Menyoal Perilaku Oknum Elite Partai Golkar dan Pilkada 2020
Oleh: Bambang Soesatyo
APA yang ingin direngkuh Partai Golkar pada Pilkada 2020 dan Pemilu 2024? Penetapan target pada dua agenda besar itu bisa dirumuskan dan ditetapkan jika Partai Golkar segera melakukan konsolidasi. Golkar harus berani berambisi meraih kemenangan besar. Kemampuan untuk mewujudkan ambisi besar itu bisa diuji pada perhelatan Pilkada 2020.
Menuju Pilkada 2020, waktu yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi partai tidak banyak lagi. Bahkan durasi waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya hanya dalam hitungan beberapa bulan. Sebab, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan Pilkada 2020 dilaksanakan pada pekan keempat bulan September tahun mendatang.
Hari-hari ini, target yang ingin dicapai Partai Golkar pada pilkada itu praktis belum menjadi kepedulian semua elemen partai. Sebab, sekarang ini, semua elemen Partai Golkar, utamanya sekelompok orang di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai, memanfaatkan seluruh waktu dan tenaga untuk menunda-nunda pelaksanaan Rapat Pleno yang menjadi kebutuhan mutlak Partai, Rapat Pimpinan Nasinal (Rapimnas) dan Musyawarah nasional (Munas) hingga bulan Desember 2019.
Mengacu pada rencana agenda Pilkada 2020, beberapa oknum di elite di DPP Partai Golkar perlu diingatkan agar tidak melulu fokus pada upaya mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara. DPP Golkar harus mampu mengelola waktu dengan efektif. Harus ada alokasi waktu untuk memperkuat sinergi dengan semua daerah.
Mau tak mau, DPP Golkar harus segera mengajak dan menggerakan kepedulian semua pengurus dan simpatisan di daerah terhadap Pilkada 2020. DPP Golkar jangan sampai terjebak pada semata-mata sibuk menunda-nunda Munas untuk mempertahankan penguasaan atas pengelolaan partai. Perilaku beberapa oknum elit DPP seperti itu tidak akan produktif. Karena meraih hasil maksimal di Pilkada 2020 itu juga penting.
Sayangnya, aktivitas DPP Golkar belakangan ini benar-benar memprihatinkan. Bahkan juga membahayakan masa depan Partai, karena kurangnya kepedulian para oknum elit DPP untuk menggerakkan mesin partai. Alih-alih memperkokoh soliditas semua dewan pimpinan daerah (DPD), aktivitas DPP Partai Golkar justru kontra produktif. Soliditas DPD partai dibelah dan diacak-acak untuk kepentingan menghitung suara dalam pemilihan ketua umum di forum Munas nanti.
Pengurus DPD yang menolak mendukung Ketua Umum Petahana dipecat, atau mendapatkan perlakuan tidak sebagaimana mestinya. Apa pun alasan dan tujuannya, perlakuan tidak fair dan tidak demokratis terhadap pengurus DPD akan memperlemah kinerja mesin partai di daerah.
Baik untuk kepentingan Pilkada 2020 maupun pelaksanaan Munas, seluruh elemen Partai Golkar harus segera dikonsolidasi. Konsolidasi itu harus diprakarsai oleh DPP. Jangan sampai semua elemen partai mengambil posisi dan sikap pasif hanya karena menunggu pelaksanaan Munas. Sebaliknya, sambil panitia di tingkat pusat mempersiapkan Munas, DPP bersama semua DPD Golkar mulai aktif menyiapkan dan membentuk tim pemenangan. Untuk mencapai kemenangan besar, DPP Golkar harus memastikan mesin partai di semua daerah terus bekerja.
Menuju pelaksanaan Munas pada Desember nanti, masih ada waktu kurang lebih empat bulan. Rentang waktu ini hendaknya dimanfaatkan DPP untuk mulai mendorong daerah fokus pada Pilkada 2020. Dan, bersama semua DPD, DPP pun hendaknya mulai merancang strategi dan kegiatan mesin pemenangan partai. Artinya, nadi kegiatan partai harus tetap berjalan. Jangan sampai terjadi kevakuman di tubuh partai hanya karena semuanya harus menunggu hasil Munas yang pelaksanaannya dijadualkan pada Desember 2019 nanti.
Karena itu, DPP Golkar harus mengubah pola pendekatannya kepada semua DPD-DPC. Pendekatan ke pengurus daerah tidak boleh lagi hanya berdasarkan kepentingan memenangkan jabatan ketua umum di forum Munas nanti. Tidak boleh lagi dengan pendekatan gertak sambal atau ancaman pemecatan. Sebagai partai politik (Parpol) besar, DPP harus membangun suasana dialogis dengan semua DPD-DPD berdasarkan kesamaan tujuan dan kepentingan, yakni mewujudkan kemenangan besar di Pilkada 2020.
Melihat Kompetitor
KPU telah menetapkan jadwal pelaksanaan Pilkada serentak pada 23 September 2020. Pemilihan akan dilaksanakan di 270 daerah, meliputi Sembilan (9) Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Pemilihan wali kota dan wakil wali kota tersebar di 32 provinsi. Sebenarnya pemilihan wali kota dan wakil wali kota tahun 2020 hanya di 36 kota. Akan tetapi, karena pemilihan di kota Makassar harus diulang, terjadi penambahan kota untuk pemilihan wali kota/wakil wali kota. Setelah menggelar uji publik atas rancangan Peraturan KPU tentang tahapan, program, dan jadwal Pilkada 2020, draf Peraturan KPU itu akan segera diundangkan.
Semua parpol peserta Pilkada 2020, termasuk Partai Golkar, tentu harus merespons segala sesuatu yang telah diagendakan dan dipersiapkan oleh KPU itu. Karena dilaksanakan di ratusan daerah atau kota pemilihan, semua Parpol pasti mengandalkan kerja politik ini pada para kadernya di semua daerah/kota pemilihan. Para kader di daerah tentu butuh suasana kondusif.
Hubungan dengan DPP pun seharusnya harmonis. Pertanyaannya, apakah DPP Partai Golkar telah mendorong semua DPD Golkar untuk melakukan persiapan sebagaimana mestinya? Ketika hal ini ditanyakan kepada kader di sejumlah daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan, ditemukan fakta yang sangat memprihatinkan. Sebab, banyak pengurus DPD mengaku tidak ada komunikasi dengan DPP terkait persiapan mengikuti Pilkada 2020. Sebaliknya, pengurus DPD seperti ‘dipaksa’ oleh para oknum DPP untuk menyatakan dukungan ketua umum petahana.
Minimnya kepedulian terhadap agenda Pilkada 2020 itu layak menjadi
bukti betapa kerja para oknum elite DPP Golkar tidak terencana, pun tidak
terprogram. Bahkan tumbuh kesan DPP bingung menetapkan prioritas; antara
mengonsolidasi kekuatan untuk menguasai jalannya Munas, atau memperkuat sinergi
dengan pengurus DPD untuk menghadapi Pilkada 2020? Melihat kecenderungan
akhir-akhir ini, DPP Golkar tampak lebih fokus menyusun strategi menguasai dan
mengendalikan Munas, semata-mata demi mempertahankan kekuasaan jabatan ketua
umum. Sedangkan tentang prospek memenangi Pilkada 2020, entah siapa di antara
elit DPP yang peduli.
Sebagai pembanding tentang kepedulian itu, semua elemen Golkar patut mengamati apa yang sedang dilakukan atau dipersiapkan oleh partai lain sebagai pesaing. Pesaing utama Partai Golkar pada hampir semua pemilihan umum adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pada Kongres yang berakhir baru-baru ini, PDIP menetapkan target kemenangan 50 persen untuk Pilkada 2020. Tak hanya menatap Pilkada serentak tahun mendatang, PDIP pun sudah menetapkan target kursi pada Pemilihan Legislatif 2024, yakni 147 kursi. Penetapan dua target ini tentu tidak asal-asalan, melainkan mengacu pada kekuatan, kelemahan dan peluang partai bersangkutan di semua daerah pemilihan.
Kalau PDIP sudah berbicara tentang target untuk dua agenda politik ke depan, lantas apa yang menjadi ambisi Partai Golkar dalam Pilkada 2020 dan Pemilu 2024? Lalu, sesuai Undang-undang, Presiden Joko Widodo tidak bisa maju lagi dalam pemilihan presiden (Pilpres) berikutnya. PDIP tentu tidak diam. Menuju Pemilu 2024, PDIP pasti mulai bekerja mencari figur yang akan mengganti sekaligus melanjutkan kepemimpinan Joko Widodo. Adakah keberanian dan kemampuan Partai Golkar untuk menyiapkan dan mengajukan calon presiden pada Pilpres berikutnya?
Partai Golkar pasti bisa karena sudah sangat berpengalaman. Sebagai Parpol besar, Golkar harus ambisius. Dan, untuk meraih kemenangan besar, Partai Golkar harus fokus pada ambisinya, baik di Pilkada 2020 maupun Pemilu 2024. []
SINDONEWS, 13 Agustus 2019
Bambang Soesatyo | Ketua DPR RI/Bendahara Umum DPP Golkar
2014-2016/ Wakil Ketua Umum
Pemuda Pancasila/Kepala Badan Bela Negara FKPPI
Pemuda Pancasila/Kepala Badan Bela Negara FKPPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar