Jumatan adalah Hajinya
Orang-orang Fakir
Keutamaan shalat Jumat tidak diragukan lagi.
Banyak beberapa dalil yang menjelaskannya. Salah satunya adalah yang
menyebutkan bahwa shalat Jumat adalah hajinya orang-orang fakir. Apa maksud
dari keutamaan ini? Bagaimana status riwayatnya?
Hadits mengenai Jumat sebagai hajinya
orang-orang fakir diriwayatkan oleh al-Qadla’i dan ibnu Asakir dari Ibnu Abbas
dengan redaksi:
الجمعة
حج الفقراء
“Jumat adalah hajinya orang-orang fakir.”
Menurut pakar hadits, Syekh Abdurrauf
al-Manawi, hadits tersebut tergolong lemah riwayatnya. Al-Manawi menegaskan:
رواه
القضاعي وابن عساكر عن ابن عباس بإسناد واه
“Hadits riwayat al-Qadla’i dan Ibnu Asakir
dari Ibnu Abbas dengan sanad yang lemah.” (Abdurrauf al-Manawi, al-Taisir bi
Syarh al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 995).
Meski tergolong lemah riwayatnya, namun tetap
bisa diamalkan, karena berkaitan dengan keutamaan amaliah (fadlail al-a’mal),
bukan dalam konteks penetapan hukum.
Menurut al-‘Amiri, sebagaimana dikutip Syekh
Abdurrauf al-Manawi, maksud dari hadits tersebut adalah, bahwa orang yang rajin
beribadah Jumat yang sangat berharap bisa berangkat haji, namun terkendala
biaya, Allah memberinya pahala sebagaimana pahala haji atas kemauan yang ia miliki.
Menurut al-Amiri, hal ini senada dengan hadits lain tentang keutamaan niat
berjihad, saat suatu kelompok punya tekad yang kuat untuk berjihad, ia tidak
dapat hadir berperang karena tertimpa udzur, mereka tetap mendapat pahala
sebagaimana pasukan yang ikut berperang.
Al-Manawi menegaskan:
ـ
(الجمعة حج الفقراء)
قال العامري : لما عجز المسكين عن مال الحج أو ضعف وكان يتمناه بقلبه نظر الكريم
إلى تحسره فأعطاه ثواب الحج بقصده على منوال خبر إن بالمدينة أقواما ما قطعتم
واديا إلا وقد سبقوكم إليه حبسهم العذر
“Jumat adalah hajinya orang-orang fakir.
Al-Amiri berkata, saat orang miskin tidak mampu dari biaya haji atau terkendala
lemah fisik, dan ia berkeinginan berangkat haji di dalam hatinya, maka Allah
sang maha dermawan melihat kesedihannya, maka Allah memberinya pahala seperti
pahala haji atas niat baiknya. Hal ini sesuai dengan anugerah yang diterangkan
dalam hadits, sesungguhnya di Madinah terdapat beberapa kaum yang kalian tidak
menempuh jurang kecuali mereka mendahului kalian di dalamnya. Mereka tertahan oleh
udzur.” (Syekh Abdurrauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 3, hal. 474).
Pandangan berbeda diutarakan Syekh Ihsan bin
Dakhlan. Menurut beliau, pahala berjumatan memang sangat besar, saking besarnya
sehingga disandingkan dengan pahala haji. Namun, pahala haji tetap lebih besar
dari pada Jumat. Sehingga menurut beliau, penyerupaan Jumat dengan haji adalah
dari sisi sama-sama memiliki pahala yang besar, meski kadar pahalanya terdapat
selisih. Ulama asal Jampes Kediri tersebut menegaskan:
يَعْنِيْ
ذَهَابُ الْعَاجِزِيْنَ عَنِ الْحَجِّ اِلَى الْجُمُعَةِ هُوَ لَهُمْ كَالْحَجِّ
فِيْ حُصُوْلِ الثَّوَابِ وَاِنْ تَفَاوَتَ وَفِيْهِ الْحَثُّ عَلَى فِعْلِهَا
وَالتَّرْغِيْبُ فِيْهِ.
“Maksudnya, berangkatnya orang-orang yang
tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat menuju tempat haji
dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda tingkat pahalanya. Dalam hadits
ini memberi dorongan untuk melakukan Jumat.” (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij
al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz 1, hal. 282, cetakan Ponpes Jampes Kediri,
tt).
Keutamaan pahala Jumat disandingkan dengan
haji bukan berarti menyimpulkan ibadah haji bisa digantikan dengan Jumat. Bagi
orang yang mampu, tetap berkewajiban melaksanakan haji. Penyandingan pahala dua
ibadah di atas lebih mengarah kepada dorongan untuk rajin melaksanakan Jumatan.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar