Trisakti Bung Karno di Bawah Ancaman Asing (1)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Bagi mereka yang mengikuti perkembangan politik dan ekonomi
Indonesia sejak pertengahan abad yang lalu, tidak ada yang baru dalam Resonansi
ini. Jika ada yang terasa baru adalah perlunya penekanan kembali komitmen
negara terhadap gagasan Trisakti Bung Karno itu.
Saya belum menemukan sumber risalah autentik yang lengkap tentang
Trisakti itu: Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan
berkepribadian dalam kebudayaan. Trisakti ini adalah bangunan dan corak ideal
masa depan Indonesia yang harus diperjuangkan terus- menerus melalui proses
dialektika yang dinamis dengan Pancasila sebagai landasan filosofisnya dan
Pasal 33 UUD 1945 sebagai pedoman operasionalnya.
Ada terbaca dalam Tavip (Tahun Vivere Pericoloso), pidato Presiden
Sukarno pada 17 Agustus 1964 tentang Trisakti itu, tetapi rumusannya begini: “
…berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi, bebas dalam politik,
berkepribadian dalam kebudayaan (lih. Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid 2.
Jakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1965, hlm. 587. Dikutip
sebagaimana aslinya, tetapi ejaan disesuaikan). Hanya ini sumber primer yang
saya temukan. Sumber-sumber lain adalah ulasan orang tentang Trisakti itu.
Sekalipun berbeda redaksi dan urutannya, substansinya sama.
Gagasan Trisakti ni kembali mendapat perhatian publik setelah
paslon Jokowi-JK dalam kampanye 2014 berjanji akan menjalankan Sembilan Agenda
Prioritas jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden dalam pilpres
sebagai perwujudan dari Trisakti Bung Karno. Ternyata keduanya terpilih. Apa
saja sembilan prioritas itu? Perlu direkamkan kembali di sini agar kita bisa
menilai sampai di mana program itu diterjemahkan dalam bentuknya yang kongkret.
Nawacita itu sebagai berikut: 1. Menghadirkan kembali negara untuk
melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara,
melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang tepercaya dan
pembangunan pertahanan negara trimatra terpadu yang dilandasi kepentingan
nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 2. Membuat pemerintah
tidak absen dengan pembangunan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan tepercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan
kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan
konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga
perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah
dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan tepercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia
Pintar,” serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia
Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong //land reform// dan program
pemilikan tanah seluas 9 hektare, program rumah kampung deret, atau rumah susun
murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat pada 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama
bangsa-bangsa Asia lainnya. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan
kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti
pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah
Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
9. Memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan
ruang-ruang dialog antarwarga.
Itulah penjabaran Trisakti dalam format Nawacita yang tentunya
akan dilanjutkan oleh Presiden Jokowi pada periode kedua, 2019-2024, mungkin
dengan tambahan, koreksi, atau pengayaan dari periode 2014-2019. Kita ikuti
saja perkembangannya. Pertanyaan kita: sampai di mana realisasi program
Nawacita selama periode 2014-2019? Kita soroti secara umum saja karena titik
perhatian kita bukan pada Nawacita, melainkan pada ancaman asing terhadap
gagasan Trisakti.
Ancaman ini sudah berlangsung lama, Jokowi tentu sangat mengetahui,
karena semuanya adalah warisan dosa rezim masa lampau, diawali rezim Orde Baru
(1966-1998) dan seterusnya, sebagai antitesis terhadap sistem Demokrasi
Terpimpin, 1959-1966, yang juga gagal membangun Indonesia. Bung Karno adalah
seorang penggagas visioner yang sukar dicari tandingannya, sekalipun dia belum
berhasil menerjemahkannya dalam proses pembangunan nasional sampai wafat pada
1970. []
REPUBLIKA, 30 Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar