Penjelasan KH Syafi’i
Hadzami tentang Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman
Ulasan di bawah ini merupakan jawaban KH M
Syafi’i Hadzami, ulama kenamaan Ahlussunnah wal Jamaah asal Betawi, dalam
program tanya-jawab agama Islam yang pernah disiarkan melalui siaran radio
Cenderawasih Jakarta. Penjelasan ini terdokumentasi dalam buku kumpulan jawaban
KH M Syafi’i Hadzami berjudul Taudlihul Adillah, 100 Masalah Agama
jilid 6, yang diterbitkan Menara Kudus, tanpa ketarangan tahun terbit.
Berikut kutipan lengkapnya:
Pertanyaan
Minta penjelasan tentang maksud dan
pelaksanaan hadits berikut ini, dan apakah betul-betul hadits Nabi ﷺ?
قَالَ
رَسُولُ الله ﷺ :
وَاَّلذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمْ ابنُ مَرْيَمَ
حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ
الْجِزْيَةَ وَيُفِيْضَ الْمَالَ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Artinya: “Bersabda Rasulullah ﷺ: Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya (red: dalam
kekuasan-Nya), sungguh hampir akan turun kepadamu (kepada umat ini) Ibn Maryam,
menjadi hakim yang adil. Maka Ibn Maryam akan memecahkan palang salib, membunuh
babi, membebaskan manusia dari jizyah, dan melimpah-ruahlah harta hingga tak
ada seseorang yang mau menerimanya.”
Berapa lama lagi Ibn Maryam itu akan datang,
dan dari mana kita menunggunya; apakah umat Islam akan dipimpin oleh Nabi Isa ‘alaihissalam
padahal syari’atnya menurut kata orang hanya khusus untuk Bani Israil?
(Pertanyaan dari A. Hasan Tou, Gang Subur
II/19 Rt 08 Rw 05, Tanah Kusir 1, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan)
Jawaban:
Hadits tersebut ditakhrijkan oleh Al-Bukhari
dalam Kitâbul Buyû’ dan dalam Kitâbul Madzâlim, dan dalam Kitâbu
Ahâdîtsil Anbiyâ’. Sedang Imam Muslim mentakhrijkan dalam Kitâbul Imân.
Abu Daud As-Sajistâni mentakhrijkan hadits tersebut dalam Kitâbul Malâhim,
dan At-Tirmidzi dalam Kitâbul Fitan. Demikian pula Ibnu Majah
mengeluarkannya dalam Kitâbul Fitan dan ditakhrijkan pula oleh Imam
Ahmad dalam Musnad-nya. Untuk singkatnya dapat dikatakan “Rawâhul Jamâ’atu
Illa an-Nasâiya”, artinya diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Imam An-Nasai.
Adapun mengenai hadits:
كَيْفَ
أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
Artinya: “Bagaimana halmu, jika anak Maryam
turun kepadamu, sedang yang mengimami kamu adalah daripada kamu?”
Hadits tersebut ditakhrijkan oleh Imamul
Bukhari dalam Kitâbul Anbiyâ’ dan dalam Kitâbul Imân, dan
dikeluarkan pula oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya.
Jelaslah bahwa menurut hadits tersebut bahwa
tidak diragukan tentang akan turunnya Nabiyallah Isa bin Maryam 'alaihissalam,
di akhir zaman. Akan tetapi tentang bila ketentuan masa turunnya adalah ghaib
bagi kita, karena hal tersebut serangkaian dengan akan terjadinya hari qiamat
dan tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah subhanahu wata’ala.
Dan turunnya Nabiyallah Isa ‘alaihissalam itu
adalah termasuk Asyrathus-sâ’ah, tanda-tanda hari kiamat.
Menurut hadits Al-Bukhari dan Muslim, bahwa
Nabiyallah Isa ‘alaihissalam akan turun dekat menara putih di Dimasyqa
atau Damascus. Dan beliau akan membunuh Dajjal di tempat yang bernama Ludd di
Damascus pula. Beliau akan mengerjakan haji dan umrah dari jalan Fajjurauhâ’,
dan beliau datang membawa syari’at Nabi Muhammad dan beliau adalah sebagai
umatnya pula, nabi benuman (red: nabi pengangkatan) lama, dan bukan sebagai
nabi yang baru.
Dan turunnya beliau adalah dari langit,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Kitâbul Asmâi
was Shifât dari Hasyim bin Hasan dari Muhammad dari Abi Hurairah
radliyallahu ‘anh.
Bersabda Rasulullah ﷺ:
كَيْفَ
بِكُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ مِنَ السَّمَاءِ فِيْكُمْ وَاِمَامُكُمْ
مِنْكُمْ
Artinya: “Bagaimana nanti keadaan kamu
apabila turun Nabi Isa anak Maryam dari langit kepada kamu sedang Imam kamu di
antara kamu sendiri.”
Jelas dalam hadits tersebut bahwa yang akan
turun adalah Nabiyallah Isa 'alaihissalam secara haqiqi, bukan orang
yang serupa Isa. Dan beliau turun dari langit sebagaimana hadits
Al-Baihaqi.
Walhasil dalam hadits ini tidak ada majaz,
dan putaran arti dan makna yang lain, karena lafadh hadits dimulai dengan
sumpah yaitu: walladzî nafsî biyadihi, demi Tuhan yang jiwaku berada
pada kekuasaan-Nya.
Menurut kaidah:
اَلْقَسَمُ
يَدُلُّ عَلَى اَنَّ الْخَبَرَ مَحْمُوْلٌ عَلَى الظَّاهِرِ لاَ تَأْوِيْلَ فِيْهِ
وَلاَ اسْتِثْنَا وَاِلاَّ فَاَيُّ فَائِدَةٍ فِى ذِكْرِ الْقَسَمِ
Artinya: “Sumpah itu menunjukkan bahwa
perkataan terpakai menurut dhahirnya, tidak ada takwil, dan tidak ada kecuali.
Jika tidak begitu, apa gunanya menyebut sumpah.”
Jadi, dilalah hadits itu sudah jelas dan
gamblang; jadi tidak usah ada macam-macam lagi. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar