Mana Utama Jabat Tangan
dengan Satu atau Dua Tangan?
Setiap Muslim dianjurkan untuk berjabat
tangan setiap kali berjumpa satu sama lain. Keutamaan jabat tangan antara lain
adalah penghapusan dosa dari mereka yang berjabat tangan sebagaimana riwayat
At-Thabarani dan Al-Baihaqi.
وتسن
مصافحة الرجلين والمرأتين لقوله عليه السلام فيما يرويه الطبراني والبيهقي: «إن
المؤمن إذا لقي المؤمن، فسلم عليه وأخذ بيده، فصافحه، تناثرت خطاياهما، كما يتناثر
ورق الشجر» . ولخبر: «ما من مسلمين يلتقيان يتصافحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا»
والسنة في المصافحة بكلتا يديه. قال النووي في الأذكار: اعلم أن المصافحة مستحبة
عند كل لقاء
Artinya, “Laki-laki dan perempuan dianjurkan
berjabat tangan berdasarkan hadits riwayat At-Thabarani dan Al-Baihaqi,
‘Seorang Mukmin ketika berjumpa dengan Mukmin lainnya, lalu member salam,
memegang dan berjabat tangan, maka gugurlah dosanya sebagaimana daun-daun
berguguran,’ dan berdasarkan hadits, ‘Tiada dua orang Muslim yang berjumpa,
lalu berjabat tangan, niscaya dosa keduanya diampuni sebelum keduanya
berpisah.’ Jabat tangan disunnahkan dengan kedua tangan. Imam An-Nawawi dalam
Al-Azkar mengatakan, ‘Ketahuilah, jabat tangan disunnahkan setiap kali
berjumpa,’” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,
Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 3, halaman 570).
Syekh Wahbah Az-Zuhayli menyebutkan bahwa
jabat tangan dilakukan dengan dua tangan. Sebenarnya, ulama berbeda pendapat
perihal cara jabat tangan. Sebagian ulama sejalan dengan pandangan Syekh Wahbah
Az-Zuhayli, yaitu jabat tangan dengan dua tangan.
وَاخْتَلَفُوا
فِي كَوْنِ الْمُصَافَحَةِ الْمُسْتَحَبَّةِ بِكِلْتَا الْيَدَيْنِ أَمْ بِيَدٍ
وَاحِدَةٍ ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَبَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ إِلَى أَنَّ
السُّنَّةَ فِي الْمُصَافَحَةِ أَنْ تَكُونَ بِكِلْتَا الْيَدَيْنِ ، وَذَلِكَ
بِأَنْ يُلْصِقَ كُلٌّ مِنَ الْمُتَصَافِحَيْنِ بَطْنَ كَفِّ يَمِينِهِ بِبَطْنِ
كَفِّ يَمِينِ الآْخَرِ، وَيَجْعَل بَطْنَ كَفِّ يَسَارِهِ عَلَى ظَهْرِ كَفِّ
يَمِينِ الآْخَرِ، وَاسْتَدَلُّوا بِأَنَّ هَذَا هُوَ الْمَعْرُوفُ عَنِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ
Artinya, “Ulama berbeda pendapat perihal cara
jabat tangan yang dianjurkan, dengan dua tangan atau satu tangan. Mazhab Hanafi
dan sebagian ulama dari Maliki berpendapat bahwa jabat tangan dilakukan dengan
kedua tangan. Hal it dilakukan dengan menempelkan telapak tangan kanannya dan
telapak tangan kanan orang lain. Sementara telapak tangan kirinya ditempatkan
di punggung telapak tangan kanan orang lain. Mereka mendasarkan diri pada
praktik yang lazim di kalangan sahabat dan tabi’in (sebagaimana riwayat Ibnu
Mas’ud),” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah
Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 37,
halaman 359).
Sekelompok ulama lainnya berpendapat bahwa
pengertian jabat tangan tidak melampaui pengertian secara bahasa. Sementara
jabat tangan sendiri menurut bahasa dilakukan dengan satu tangan.
وَذَهَبَ
آخَرُونَ إِلَى أَنَّ كَيْفِيَّةَ الْمُصَافَحَةِ الْمَشْرُوعَةِ لاَ تَتَعَدَّى
الْمَعْنَى الَّذِي تَدُل عَلَيْهِ فِي اللُّغَةِ ، وَيَتَحَقَّقُ بِمُجَرَّدِ
إِلْصَاقِ صَفْحِ الْكَفِّ بِالْكَفِّ
Artinya, “Ulama lain berpendapat bahwa cara
jabat tangan tidak melebihi pengertian yang disebutkan secara bahasa. Jabat
tangan dianggap jadi hanya dengan menempelkan permukaan telapak tangan dan
telapak tangan orang lain (sebagaimana hadits riwayat Ubaidillah bin Yasar
RA),” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah
Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 37,
halaman 359).
Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa
ulama berbeda pendapat perihal jabat tangan. Masing-masing ulama mendasarkan
pandangannya pada riwayat hadits. Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar