NU dan Upaya
Kesehatan Sejak 1934
Pada tahun 1947,
Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dipanggil Allah. Ia wafat setelah mendengar
daerah Malang, yang merupakan markas Sabilillah direbut tentara Sekutu. Ia
mengetahui hal itu setelah mendapat laporan salah seorang utusan Jenderal
Sudirman yang diantar Kiai Ghufron.
“Masyaallah,
masyaallah,” seru Hadratussyekh ketika mendengar kabar yang diterimanya pada 7
Ramadhan tahun itu, sebagaiaman diceritakan oleh KH Saifuddin Zuhri pada dua
buku populernya, Berangkat dari Pesantren dan Guruku Orang-orang dari
Pesantren.
Hadratussyekh
kemudian pingsan. Oleh para muridnya, dengan segera, ia dilarikan ke dokter
Angka. Siapa dokter itu? Dialah dokter dari Musytasfa (klinik) NU Jombang yang
didirikan oleh tokoh-tokoh NU pada tahun 1937. Peresmiannya dihadiri
Hadratussyekh, KH Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syansuri dan warga NU
Jombang.
Setelah dibuka, para
tokoh NU menunjuk dr. Angka sebagai dokternya. Namun, hingga saat ini, belum
ditemukan asal-usul lengkap dokter itu.
Perhatian NU terhadap
kesehatan
Pada Muktamar NU
ke-33 di Jombang, para muktamirin mengamanatkan agar pengurus di berbagai
tingkatan untuk berikhtiar dalam bidang hal penting, selain penguatan keagaaman
Ahlusuunah wal Jamaah dan kebangsaan berdasarkan Pancasila. Tiga hal itu
adalah, pendidikan, perekonomian, dan kesehatan.
Pada Rapat Pleno PBNU
2018, akhir pekan lalu, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, dari
amanat muktamar itu, yang paling kentara kemajuannya adalah bidang pendidikan.
Sementara dua yang terakhir masih terus diupayakan dan dikembangkan. Meski
demikian, bukan berarti tidak ada kemajuan sama sekali. Beberapa klinik dan
rumah sakit NU telah mulai dibuka untuk melakukan pelayanan.
Berkaca pada masa NU
awal berdiri, di dalam statuten (AD/ART) NU pada tahun 1930 disebutkan,
organisasi para ulama tersebut mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan
pertanian, perniagaan, dan perusahaan yang tiada dilarang oleh syara
Islam.
Di statuten pasal 3
huruf F itu memang tidak menyebutkan secara khusus terkait upaya kesehatan.
Tapi nyatanya, 6 tahun kemudian, yaitu pada Muktamar NU ke-11 di Banjarmasin
pada 1936, telah ada upaya dari Cabang NU yang mendirikan klinik, yaitu Cabang
NU Serang, Banten (waktu itu masuk ke dalam Jawa Barat).
Pada Muktamar itu,
Cabang NU Serang melaporkan bahwa kepengurusannya telah mengupayakan melayani
kesehatan kepada publik. Mereka menyebutkan bahwa pendirian klinik itu sudah
berjalan dua tahun, berarti didirikan sekitar 1934. Dengan demikian, empat
tahun setelah NU diresmikan sebagai organisasi berbadan hukum menurut
pemerintahan Hindia Belanda, sudah ada upaya melayani kesehatan.
Itu data yang baru
kita ketahui, bisa jadi, cabang NU di daerah juga melakukan hal yang sama, tapi
belum ditemukan datanya.
Menurut Cabang NU
Serang pada laporannya, sangat disayangkan klinik harus berakhir karena NU
tidak memupanya dokter sendiri. Selama ini, mereka hanya menyediakan fasilitas,
sementara dokternya sendiri milik pemerintah.
Karena dokter itu
kemudian dipindahtugaskan oleh pemerintah ke daerah Kalimantan dua klinik itu berhenti.
Pada tahun 1941, NU
Kabupaten Bandung juga mengupayakan pelayanan kesehatan di daerah Ciparaya
dengan nama Poliklinik NU Ciparay. Klinik itu diresmikan oleh salah saeorang
Rais Syuriyah Hoopdbestuur Nahdlatoel Oelama (sekarang PBNU) asal Cirebon,
yaitu Kiai Abbas Buntet. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar