Anjuran Mengqadha ketika
Tak Sempat Menjawab Adzan
Menjawab adzan merupakan amalan yang begitu
dianjurkan, sebagaimana hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari: dari
Abu Hurairah radliyallahu ‘anh: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
لَوْ
يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا
إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
“Seandainya manusia mengetahui pahala yang
terdapat dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan
kecuali diundi, niscaya mereka melakukannya.” (HR. Bukhari)
Imam al-Ghazali mengatakan dalam
kitab Bidâyatul Hidâyah:
فَإِذَا
فَرَغْتَ مِنَ الدُّعَاءِ فَلَا تَشْتَغِلْ إِلَى وَقْتِ الْفَرْضِ إِلَّا
بِفِكْرٍ أَوْ تَسْبِيْحٍ أَوْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ. فَإِذَا سَمِعْتَ الْأَذَانَ
فِي أَثْنَاءِ ذَالِكَ فَاقْطَعْ مَا أَنْتَ فِيْهِ وَاشْتَغِلْ بِجَوَابِ
الْمُؤَذِّنِ.
“Apabila engkau telah selesai membaca doa
(masuk masjid), maka jangan menyibukan diri di waktu menuju shalat fardu
kecuali dengan tafakkur, bertasbih, atau membaca Al-Qur’an. Apabila engkau
mendengar adzan di tengah-tengah pekerjaan di atas, maka hentikanlah
pekerjaanmu dan sibukan dirimu dengan menjawab muadzdzin (pelantun adzan).”
(Imam al-Ghazali, Bidâyatul Hidâyah, 1998, Beirut, Dar Sader, cetakan pertama,
halaman 52)
Dengan penjelasan Imam al-Ghazali, kita dapat
mengetahui aktivitas yang dianjurkan menjelang shalat fardhu. Dan aktivitas
tersebut tak lain sebagai sarana untuk memusatkan pikiran kita pada Allah ﷻ di kala waktu shalat.
Karena di waktu shalat pikiran kita seringkali terbang memikirkan sesuatu di
luar shalat.
Kemudian membaca doa adzan:
اَللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ عِنْدَ حُضُوْرِ صَلَاتِكَ وَأَصْوَاتِ دُعَاتِكَ، وَإِدْبَارِ
لَيْلِكَ، وَإقْبَالِ نَهَارِكَ: أَنْ تُؤْتِيَ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيْلَةَ
وَالْفَضِيْلَةَ وَالدَّرَجَةَ الرَّفِيْعَةَ وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ
الْمَحْمُوْدَ الَّذِي وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
“Ya Allah, aku meminta kepadaMu saat saat
datang waktu shalat, datang suara panggilanMu, saat meninggalkan malamMu, dan
menyambut siangMu: untuk memberi nabi Muhammad wasilah, kebajikan dan derajat
yang tinggi dan limpahkanlah kepadanya tempat yang terpuji, yang telah Engkau
janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak mengingkari janji. Wahai Yang Maha
Penyayang Yang penuh belas kasihan.” (Imam al-Ghazali, Bidâyatul Hidâyah, 1998,
Beirut, Dar Sader, halaman 53)
Kendati demikian, tentu pernah kita mengalami
momen tak sempat menjawab adzan yang sedang berkumandang. Lantas bagaimana jika
kita luput dari menjawab adzan, Imam al-Ghazali mengatakan dalam Bidâyatul
Hidayâh:
فَإِذَا
سَمِعْتَ الْأذَانَ وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ فَتَمِّمِ الصَّلَاةَ، ثُمَّ
تَدَارَكِ الْجَوَابَ بَعْدَ السَّلاَمِ عَلَى وَجْهِهِ
“Apabila engkau mendengar adzan, sedangkan
engkau sedang shalat, maka selesaikanlah shalat, kemudian susulah jawaban adzan
setelah salam. (Imam al-Ghazali, Bidâyatul Hidâyah, Beirut, Dar Sader, halaman
53)
Imam al-Ghazali menjelaskan jika kita sedang
shalat dan ketika itu pasti tidak sempat menjawab adzan, maka dianjurkan
setelah shalat langsung menjawab adzan yang luput darinya. Begitupun, kita
dapat menganalogikan perihal menjawab adzan ini dengan beberapa aktivitas yan
memang tidak memungkinkan kita untuk menjawab adzan di saat berkumandang, namun
waktu selesai pekerjaan tersebut akan selesai dalam waktu dekat setelah adzan,
maka dianjurkan untuk menjawabnya.
Jika kita tak dapat melaksanakan semuanya,
maka tidak tepat pula untuk ditinggalkan semuanya. Demikian penjelasan tentang
menjawab adzan yang tertinggal, semoga kita selalu diberi taufik untuk memenuhi
panggilanNya. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar