia wajib dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan di
kuburan orang-orang muslim. Kuburannya juga ditinggikan (berpunuk) seperti
halnya kuburanorang lain. kewajiban ini seperti halnya yang berlaku bagi
orang-orang yang melakukan dosa besar. Ketentuan ini merupakan pandangan yang
kuat dalam mazhab dan diikuti oleh mayoritas ulama. Namun terdapat pandangan
dari ulama Khurasan yang diriwayatkan dari Abu al-Abbas bin al-Qash, pengarang
kitab at-Talkhish bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak dimandikan, tidak
dikafani, tidak dishalati dan kuburannya diberangus. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberatkan dirinya dan memperingatkan atas perbuatannya, namun pendapat ini
adalah pendapat yang lemah” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala
Syarh al-Muhadzab, juz 5, hal. 268)
Meskipun seseorang meninggalkan shalat
berulang-ulang karena faktor malas, tetap saja wajib bagi umat Islam yang
mengetahui kematiannya untuk menshalati jenazahnya. Hal ini ditegaskan dalam
kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibin:
أنه
إذا قتل يغسل ويكفن ويصلى عليه ويدفن في مقابر المسلمين، إن كان تركها كسلا
“Ketika orang yang meninggalkan shalat
terbunuh maka wajib dimandikan, dikafani, dishalati dan dikubur di kuburan
orang-orang muslim, ketika memang ia meninggalkan shalat karena malas” (Syekh
Abu Bakar Muhammad Syatha’, Hasyiyah I’anah ath-Thalibin, juz 1, hal. 30)
Maka sebaiknya bagi kita sebelum memutuskan
untuk menshalati atau tidak menshalati mayit, agar mengerti terlebih dahulu
tentang faktor yang mendasari seseorang semasa hidupnya meninggalkan shalat,
apakah ia tidak melakukan shalat karena mengingkari terhadap kewajiban shalat
atau hanya karena malas untuk melakukan shalat. Hal ini misalnya dapat
diketahui dari latar belakang kepribadian, keluarga, dan lingkungannya.
Dalam kasus di Indonesia, seseorang tidak
melaksanakan shalat lebih banyak karena faktor malas atau terhalang kesibukan
sehari-hari, daripada pengingkaran terang-terangan atas syariat shalat. Jika
memang demikian, maka tetap wajib untuk menshalati jenazahnya. Kecuali bila
memang seseorang terindikasi mengikuti ajaran atau aliran yang menyeleweng,
sampai menganggap shalat tidak wajib, terlebih ketika ia mengungkapkan ke
khalayak umum tentang keyakinannya tersebut, maka dalam hal ini sudah tidak
wajib lagi menshalati janazahnya.
Menanggung Dosa Orang Tak Pernah Shalat?
Tidak benar bahwa menshalati jenazah orang
yang semasa hidupnya tidak shalat, akan berimbas pada penanggungan dosa mayit
tersebut pada orang-orang yang menshalatinya. Yang terjadi justru bisa
sebaliknya: masyarakat secara keseluruhan berdosa karena tak menshalati jenazah
yang seharusnya dishalati. Mengingat, shalat jenazah adalah fardhu kifayah
(kewajiban kolektif).
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَلا
تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Dan seseorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain." (QS al-An'am:164)
Demikian jawaban singkat dari kami, semoga
dapat mencerahkan dan bermanfaat. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di
Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar