Tiga Ilmu yang Wajib
Dipelajari Setiap Muslim
Adalah pemandangan yang kaprah di masyarakat,
ilmu dibedakan menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Pemahaman ini kemudian lebih
dikuatkan dengan adanya pembagian sekolah yang disebut dengan sekolah umum dan
sekolah agama atau yang lebih dikenal dengan madrasah.
Sesungguhnya para ulama tidak membagi ilmu
dengan pembagian yang demikian. Bila membaca berbagai literatur akan didapati
bahwa yang dibedakan oleh para ulama bukanlah jenis ilmunya, namun hukum
mempelajarinya. Dalam kitab Ihya Ulûmid Dîn misalnya Imam Al-Ghazali
membedakan ilmu menjadi ilmu yang fardlu ‘ain hukumnya untuk dipelajari
dan ilmu yang fardlu kifayah hukumnya untuk dipelajari.
Ilmu yang fardlu kifayah hukum mempelajarinya
berarti tidak setiap orang Islam wajib mempelajari ilmu tersebut. Bila ada satu
di antara mereka yang telah mempelajarinya maka itu sudah cukup menggugurkan
orang Islam lain untuk mempelajarinya. Termasuk dalam kategori ilmu ini adalah
ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu kedokteran, ilmu biologi dan lain sebagainya.
Bila ada satu orang Islam yang mempelajarinya maka gugurlah kewajiban orang
Islam lainnya untuk memepelajarinya.
Sedangkan ilmu yang hukum mempelajarinya
adalah fardlu ‘ain maka ilmu ini tidak bisa tidak harus dipelajari dan dipahami
oleh setiap individu Muslim. Tak ada celah bagi seorang Muslim untuk tidak
mempelajari ilmu pada kategori ini.
Lalu ilmu apa saja yang hukum mempelajarinya
termasuk dalam kategori fardlu ‘ain?
Menurut Syekh Zainudin Al-Malibari di dalam
kitab Mandhûmatu Hidâyatil Adzkiyâ’ ilâ Tharîqil Auliyâ’, di mana kitab
ini diberi penjelasan oleh Sayid Bakri Al-Makki dalam kitab Kifâyatul
Atqiyâ’ wa Minhâjul Awliyâ’, bahwa ada 3 (tiga) ilmu yang wajib dipelajari
oleh setiap orang Muslim dengan kewajiban fardlu ‘ain. Ketiga ilmu itu adalah
ilmu yang menjadikan ibadah menjadi sah, ilmu yang mengesahkan aqidah, dan ilmu
yang menjadikan hati bersih.
Dalam kitab itu Al-Malibari menuturkan:
وتعلمن
علما يصحح طاعــة
وعقيدة
ومزكي القلب اصقلا
هذا
الثلاثة فرض عين فاعرفن
واعمل
بها تحصل نجاة واعتلا
Pelajarilah ilmu yang mengesahkan
ketaatan
mengesahkan aqidah serta mensucikan
hati
Ketiganya ini fardlu ain hukumnya,
ketahuilah
amalkanlah, maka terwujud keselamatan
dan kehormatan
Inilah tiga ilmu yang setiap orang Islam
wajib mempelajarinya.
Pertama, ilmu yang
menjadikan sahnya ibadah kepada Allah adalah ilmu fiqih yang membahas tentang
bagaimana semestinya seorang Muslim beribadah kepada Allah. Sebagai contoh,
setiap Muslim wajib mempelajari ilmu tentang bagaimana caranya shalat yang
benar dan baik. Juga ia wajib mempelajari berbagai ilmu yang berkaitan dengan
keabsahan shalat, seperti caranya berwudlu, cara mensucikan berbagai macam
najis, bertayamum, beristinja dan lain sebagainya.
Seorang Muslim juga wajib mempelajari
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ibadah-ibadah lain seperti puasa, zakat, haji
dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam kategori ini adalah ilmu muamalat,
ilmu yang mengatur bagaimana semestinya seseorang melakukan berbagai macam
kegiatan yang berhubungan dengan sesama manusia, seperti jual beli, sewa
menyewa, penitipan, dan sebagainya.
Ilmu-ilmu ini fardlu ain hukumnya untuk
dipelajari mengingat amalan seseorang yang tidak didasari dengan ilmu maka
amalan yang dilakukannya itu menjadi batal, tak diterima. Sebagaimana
dituturkan Ibnu Ruslan dalam kitab Zubad:
وكل
من بغير علم يعمل
أعماله
مردودة لا تقبل
Setiap orang yang beramal tanpa ilmu
Maka amalnya tertolak, tak diterima
Kedua, ilmu yang
menjadikan aqidah atau kepercayaan seseorang menjadi benar sesuai dengan aqidah
yang dianut oleh para ulama Ahlussunah wal Jama’ah. Dengan mempelajari dan
memahami ilmu ini maka seseorang akan terjaga dari aqidah-aqidah yang rusak dan
tidak benar seperti aqidah Mu’tazilah, Jabariyah, dan Mujassimiyah.
Orang yang tidak mempelajari ilmu ini maka
dikhawatirkan ia akan salah dalam memahami dan meyakini perihal bagaimana Allah
dan berbagai permasalahan keimanan lainnya.
Ketiga, ilmu yang
menjadikan hati bersih dari berbagai macam akhlak yang jelek seperti riya,
sombong, dengki, hasud dan berbagai macam penyakit hati lainnya. Ilmu ini wajib
pula dipelajari oleh setiap orang Muslim mengingat perilaku orang tidak hanya
apa yang dilakukan oleh anggota badan secara lahir namun juga perilaku-perilaku
hati secara batin.
Sayid Bakri Al-Makki memberikan penjelasan
masalah ini di dalam kitabnya Kifâyatul Atqiyâ’ wa Minhâjul Ashfiyâ’.
Beliau menuturkan bahwa tak ada kelonggaran bagi seorang pun untuk tidak
mengetahui ketiga ilmu tersebut. Inilah ilmu syariat yang bermanfaat. Tak cukup
dengan memepelajari dan mengetahuinya saja. Orang yang telah mempelajarinya
juga mesti mengamalkannya. Karena siapapun yang telah mengetahui ketiga ilmu ini
tidak akan bisa selamat kecuali dengan mengamalkannya.
Ya, untuk mendapatkan keselamatan di akherat
kelak serta tingginya derajat di dunia dan akherat tak bisa lepas dari tiga
hal: keyakinan atau aqidah yang benar, ibadah yang benar, dan hati yang bersih.
Hal ini semestinya menjadi perhatian bagi
setiap orang Muslim. Lebih-lebih semestinya menjadi perhatian bagi para orang
tua untuk lebih mengutamakan ketiga ilmu tersebut bagi para anaknya. Sudah
semestinya ketika anak-anak masih belum akil baligh setiap orang tua lebih
mementingkan ketiga ilmu tersebut dibanding ilmu-ilmu lainnya. Ini dikarenakan
ketika sang anak sudah menginjak masa akil baligh, yang artinya dia telah
mukallaf dan menanggung setiap akibat perbuatannya, maka ia sudah harus
melakukan berbagai macam tuntutan syariat yang akan memberinya pahala bila
melakukannya dan memberinya dosa bila meninggalkannya. Untuk melakukan tuntutan
syariat ini mau tidak mau ia harus telah memiliki dan memahami ilmu-ilmunya
yang semestinya telah dipelajari sejak dari kecil.
Bila sampai dengan akil baligh sang anak
belum tahu bagaimana semestinya beraqidah dan beribadah kepada Allah sehingga
ia melakukan kesalahan, maka orang tua akan ikut menanggung akibat dari
kesalahan tersebut, karena keteledorannya yang tak memberikan ilmu agama yang
cukup saat sang anak masih belum baligh.
Tidak salah memberikan berbagai macam ilmu
ketika anak masih duduk di bangku sekolah dasar, sebelum anak akil baligh.
Tetapi adalah kerugian yang besar bila orang tua tak memperhatikan dan tak
memberikan ilmu yang cukup bagi anak untuk kelak ketika ia telah akil baligh
berhubungan dengan Tuhan dan sesama makhluk dengan baik dan benar.
Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar