Kisah di Balik Sabda Nabi ‘Seseorang Akan
Dikumpulkan Bersama yang Dicintai’
Dalam sebuah perjalanan bersama para sahabat,
Rasulullah berjumpa dengan seorang Arab kampung. Dengan lantang, orang ini
memanggil Nabi—tak tanggung-tanggung, langsung memanggil nama (tanpa gelar
kehormatan).
“Wahai Muhammad!”
Kisah orang Arab kampung—yang disebut
A’rabiy—kerap membikin kita tersenyum. Kepolosan dan keterusterangan mereka
dalam berbagai riwayat hadits menunjukkan bagaimana Islam bukan hanya bicara
sosok penting yang tersohor, tapi juga orang biasa yang bahkan tak kita tahu
namanya.
Dari atas kendaraan, Nabi menoleh dan
menjawab, “Hei, kemarilah.”
Para sahabat yang membersamai Nabi, segera
mendatangi orang Arab kampung tadi akibat perbuatannya yang dinilai kurang
sopan.
“Hei kamu, pelankan sedikit suaramu pada Nabi.
Kamu kok berani memanggil Nabi, namanya langsung, dengan lantang lagi. Hal itu
dilarang dalam Al-Qur'an,” ujar seorang sahabat padanya.
Tapi orang Arab kampung ini berkelit, “Tidak,
aku tidak akan memelankan suaraku! Agar Nabi bisa mendengarku dengan jelas,”
ujarnya. Ia segera menghampiri Nabi.
“Wahai Nabi, jika ada orang yang mencintai
suatu kaum (yang berbuat kebaikan), namun bagaimana jika ia tak menyerupai
mereka (dalam segi amal)?”.
Nabi menjawab dengan santun, “Orang akan
dikumpulkan bersama yang ia cintai, dan kamu juga akan dikumpulkan bersama yang
kamu cintai.”
Riwayat kisah ini diriwayatkan oleh beberapa
sahabat dengan berbagai redaksi. Riwayat yang disitir di atas berasal dari
sahabat Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu. Dengan kisah yang mirip dari
riwayat Anas bin Malik, berikut isi pertanyaan orang Arab kampung ini,
“Wahai Rasulullah, kapan kiamat akan tiba?”
tanyanya.
Nabi menimpali, “Memang apa yang telah kamu
persiapkan?”
“Wahai Nabi, aku tidak menyiapkan suatu
amalan shalat atau puasa yang banyak untuk hari itu. Tapi aku sungguh mencintai
Allah dan Rasul-Nya.”
Nabi menjawab, sebagaimana jawaban di atas,
bahwa seseorang kelak di hari kiamat akan dikumpulkan bersama orang-orang yang
dia cintai. Orang Arab kampung ini girang betul. Seperti disebutkan sahabat
Anas bin Malik, beliau dan para sahabat tidak pernah melihat wajah muslim yang
sesumringah itu.
Kisah tentang al-mar’u ma’a man ahabba
(seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintai) diriwayatkan dalam banyak
kitab hadits, seperti Musnad Ahmad, Shahih Muslim, Shahih al-Bukhari, dan kitab
hadits lainnya dari berbagai jalur riwayat.
Imam al Mubarakfuri memaparkan dalam Tuhfatul
Ahwadzi yang merupakan syarah kitab Sunan at Tirmidzi bahwa dari ragam riwayat
itu, keseluruhannya saling melengkapi tentang bagaimana seorang muslim yang
tidak mampu melakukan banyak amal seperti orang-orang saleh, agar tetap
optimis, dan terus mempertahankan cinta pada Allah, Rasul-Nya dan para
shalihin.
مَنْ
أَحَبَّ قَوْمًا بِالْإِخْلَاصِ يَكُونُ مِنْ زُمْرَتِهِمْ وَإِنْ لَمْ يَعْمَلْ
عَمَلَهُمْ لِثُبُوتِ التَّقَارُبِ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَرُبَّمَا تُؤَدِّي تِلْكَ
الْمَحَبَّةُ إِلَى مُوَافَقَتِهِمْ
“Jika seseorang mencintai kalangan saleh
dengan ikhlas, maka sebagaimana dinyatakan Nabi, ia termasuk golongan mereka
kendati amalannya tidak seperti yang dilakukan orang-orang saleh tadi, sebab
keterpautan hati dengan mereka. Kiranya rasa cinta itu memotivasi agar bisa
berbuat serupa.” (Muhammad bin Abdurrahman al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at Tirmidzi [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], juz
7, hal 53)
Dengan mencintai orang shaleh, yang merupakan
perwujudan cinta kepada Allah dan rasul-Nya, kiranya bisa menimbulkan
kerendahhatian dan optimisme dalam beragama. Soal rasa optimis dalam beragama
ini, di akhir percakapan dengan Arab kampung tadi Nabi berujar kepada para
sahabat tentang perumpamaan luasnya ampunan dan rahmat Allah,
“Sesungguhnya di sisi Barat sana terdapat
suatu pintu yang lebarnya sekitar 40 atau 70 tahun perjalanan, yang senantiasa
Allah buka pintu tobat di sana sepanjang ada langit dan bumi, sampai
ditutup-Nya saat matahari terbit dari Barat sana – kelak di hari kiamat.” (HR.
Al Humaidi dari sahabat Shafwan bin ‘Assal al Muradi)
Wallahu a’lam. []
(Muhammad Iqbal Syauqi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar