Selasa, 23 Juli 2019

(Ngaji of the Day) Pertikaian Pertama di Tengah Umat Islam Sepeninggal Rasulullah SAW


Pertikaian Pertama di Tengah Umat Islam Sepeninggal Rasulullah SAW

Pertikaian sesama umat Islam terjadi bukan baru-baru ini. Pertikaian sesama umat Islam sudah terjadi sejak awal sekali persis pada hari wafat Rasulullah SAW. Pertikaian di tengah umat Islam terjadi besar-besaran terjadi persis di hari wafatnya Rasulullah SAW.

Guru besar Ahlussunnah wal Jamaah Syekh Abul Hasan Al-Asy‘ari menyebut pertikaian pertama yang terjadi di tengah umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW. Pertikaian ini dipicu oleh persoalan politik.

واول ما حدث من الاختلاف بين المسلمين بعد نبيهم صلى الله عليه و سلم اختلافهم في الإمامة وذلك أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لما قبضه الله عز و جل ونقله إلى جنته ودار كرامته

Artinya, “Pertikaian pertama yang terjadi di kalangan umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW adalah pertikaian mereka perihal kepemimpinan (politik). Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah SAW wafat dan beralih ke sisi-Nya yang mulia,” (Lihat Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, Maqalatul Islamiyyin wa Ikhtilaful Mushallin, [Beirut, Al-Maktabah Al-Ashriyah: 1990 M/1411 H], juz I, halaman 39).

Ketika Rasulullah SAW wafat, kelompok Ansor berkumpul di balai Bani Saidah di Madinah. Mereka ingin mengukuhkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin pengganti Rasulullah SAW. Kabar ini sampai ke telinga Abu Bakar dan Sayyidina Umar RA. Keduanya kemudian mendatangi balai tersebut dan mengabarkan sabda Nabi Muhammad SAW bahwa pemimpin itu berasal dari Quraisy, (Lihat Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, Maqalatul Islamiyyin wa Ikhtilaful Mushallin, [Beirut, Al-Maktabah Al-Ashriyah: 1990 M/1411 H], juz I, halaman 40-41).

Bani Sa'idah merupakan salah satu kaum Ansor terkemuka dari Bani Ka'ab bin Khazraj bin Sa'idah. Sahabat terkemuka dari kalangan mereka adalah Sa'ad bin Ubadah dan Sahal bin Sa'ad RA. Balai Bani Saidah di Kota Madinah sebagai tempat pertemuan pribumi Madinah setara dengan balai Darun Nadwah bagi Kaum Quraisy di Kota Mekkah. Balai Bani Sa'idah merupakan tempat pertemuan elit masyarakat pribumi Madinah untuk mendiskusikan masalah politik, dan masalah publik lainnya.

Kelompok Ansor kemudian patuh terhadap putusan tersebut setelah sebelumnya kelompok Ansor menyatakan pilihan untuk mengangkat sendiri pemimpin untuk mereka. Suasana panas sempat terjadi perihal kepemimpinan karena kelompok Ansor sebelumnya mengusung calon pemimpin di mana sebagian dari mereka mengacungkan pedang seperti Al-Hubbab bin Mundzir.

Sementara pemakaman Rasulullah SAW tertunda hingga tiga hari lamanya. Rasulullah SAW wafat pada Senin siang selepas Zhuhur. Sementara pemakamannya dilakukan pada Rabu sore, (Lihat Imam Al-Baijuri, Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daul Ihayil Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 118-119).

Sebagaimana diketahui, Rasulullah wafat pada Senin 12 Rabi‘ul Awwal selepas Dhuha. Sebelumnya Rasulullah SAW mengalami sakit selama 14 hari. Menjelang wafat, Rasulullah SAW memasukkan tangannya pada air di bejana yang ada di sampingnya, lalu mengusap wajahnya, “Allāhumma a‘innī ‘alā sakarātil maut. (Ya Allah, tolonglah aku melewati sakratul maut),” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Tarikul Hawadits wal Ahwalin Nabawiyyah, [Surabaya, Haiatus Shafwah: tanpa catatan tahun], halaman 52-53).

Dari sini, kemudian para ulama Ahlussunah wal Jamaah memasukkan masalah kemepimpinan atau politik dalam arti sempit ke dalam masalah furu’iyyah, bukan masalah aqidah. Imam Al-Ghazali kemudian menganjurkan masyarakat menyikapi masalah politik secara bijak agar terhindar dari pertikaian dan debat kusir yang tak perlu.

الباب الثالث في الامامة النظر في الإمامة أيضاً ليس من المهمات، وليس أيضاً من فن المعقولات فيها من الفقهيات، ثم إنها مثار للتعصبات والمعرض عن الخوض فيها أسلم من الخائض بل وإن أصاب، فكيف إذا أخطأ 

Artinya, “Bab Ketiga Perihal Kepemimpinan. Pandangan dalam kepemimpinan juga bukan bagian dari perkara penting (prinsip/ushul), juga bukan bagian dari kajian ilmu aqli, tetapi lebih pada masalah fiqhiyah (furu’). Di samping itu masalah kepemimpinan mengobarkan kefanatikan. Karenanya orang yang menghindarkan diri dari (pembicaran) berlarut-larut di dalamnya lebih selamat dibanding mereka yang larut tenggelam di dalamnya meskipun ia benar. Terlebih lagi kalau keliru!” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Iqtishad fil I‘tiqad, Beirut, Darul Fikr, 1997 M/1417 H, halaman 166-167). Wallahu a‘lam. []


Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar