Kurban Online dan
Permasalahannya
Banyak cara yang dilakukan oleh kaum Muslimin
dalam rangka melaksanakan ibadah kurban. Setelah reda masalah urunan kurban dan
arisan kurban, kini muncul kembali inovasi baru melaksanakan kurban dengan
jalan penggalangan dana melalui sarana media online. Penggalangan dana ini
memiliki beberapa bentuk, yaitu:
1. Dengan menyebut harga hewan kurban.
Misalnya untuk kambing, dipatok seharga 1.650.000 rupiah per mudlahhy (orang
yang berkurban). Jika ada 7 orang yang menyetorkan donasi yang sama, maka
awalnya kurban kambing akan diubah menjadi kurban sapi.
2. Ada situs daring social media yang tidak
menyebut harga hewannya. Semua calon mudlahhy bisa menyetor sejumlah
dana ke pihak provider dengan tidak dibatasi jumlahnya. Walhasil, pola yang
kedua ini menyerupai urunan kurban. Apakah sah? Sudah pasti perlu mencermati
praktik detailnya.
Munculnya penggalangan dana online untuk
kurban ini sejatinya menyisakan beberapa masalah fiqih, antara lain:
Proses Tawkil Hewan Kurban
Tawkil adalah proses pengangkatan wakil dari
orang yang berkurban (mudlahhy). Proses tawkil ini biasanya menggunakan
shighat pengangkatan wakil. Misalnya: "Saya wakilkan kepadamu
penyembelihan hewan kurban ini." Kemudian pihak wakil menjawab: "Saya
terima perwakilannya".
Selaku wakîl dari mudlahhy, ketetapan
syara' yang berlaku atasnya adalah wakil harus menyebut pihak yang diwakilinya
saat menyembelih hewan kurban. Misalnya: "Aku berniat menyembelih hewan
ini untuk kurbannya si fulan karena Allah Ta'ala." Ketiadaan wakil
menyebut peruntukan hewan kurban, menjadikan kurban tersebut belum menjadi
kurban dari pihak yang diwakilinya, melainkan menjadi hewan kurban secara umum.
Konsekuensinya, pihak wakil harus mengganti hewan tersebut karena belum
dianggap sah sesuai peruntukannya.
ومتى
خالف شيأ مما ذكر فسد تصرفه وضمن قيمته يوم التسليم ولو مثليا
Artinya: "Ketika seorang wakil bertindak
kebalikan dari apa yang telah disebutkan muwakkil (orang yang
mewakilkan—dalam hal ini pelaksana kurban) maka rusaklah pemanfaatannya dan ia
wajib menanggung harga barang yang diwakilinya sebagaimana hari penyerahan,
meskipun dengan harga mitsil." (Zainu al-Dîn al Malaibary, Fathu
al-Mu'în bi Syarhi Qurrati al-'Ain, Beirut: Dâr al-Fikr, tt.: 124)
Berdasar nukilan ini, maka langkah yang tepat
dan seharusnya dilakukan oleh wakil adalah sebagai berikut:
1. Menyusun form aplikasi kurban yang berisi
akad perwakilan dari mudlahhy ke orang tertentu yang ditunjuk sebagai
wakil
2. Ketika melakukan penyembelihan, maka wajib
bagi pihak yang diwakili mengatasnamakan sembelihan hewan kurban tersebut ke
pihak yang diwakilinya
Kecenderungan yang selama ini berkembang
adalah karena terlalu banyak pihak yang menyetor dana kurban ke provider
tertentu, lalu provider mengirim hewan kurban tersebut ke masjid-masjid atau
daerah yang tidak diketahui siapa yang menyembelih dan tidak disebutkan siapa
yang berkurban. Bila terjadi hal semacam, maka kurban dari mudlahhy menjadi
tidak sah disebabkan di luar ketentuan ta'yin tawkil. Sebagaimana hal
ini disinggung oleh Sayyid Abdullah al-Ba'alawy sebagai berikut:
ويجب
على الوكيل موافقة ما عين له الموكل من زمان ومكان وجنس ثمن وقدر كالأجل والحلول
وغيرها اودلت قرينة قوية من كلام الموكل اوعرف اهل ناحيته فإن لم يكن شيئ من ذلك
لزمه العمل بالأحوط
Artinya: "Wajib atas wakil mengerjakan
sesuatu sesuai dengan yang ditentukan padanya oleh muwakkil, baik dari sisi
waktu, tempat, jenis, harga, kadar, misalnya kredit atau kontan dan lain-lain,
atau setidaknya menyesuaikan terhadap petunjuk yang mendekati atas perkataannya
pihak yang mewakilkan atau tradisi ahli wilayahnya muwakkil. Kecuali jika sama
sekali tidak diketahui adanya qarinah atau petunjuk yang mendekati ke arah
muwakkil, maka wajib bagi wakil melakukan pekerjaan yang lebih hati-hati
menurut pertimbangannya." (Sayyid Abdullah al-Ba'alawy, Bughyatu
al-Mustarsyidin, Beirut: Dâr al-Fikr, tt.: 250)
Jadi, berdasarkan keterangan ini, seharusnya
bagi pihak provider yang menyalurkan hewan kurbannya dalam kondisi belum
disembelih ke wilayah lain, hendaknya ia melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pihak yang ditunjuk wakil oleh muwakkil,
mengangkat wakil lagi atas nama muwakkil di tempat baru
2. Pada setiap hewan kurban yang diserahkan,
turut disertakan nama hewan kurban tersebut diperuntukkan untuk pihak yang
diwakilinya.
3. Baik ketentuan 1 dan 2, atau ketentuan
sebelumnya sebagaimana telah diuraikan di atas, apabila tidak diindahkan oleh
wakil mudlahhy, maka pihak wakil hakikatnya dia wajib menanggung atas
ketidaksahan hewan kurban tersebut sebagai kurbannya orang yang diwakilinya.
Peserta kurban yang menyetor dana tidak cukup
untuk membeli seekor kambing kurban
Pada hakikatnya, kasus ini menyerupai kasus
urunan hewan kurban. Untuk itu berlaku baginya ketentuan yang berlaku pada
hukum urunan kurban.
Ketentuan yang berlaku atas urunan hewan
kurban ini adalah sebagai berikut:
1. Pihak donatur belum bisa dianggap sebagai mudlahhy.
2. Batas minimal hewan kurban adalah 1 ekor
kambing untuk 1 mudlahhy , atau 1 ekor sapi untuk 7 orang
mudlahhy.
3. Bagi pihak yang menyetor dana yang kurang
dari harga kambing, mereka mendapatkan pahala sedekah (menurut ketentuan syarat
hewan kurban)
4. Pihak provider harus menentukan (menta'yin)
bahwa hewan kurban tersebut diperuntukkan untuk si fulan (jika 1 ekor kambing),
atau menunjuk 7 orang (jika 1 ekor sapi)
Ketentuan sebagaimana disebut di atas
berangkat dari pendapat Imam An-Nawawi sebagai berikut:
الشاة
الواحدة لا يضحى بها إلا عن واحد. لكن إذا ضحى بها واحد من أهل بيت، تأدى الشعار
والسنة لجميعهم... وكما أن الفرض ينقسم إلى فرض عين وفرض كفاية. فقد ذكروا أن
التضحية كذلك. وأن التضحية مسنونة لكل أهل بيت
Artinya, “Seekor kambing bisa disembelih
hanya untuk ibadah kurban satu orang. Kalau salah seorang dari seisi rumah
telah berkurban, maka sudah nyatalah syar Islam dan sunah bagi seisi rumah
itu... Sebagaimana fardu itu terbagi pada fardu ‘ain dan fardu kifayah, para
ulama juga menyebut hukum sunah kurban juga demikian. Ibadah kurban disunnahkan
bagi setiap rumah,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa
Umdatul Muftiyin, Beirut: Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 2, hal. 466).
Walhasil, setiap ada inovasi baru dalam
pemanfaatan teknologi, secara tidak langsung membawa pengaruh terhadap praktik
umum yang berlaku dalam masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan ibadah
kurban. Karena kurban merupakan ibadah, maka sah dan tidaknya kurban adalah
bergantung pada dipenuhi atau tidaknya syarat dan ketentuan dalam ibadah.
Kurban online merupakan inovasi baru yang syarat dengan proses tawkil atau
pewakilan. Oleh karena itu, wajib bagi pihak yang menyelenggarakan penggalangan
dana memperhatikan ketentuan tawkil tersebut demi keabsahan pengguna
jasanya. Jika tidak mengindahkan, maka sudah pasti mereka berdosa karena secara
syar'i, sembelihan kurban orang yang diwakilinya tidak sah, dan provider
terkena hukum taklif wajib menggantinya. Wallahu a'lam bish shawab. []
Ustadz Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris
Bidang Maudlu'iyah LBM PWNU Jawa Timur dan Pengasuh Ponpes Hasan Jufri Putri,
P. Bawean
Tidak ada komentar:
Posting Komentar