Tujuh Adab Berteman Menurut
Imam Al-Ghazali
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan
teman. Seorang teman yang baik terkadang bisa melebihi kebaikan saudara
sendiri. Hal ini dimungkinkan sebab hubungan antar teman cenderung setara di
mana berlaku prinsip menghargai antara satu dengan yang lain. Anjuran untuk
saling menghargai seperti itu sangat jelas sebagaimana dikemukakan oleh Imam
al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail
al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 444), sebagai
berikut
آداب
الإخوان: الاستبشار بهم عند اللقاء، والابتداء بالسلام، والمؤانسة والتوسعة عند
الجلوس، والتشييع عند القيام، والإنصات عند الكلام، وتكره المجادلة في المقال،
وحسن القول للحكايات، وترك الجواب عند انقضاء الخطاب، والنداء بأحب الأسماء
Artinya: “Adab berteman, yakni: Menunjukkan
rasa gembira ketika bertemu, mendahului beruluk salam, bersikap ramah dan
lapang dada ketika duduk bersama, turut melepas saat teman berdiri,
memperhatikan saat teman berbicara dan tidak mendebat ketika sedang berbicara,
menceritakan hal-hal yang baik, tidak memotong pembicaraan dan memanggil dengan
nama yang disenangi.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan ketujuh
adab berteman sebagai berikut:
Pertama, menunjukkan rasa gembira ketika
bertemu. Hal ini menjadi salah satu tanda pertemanan yang baik. Orang-orang
yang bermusuhan cenderung saling membenci ketika bertemu sehingga lebih sering
menghindar dari pertemuan. Teman yang baik tidak hanya menunjukkan rasa
gembira, tetapi juga saling menjaga perasaan masing-masing ketika bertemu
dengan menghindari sikap atau kata-kata yang tidak mengenakkan.
Kedua, mendahului mengucapkan salam. Seorang
teman tidak sungkan-sungkan untuk mendahului beruluk salam meskipun mungkin ia
lebih tinggi kedudukannya secara sosial. Seorang teman cenderung menempatkan
diri setara dengan tidak memandang yang lain lebih rendah dari dirinya. Tentu
saja secara moral, pihak yang mendahului mengucapkan salam adalah lebih baik
sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad.
Ketiga, ramah dan lapang dada ketika duduk
bersama. Hubungan pertemanan memang sangat menyenangkan terutama karena tidak
ada jarak di antara mereka. Hal seperti ini memungkinkan terjalinnya keakraban
satu sama lain dan keramahan yang tulus. Jika terjadi hal-hal yang khilaf,
seorang teman akan cenderung mudah memaafkan karena umumnya tidak menginginkan
pertemannnya menjadi renggang.
Keempat, ikut melepas saat teman berdiri.
Sikap ini menunjukkan penghargaan atau penghormatan terhadap teman. Dalam
konteks pertemanan, seseorang tidak lazim diperlakukan seperti bawahan
sebagaimana dalam sebuah struktur tertentu, misalnya pabrik. Artinya hubungan
pertemanan tidak bisa disamakan dengan hubungan kerja antara atasan dan
bawahan. Seorang teman memperlakukan temannya sebagaimana ia ingin diperlakukan
sama dengan teman tersebut. Dan inilah hakikat pertemanan yakni
kesetaraan.
Kelima, memperhatikan saat temana berbicara
dan tidak mendebat di saat sedang berbicara. Sikap ini juga menunjukkan
penghargaan atau penghormatan terhadap teman sebagai wujud dari kesetaraan.
Dalam pertemanan kedua belah pihak tidak ingin saling menyakiti. Hal-hal yang
bisa merusak pertemanan akan dihindari sebanyak mungkin. Teman yang baik bisa
melebihi kebaikan saudara sendiri. Hal ini sering terjadi di dalam
masyarakat.
Keenam, menceritakan hal-hal yang baik.
Sebagaimana diuraikan dalam poin kelima bahwa dalam pertemanan kedua belah
pihak tidak ingin saling menyakiti. Salah satu caranya adalah menceritakan
hal-hal yang baik dan bukan menceritakan hal-hal yang bisa menimbulkan rasa
malu, tersakiti ataupun menyinggung perasaannya. Jika hal seperti ini bisa
dijaga dengan baik tentu hubungan pertemanan akan langgeng, dan bahkan bisa
berlanjut hingga ke anak cucu.
Ketujuh, tidak memotong pembicaraannya dan
memanggil dengan nama yang disenangi. Memotong pembicaraan seorang teman tanpa
alasan yang kuat bisa berarti tidak menghormatinya. Hal seperti ini sebaiknya
dihindari untuk menjaga hubungan baik antar teman. Demikian pula memanggil
teman sebaiknya dengan panggilan yang ia senangi. Seseorang mungkin biasa
dipanggil sesuai dengan pekerjaannya. Tetapi apabila panggilan seperti ini
sebetulnya tidak dia senangi, maka sebaiknya dihindari.
Demikianlah ketujuh adab seorang teman
sebagaimana nasihat Iman Al-Ghazali. Apabila ketujuh adab ini dapat
dipraktikkan dengan baik, tentu hubungan antar teman akan terus berlanjut dengan
baik. Bahkan tidak jarang dari hubungan pertemanan atau persahabatan bisa
meningkat menjadi hubungan yang lebih dekat lagi seperti menjadi menantu,
mertua atau besan dan sebagainya sebagaimana Rasulullah akhirnya menjadi
menantu bagi sahabat Abu Bakar as-Shiddiq RA dan Umar bib Khattab RA; dan
beliau juga menjadi mertua bagi sahabat Utsman bin Affan RA. Ali bin Abi Thalib
RA juga menjadi menantu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di
samping sebagai saudara sepupu. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar