Formasi Kabinet Baru untuk ‘Visi Indonesia’
Oleh: Bambang Soesatyo
MINTA atau menawarkan diri jadi menteri ini-itu memang bukan pekerjaan haram. Namun, semua orang, termasuk semua kekuatan politik, harus menghormati Hak Prerogatif presiden membentuk formasi kabinet yang ideal untuk merealisasikan program prioritas yang ditetapkan presiden. Begitu etikanya. Maka, semua sahabat presiden hendaknya patuh pada etika itu.
Akan sangat terhormat jika para sahabat menunggu pertanyaan dan permintaan presiden tentang ketersediaan figur dengan kualifikasi tertentu yang dibutuhan presiden untuk pos jabatan tertentu pula. Nah, sambil menunggu panggilan telpon dari presiden, para sahabat presiden bisa mempersiapkan sejumlah figur yang kualifaid, punya leadership, berintegritas dan siap bekerja keras mengikuti ritme kerja presiden.
Termasuk memiliki kemampuan eksekutor, tidak memiliki agenda pribadi kecuali hanya menjalankan misi dan visi presiden untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tidak cengeng seperti anak mami dan berani tidak populer.
Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan sekaligus menawarkan kepada rakyat Indonesia sejumlah program prioritas yang akan direalisasikan sepanjang periode masa bhakti 2019-2024. Jokowi mencatatkan semua program prioritas itu dalam apa yang oleh khalayak kemudian dikenal sebagai ‘Visi Indonesia’, yang dibacakan di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Minggu (14/7/2019).
Bersama wakil presiden (terpilih) KH Ma'ruf Amin, ‘Visi Indonesia’ itu menetapkan lima tahapan besar yang akan direalisasikan untuk menjadikan Indonesia lebih produktif dan kompetitif, dengan fleksibilitas yang tinggi agar mampu merespons perubahan.
Maka, lima tahun ke depan, pemerintah masih akan melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, meningkatkan efektivitas pengelolaan anggaran atau APBN serta bekerja lebih sungguh-sungguh dalam menark investasi. Jokowi juga menegaskan perhatian yang lebih besar akan diberikan pada pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Tak tanggung-tanggung, perbaikan layanan medis kepada ibu hamil, merawat kesehatan ibu dan bayi, layanan kesehatan Balita hingga kesehatan anak usia sekolah dijadikan titik awal pembangunan dan pengembangan kualitas SDM itu.
Ini bukan sekadar pekerjaan besar, tetapi juga rumit. Namun, Jokowi sudah berjanji untuk mewujudkannya, sehingga siapa pun berhak untuk menagih janji itu. Komitmen Jokowi bagi pembangunan SDM ini merefleksikan cintanya terhadap generasi muda Indonesia, karena tantangan masa depan yang akan dihadapi Generasi Milenial dan Generasi Z Indonesia bakal jauh lebih berat. Masa depan bangsa ada di pundak mereka, sehingga menjadi kewajiban negara untuk menyiapkan mereka menjadi generasi unggul.
Disebut pekerjaan besar karena menuntut kepedulian semua pihak, terutama pemerintah daerah. Pada tingkat pemerintah daerah, kepedulian pada program ini harus tercermin pada perilaku dan kebijakan. Kebijakan yang peduli pada program ini sangat diperlukan agar ibu hamil dan bayi di semua daerah, termasuk di pelosok-pelosok desa terpencil, harus dan bisa tersentuh oleh program ini. Pekerjaan ini juga bisa dikatakan rumit karena memerlukan respons atau tanggapan dari masyarakat, utamanya ibu hamil atau keluarga muda. Akan tetapi, jika program ini disosialisasikan dengan intensif, keluar muda di seluruh wilayah tanah air pasti akan memberi tanggapan.
Itulah salah satu fokus ‘Visi Indonesia’ yang paling strategis. Otomatis menjadi fokus kabinet baru masa bhakti lima tahun ke depan, yang formasinya sedang digodok oleh Jokowi dan KH Ma’ruf Amin. Karena itu, para sahabat presiden, utamanya yang tergabung dalam koalisi partai politik (Parpol) pendukung pemerintah, diharapkan juga peduli dan memahami beban pekerjaan kabinet baru. Para sahabat presiden harus menghormati dan menghargai Hak Prerogatif presiden memilih para pembantunya. Berikan kesempatan dan kebebasan seluas-luasnya kepada Jokowi dan KH Ma’ruf Amin untuk menjaring dan memilih calon menteri dari unsur non-Parpol.
Pendidikan dan Dunia Kerja
Benar bahwa Jokowi-Ma’ruf Amin harus akomodatif terhada semua kekuatan politik yang mendukung mereka. Namun, kewajiban moral Jokowi-Ma’ruf Amin ini tidak boleh dimanfaatkan dengan semena-mena oleh para sahabat presiden. Suka tak suka, semua pendukung presiden harus menggarisbawahi kewajiban utama seorang presiden terpilih. Presiden dan Wapres terpilih harus mengutamakan apa yang telah mereka janjikan kepada rakyat. Janji itu telah dirumuskan dalam ‘Visi Indonesia’.
Perkembangan terkini membuat banyak kalangan merasa plong karena Jokowi mau bersikap tegas soal pemilihan figur calon menteri. Sikap tegas Jokowi itu bisa diartikan bahwa dia bersedia mendengarkan permintaan para sahabatnya. Tetapi tidak berarti semua permintaan para sahabat itu akan dipenuhi, sebab pemerintahan baru nanti ingin all out mewujudkan janji kepada rakyat, utamanya pembangunan dan pengembangan kualitas SDM itu.
Mengingat salah satu fokus prioritas itu merupakan pekerjaan yang berat dan rumit, presiden tentu harus komprehensif dalam merumuskan strategi. Artinya, tak hanya memilih orang atau figur calon menteri yang kualifaid, presiden juga harus mengkaji lagi efektivitas kementerian atau lembaga (K/L) untuk memastikan program pembangunan dan pengembangan SDM itu bisa berjalan dengan konsisten dan mencapai sasarannya.
Pengorganisasiannya harus seefektif mungkin karena pekerjaan itu berfokus pada merawat kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita hingga kesehatan anak usia sekolah. Memang, sudah ada instrumen pendukung seperti Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di semua daerah atau Badan keluarga berencana tingkat daerah. Namun, dalam konteks pekerjaan ini, banyak Puskesmas yang efektivitasnya harus ditingkatkan.
Tak berhenti sampai di situ, presiden pun tampaknya harus melihat lagi sistem dan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Tanpa bermaksud menggurui, perubahan zaman secara tak langsung mendorong dunia pendidikan beradaptasi. Adaptasi dunia pendidikan yang berfokus pada sains dan teknologi informasi menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan. Otomatisasi dan digitalisasi kini sudah menjadi bagian tak terpisah dari kehidupan masyarakat.
Konsekuensinya, profil lapangan kerja pun mengalami perubahan. Perubahan profil lapangan kerja itu sudah dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Maka, dunia atau sistem pendidikan pada gilirannya dituntut untuk mampu menghasilkan anak didik yang kompeten dan kompetitif sesuai kebutuhan pasar kerja pada era Industri 4.0 sekarang ini.
Dengan begitu, agar program pembangunan dan pengembangan kualitas SDM itu tepat sasaran, kabinet baru setidaknya harus melakukan penyesuaian atau rekonsiliasi antara arah perubahan sistem pendidikan dengan perubahan profil lapangan atau dunia kerja. Akurasi dari penyesuaian itu tentu saja sangat ditentukan oleh koordinasi sejumlah K/L, seperti kementerian pendidikan, Menristekditi hingga kementerian tenaga kerja. Maka, presiden tentu harus cermat dalam memilih calon menteri yang area kerjanya masuk dalam program pembangunan dan pengembangan kualitas SDM itu.
Kabinet baru yang akan fokus pada pembangunan dan pengembangan kualitas SDM hendaknya dijadikan momentum oleh seluruh elemen masyarakat, utamanya Generasi Milenial dan Generasi Z, untuk serentak beradaptasi dengan era industri 4.0. Momentum itu layak dilihat sebagai lompatan besar untuk mempersiapkan orang muda Indonesia menyongsong dan menanggapi perubahan di masa depan.
Jika segala sesuatunya berjalan sesuai rencana dan target, bonus demografi Indonesia pada 2045 akan menjadi kekuatan, bukan beban. Maka, berilah kesempatan seluas-luasnya kepada Jokowi-Ma’ruf Amin untuk memulai pembangunan dan pengembangan kualitas SDM Indonesia sepanjang lima tahun ke depan. []
SINDONEWS, 18 Agustus 2019
Bambang Soesatyo | Ketua DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar