Makna ‘al-Baqiyat
ash-Shalihat’ dalam Al-Qur’an dan Keutamaannya
Ketika membaca Surat Al-Kahfi ayat ke-46,
kita menemukan di sana disebutkan suatu amalan yang ganjarannya lebih utama
dibanding perhiasan dunia yang berupa anak dan harta. Ya, amalan itu adalah
al-bâqiyat ash-shâlihât, adapun ayatnya adalah:
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
(al-bâqiyat ash-shâlihât) adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan.”
Apa sebenarnya makna dimaksud al-bâqiyat
ash-shâlihât dalam ayat ini? Jika menelaah dalam kitab tafsir Jalalain, di sana
disebutkan:
)وَالبَاقِيَاتُ
الصَّالِحَاتُ (هي سبحان
الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر زاد بعضهم ولا حول ولا قوة إلا بالله) خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا (أي ما
يأمله الإنسان ويرجوه عند الله تعالى
Artinya: “Dan al-bâqiyat ash-shâlihât—yaitu
subhânallâh, wal hamdulillâh, wa lâ Ilâha illallâh, wa Allâhu akbar, sebagian
ulama menambahkan: wa lâ hawla walâ quwwata illâ billâh—adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan—tegasnya:
sesuatu yang mana manusia mencita-citakan dan mengharapkannya di sisi Allah
ta’ala. (Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir
Jalâlain, Kairo, Daarul Hadits, halaman 386)
Jika melihat dalam tafsir ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa al-bâqiyat ash-shâlihât adalah dzikir yang sering kita baca
selepas shalat, yaitu tasbih (subhânallâh), tahmid (alhamdulillâh), takbir
(Allâhu akbar), hawqalah (lâ hawla walâ quwwata illâ billâh), dan tahlil (lâ
Ilâha illallâh).
Selain itu, terdapat juga dalam sabda baginda
Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْبَاقِيَاتُ
اَلصَّالِحَاتُ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَسُبْحَانَ اَللَّهِ وَاَللَّهُ
أَكْبَرُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ) أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
وَالْحَاكِمُ(
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radliyallahu ‘anhu
berkata: Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam bersabda: “al-bâqiyat
ash-shâlihât adalah lâ Ilâha illallâh, wa subhânallâh, wa Allâhu akbar, wal
hamdulillâh, wa lâ hawla walâ quwwata illâ billâh.” (Hadits ini ditakhrij oleh
Imam Nasai, dan Imam Ibnu Hibban serta Al-Hakim telah menshasihkannya)
Jika melihat hadits ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa al-bâqiyat ash-shâlihât adalah sebagaimana yang telah
diterangkan oleh Nabi, yaitu beberapa wiridan yang telah beliau terangkan dalam
sabdanya.
Hadits ini diterangkan dalam kitab Ibânatul
Ahkâm Syarh Bulûghul Marâm, karya As-Sayyid ‘Alawiy Al-Malikiy (Maktabah
al-Buhuts wa ad-Dirasat fi Daarul Fikr, Juz. 4, bagian Muamalah, halaman
425-426) bahwa Ibnu ‘Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud al-bâqiyat
ash-shâlihât adalah salat lima waktu, dan dikatakan dalam suatu pendapat bahwa
ia adalah semua amal saleh.
Namun jumhur ulama berpendapat bahwa
al-bâqiyat ash-shâlihât adalah tasbih, tahmid, takbir, hawqalah, dan tahlil,
dan keterangan ini pun diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas juga. Dengan demikian, apa
sebenarnya keunggulan amalan ini sehingga disebutkan secara istimewa dalam
Al-Qur’an?
Kita dapat melihat dalam hadits lainnya,
yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Samroh bin Jundab radliyallahu ‘anh yang
terdapat dalam kitab Shahih Muslim:
وَعَنْ
سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَحَبُّ
اَلْكَلَامِ إِلَى اَللَّهِ أَرْبَعٌ لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
سُبْحَانَ اَللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَاَللَّهُ
أَكْبَرُ) أَخْرَجَهُ
مُسْلِمٌ(
Dari Samurah bin Jundab dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Ucapan yang paling utama itu ada empat,
tidak akan membahayakanmu dengan mana saja kamu memulainya, yaitu subhânallah
(Mahasuci Allah), alhamdulillâh (segala puji bagi Allah), Lâ ilâha illallâh
(tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), dan Allâhu akbar (Allah
Mahabesar. (HR Imam Muslim)
Terkait hadits ini, kitab Ibânatul Ahkâm
Syarh Bulûghul Marâm menjelaskan:
بيان
كلمات يحبّها الله تبارك وتعالى، ويحبّ أن يسمعها من عباده لعظيم شأنها، وما
اشتملت عليه من أركان التوحيد. ففيها التوحيد، وفيها الأكبرية، وفيها التنزيه،
وفيها التمجيد والتعظيم.
Menjelaskan kalimat-kalimat yang disukai
Allah, dan Allah suka mendengar kalimat-kalimat ini dari hamba-hambanya karena
agungnya kedudukan kalimat itu, serta rukun-rukun tauhid yang terkandung di
dalamnya. Dalam kalimat ini terdapat pula makna tauhid (mengesakan), membesarkan,
menyucikan, memuliakan, dan mengagungkan Allah.
Demikianlah makna al-bâqiyat ash-shâlihât
serta keutamaannya. Jika kita ingin dicintai oleh Allah Swt, maka ucapkanlah
kalimat yang dapat membuatNya mencintai kita. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar