Jumat, 20 September 2019

(Ngaji of the Day) Penjelasan KH Syafi’i Hadzami tentang Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman


Penjelasan KH Syafi’i Hadzami tentang Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman

Ulasan di bawah ini merupakan jawaban KH M Syafi’i Hadzami, ulama kenamaan Ahlussunnah wal Jamaah asal Betawi, dalam program tanya-jawab agama Islam yang pernah disiarkan melalui siaran radio Cenderawasih Jakarta. Penjelasan ini terdokumentasi dalam buku kumpulan jawaban KH M Syafi’i Hadzami berjudul Taudlihul Adillah, 100 Masalah Agama  jilid 6, yang diterbitkan Menara Kudus, tanpa ketarangan tahun terbit.

Berikut kutipan lengkapnya:

Pertanyaan

Minta penjelasan tentang maksud dan pelaksanaan hadits berikut ini, dan apakah betul-betul hadits Nabi ?

قَالَ رَسُولُ الله : وَاَّلذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمْ ابنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيُفِيْضَ الْمَالَ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ

Artinya: “Bersabda Rasulullah : Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya (red: dalam kekuasan-Nya), sungguh hampir akan turun kepadamu (kepada umat ini) Ibn Maryam, menjadi hakim yang adil. Maka Ibn Maryam akan memecahkan palang salib, membunuh babi, membebaskan manusia dari jizyah, dan melimpah-ruahlah harta hingga tak ada seseorang yang mau menerimanya.”

Berapa lama lagi Ibn Maryam itu akan datang, dan dari mana kita menunggunya; apakah umat Islam akan dipimpin oleh Nabi Isa ‘alaihissalam padahal syari’atnya menurut kata orang hanya khusus untuk Bani Israil?

(Pertanyaan dari A. Hasan Tou, Gang Subur II/19 Rt 08 Rw 05, Tanah Kusir 1, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan)

Jawaban:

Hadits tersebut ditakhrijkan oleh Al-Bukhari dalam Kitâbul Buyû’ dan dalam Kitâbul Madzâlim, dan dalam Kitâbu Ahâdîtsil Anbiyâ’. Sedang Imam Muslim mentakhrijkan dalam Kitâbul Imân. Abu Daud As-Sajistâni mentakhrijkan hadits tersebut dalam Kitâbul Malâhim, dan At-Tirmidzi dalam Kitâbul Fitan. Demikian pula Ibnu Majah mengeluarkannya dalam Kitâbul Fitan dan ditakhrijkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Untuk singkatnya dapat dikatakan “Rawâhul Jamâ’atu Illa an-Nasâiya”, artinya diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Imam An-Nasai.

Adapun mengenai hadits:

 كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ

Artinya: “Bagaimana halmu, jika anak Maryam turun kepadamu, sedang yang mengimami kamu adalah daripada kamu?”

Hadits tersebut ditakhrijkan oleh Imamul Bukhari dalam Kitâbul Anbiyâ’ dan dalam Kitâbul Imân, dan dikeluarkan pula oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya.

Jelaslah bahwa menurut hadits tersebut bahwa tidak diragukan tentang akan turunnya Nabiyallah Isa bin Maryam 'alaihissalam, di akhir zaman. Akan tetapi tentang bila ketentuan masa turunnya adalah ghaib bagi kita, karena hal tersebut serangkaian dengan akan terjadinya hari qiamat dan tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah subhanahu wata’ala

Dan turunnya Nabiyallah Isa ‘alaihissalam itu adalah termasuk Asyrathus-sâ’ah, tanda-tanda hari kiamat. 

Menurut hadits Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Nabiyallah Isa ‘alaihissalam akan turun dekat menara putih di Dimasyqa atau Damascus. Dan beliau akan membunuh Dajjal di tempat yang bernama Ludd di Damascus pula. Beliau akan mengerjakan haji dan umrah dari jalan Fajjurauhâ’, dan beliau datang membawa syari’at Nabi Muhammad dan beliau adalah sebagai umatnya pula, nabi benuman (red: nabi pengangkatan) lama, dan bukan sebagai nabi yang baru.

Dan turunnya beliau adalah dari langit, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Kitâbul Asmâi was Shifât dari Hasyim bin Hasan dari Muhammad dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anh. 

Bersabda Rasulullah :

كَيْفَ بِكُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ مِنَ السَّمَاءِ فِيْكُمْ وَاِمَامُكُمْ مِنْكُمْ

Artinya: “Bagaimana nanti keadaan kamu apabila turun Nabi Isa anak Maryam dari langit kepada kamu sedang Imam kamu di antara kamu sendiri.”

Jelas dalam hadits tersebut bahwa yang akan turun adalah Nabiyallah Isa 'alaihissalam secara haqiqi, bukan orang yang serupa Isa. Dan beliau turun dari langit sebagaimana hadits Al-Baihaqi. 

Walhasil dalam hadits ini tidak ada majaz, dan putaran arti dan makna yang lain, karena lafadh hadits dimulai dengan sumpah yaitu: walladzî nafsî biyadihi, demi Tuhan yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya.

Menurut kaidah:

اَلْقَسَمُ يَدُلُّ عَلَى اَنَّ الْخَبَرَ مَحْمُوْلٌ عَلَى الظَّاهِرِ لاَ تَأْوِيْلَ فِيْهِ وَلاَ اسْتِثْنَا وَاِلاَّ فَاَيُّ فَائِدَةٍ فِى ذِكْرِ الْقَسَمِ

Artinya: “Sumpah itu menunjukkan bahwa perkataan terpakai menurut dhahirnya, tidak ada takwil, dan tidak ada kecuali. Jika tidak begitu, apa gunanya menyebut sumpah.”

Jadi, dilalah hadits itu sudah jelas dan gamblang; jadi tidak usah ada macam-macam lagi. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar