Sejarah Kelompok Khawarij (2): Embrionya di
Masa Rasulullah
Meskipun Khawarij adalah kelompok ekstremis
yang ada di masa Sahabat, namun embrionya dapat kita lacak keberadaannya sejak
masa Rasulullah ﷺ.
Cikal bakal watak Khawarij ini tergambar dalam sosok Dzul Khuwaishirah, seorang
Muslim pedesaan yang merasa dirinya lebih baik daripada Rasulullah Muhammad ﷺ sehingga tak ragu
memberikan koreksi pada beliau. Nama Dzul Khuwaishirah populer di kalangan kaum
Muslimin tatkala terjadi pembagian hasil rampasan perang Hunain. Dalam Shahih
Bukhari diceritakan:
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقْسِمُ ذَاتَ يَوْمٍ قِسْمًا، فَقَالَ ذُو الخُوَيْصِرَةِ، رَجُلٌ
مِنْ بَنِي تَمِيمٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ، قَالَ: «وَيْلَكَ، مَنْ
يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ» فَقَالَ عُمَرُ: ائْذَنْ لِي فَلْأَضْرِبْ عُنُقَهُ، قَالَ: «لاَ، إِنَّ
لَهُ أَصْحَابًا، يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ، وَصِيَامَهُ
مَعَ صِيَامِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمُرُوقِ السَّهْمِ مِنَ
الرَّمِيَّةِ
“Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu,
dia berkata; "Ketika kami sedang bersama Rasulullah ﷺ yang sedang
membagi-bagikan pembagian (harta rampasan), datanglah Dzul Khuwaishirah,
seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; "Wahai Rasulullah, engkau
harus berlaku adil". Maka beliau berkata: "Celaka kamu!. Siapa yang
bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah
mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil". Kemudian
'Umar berkata; "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang
lehernya!. Beliau berkata: "Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki
teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding
shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur'an namun
tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya
anak panah dari target (hewan buruan).” (HR. Bukhari)
Latar belakang kritik pedas Dzul Khuwaishirah
itu terhadap Rasulullah ﷺ menurut Ibnul Jauzi
dikarenakan saat pembagian hasil rampasan perang Hunain, Rasulullah memang
mengutamakan sebagian kelompok yang tak lain adalah para mu’allaf (non-Muslim
yang diharapkan masuk Islam). Hal inilah yang kemudian membuat seorang Dzul
Khuwaishirah berkata: “Demi Allah, ini adalah pembagian yang Rasul tidak ada
melakukannya”. Lalu ia mendatangi Rasulullah seperti yang diceritakan dalam
riwayat Bukhari di atas. (Ibnu al-Jauzi, Kasyf al-Musykil Min Hadits
as-Shahîhain, juz I, halaman 306).
Tentu saja pendapat Rasulullah untuk
mengutamakan para mu’allaf itu sama sekali tidaklah salah sebab misi utama
Rasul memang untuk membujuk manusia sebanyak-banyaknya agar masuk Islam. Karena
itulah para mu’allaf juga dapat bagian dari harta zakat kaum Muslimin. Seluruh
sahabat saat itu sama sekali tak merasa Rasul melakukan ketidakadilan, namun
berbeda halnya dengan Dzul Khuwaishirah yang memang merasa pendapatnya lebih
baik dari pendapat Rasulullah ﷺ hingga berani menuduh
beliau tidak adil. Tuduhan ini tentu sebuah hal serius pada seorang Rasul
sehingga Umar meminta izin untuk memberi hukuman mati pada orang tersebut,
namun dilarang oleh Rasulullah. Ibnul Jauzi dalam kitab Talbîs
Iblîs mengomentari sosok Dzul Khuwaishirah sebagai berikut:
أول
الخوارج وأقبحهم حالة ذو الخويصرة هَذَا الرَّجُل يقال لَهُ ذو الخويصرة التميمي
وفي لفظ أنه قَالَ لَهُ اعدل فَقَالَ ويلك ومن يعدل إذا لم أعدل فهذا أول خارجي
خرج فِي الإسلام وآفته أنه رضي برأي نفسه ولو وقف لعلم أنه لا رأي فوق رأي رَسُول
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وأتباع هَذَا الرَّجُل هم الذين قاتلوا
عَلِيّ بْن أبي طالب كرم اللَّه وجهه
“Khawarij pertama dan yang paling buruk
tindakannya adalah orang ini yang disebut Dzul Khuwaishirah at-Tamimi. Dalam
suatu riwayat Dia berkata kepada nabi: "Adillah!" lalu Nabi bersabda:
"Celakalah kamu, Siapakah yang bisa adil kalau aku saja tidak adil?".
Inilah khawarij pertama yang muncul dalam Islam. Masalah utamanya adalah dia
puas terhadap pendapatnya sendiri yang andai ia diam berpikir tentu ia mengerti
bahwa tidak ada pendapat yang lebih tinggi dari pendapat Rasulullah ﷺ. Pengikut orang ini adalah orang-orang yang memerangi Ali Bin
Abi Thalib.” (Ibnul Jauzi, Talbîs Iblîs, halaman 81-82).
Dalam hadits tersebut juga disebutkan tentang
terawangan Rasulullah yang menyatakan bahwa Dzul Khuwaishirah kelak akan
mempunyai kawan-kawan yang ahli ibadah sehingga shalat dan puasa mereka jauh
melampaui shalat dan puasa sahabat-sahabat besar saat itu. Penerawangan Rasul
tersebut terbukti benar tatkala sejarah mencatat bahwa Dzul Khuwaishirah
bergabung dengan para Khawarij yang memberontak terhadap Khalifah Ali dan
akhirnya terbunuh di dalam perang Nahrawan.
Ibadah keras mereka ternyata sama sekali tak
bermanfaat ketika pola pikir yang mereka miliki bermasalah sehingga Rasulullah
menggambarkan sosok Khawarij itu sebagai sosok yang membaca Al-Qur’an namun
pesan-pesan al-Qur’an sama sekali tak bisa masuk. Betapa banyak ayat dan hadits
yang menjelaskan kehormatan dan kemuliaan kaum Muslimin tetapi dengan mudahnya
mereka memerangi mereka hanya karena berbeda pendapat. Mereka merasa perbedaan
pendapat merupakan suatu kemungkaran sehingga harus diperingatkan dengan amar
makruf nahi munkar, termasuk pada Rasulullah dan para Khalifah Rasyidah
sekalipun yang notabene jauh lebih paham agama daripada mereka. Mereka justru
melesat menjauhi ajaran Islam seperti anak panah melesat menjauhi busurnya,
meskipun mereka sendiri ahli ibadah yang sulit dicari tandingannya. Dari
sinilah kemudian julukan al-Mâriqah (kelompok yang melesat menjauh) juga
disematkan kepada pihak Khawarij.
Bersambung .... []
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar