Momentum Peduli Ibu Hamil dan Kesehatan Anak
Oleh: Bambang Soesatyo
Upaya mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) menuntut kepedulian semua pemerintah daerah dan komunitas. Begitu juga terhadap nasib jutaan anak penderita kurang gizi. Menggerakkan kepedulian itu kini mendapatkan momentumnya setelah Presiden Joko Widodo menetapkan program pembangunan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu prioritas pembangunan periode 2019-2024.
AKI dan AKB dalam beberapa tahun terakhir diklaim mengalami penurunan berkat kerja keras pemerintah. Untuk AKB misalnya, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan penurunan 68 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 1991 menjadi 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 2017.
Sedangkan AKI turun dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada 1990 (SDKI, 1990) menjadi 305 per 100.000 per kelahiran hidup (SUPAS, 2015). Penurunan terjadi berkat upaya pemerintah meningkatkan efektivitas layanan kesehatan ibu hamil dan persalinan pada ribuan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).
Sementara itu, para pemerhati menilai AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi jika mengacu pada target Millennium Development Goals (MDGs). Per 2015 misalnya, kasus kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia masih di kisaran 305 per 100.000 kelahiran, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menargetkan 102 per 100.000 kelahiran. Data-data ini mengingatkan semua pihak bahwa masih banyak hal yang harus dikerjakan untuk mendekati target MDGs.
Berangkat dari kesadaran itulah Presiden Joko Widodo menetapkan pembangunan dan pengembangan kualitas SDM sebagai salah satu prioritas pembangunan lima tahun ke depan. "Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan, dan titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak-anak sekolah kita," kata Jokowi saat memaparkan Visi Indonesia di Sentul, Bogor, Minggu (14/7/2019).
AKI dan AKB yang masih memprihatinkan itu, ditambah lagi dengan fakta jutaan anak menderita kekurangan gizi (stunting) memberi gambaran tentang berat dan rumitnya merealisasikan program pembangunan dan pengembangan kualitas SDM. Berat dan rumit karena masalah ini butuh kepedulian semua pihak.
Dan, realisasi program ini bisa berbuah maksimal jika semua pemerintah daerah dan komunitas peduli. Inilah tantangan utamanya. Menggerakkan kepedulian semua komunitas kini sudah mendapatkan momentumnya karena pemerintah sepanjang lima tahun ke depan memrioritaskan upaya merawat kesehatan ibu hamil, bayi, Balita dan anak usia sekolah.
Pemerintah daerah dan para penggiat masalah ini tinggal menunggu rincian program, untuk kemudian menagihnya kepada pemerintah. Indonesia harus berambisi menekan AKI-AKB hingga level terendah.
Fakta mengenai AKI, AKB dan anak kurang gizi bukan persoalan baru. Bahkan, bisa dikatakan merata, dalam arti bisa dijumpai di semua daerah, termasuk di kawasan Jabodetabek sekalipun. Tahun lalu, terungkap bahwa 17.000 Balita di Jakarta menderita kurang gizi. Puluhan anak di Tangerang juga mengalami hal yang sama. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat ada sembilan juta anak mengalami gizi buruk (stunting), sehingga penanganan masalah ini pun diprioritaskan oleh pemerintah.
Pertanyaannya, mengapa harus pemerintah pusat yang peduli dan mengambil inisiatif untuk menggerakkan penanganan kesehatan ibu hamil hingga masalah gizi buruk pada anak yang ditemukan di banyak daerah? Boleh jadi karena aparatur pemerintah daerah kurang memberi perhatian pada masalah ini.
Politik Pembangunan
Kini, setelah presiden menetapkan pembangunan dan pengembangan
kualitas SDM sebagai salah satu prioritas, sangat beralasan untuk berharap
kepada semua pemerintah daerah menanggapi rencana ini. Setiap daerah hendaknya
juga memprioritaskan pembangunan dan pengembangan kualitas SDM. Apalagi, pemerintah
berniat untuk langsung menyentuh persoalan-persoalan riil yang selama ini minim
perhatian, seperti kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi dan Balita, dan
kesehatan anak usia sekolah.
Semua pemda bisa saja mengadopsi program ini sebagai politik pembangunan di daerahnya masing-masing. Diyakini bahwa menjadikan pembangunan SDM sebagai keutamaan akan mengundang simpati dan dukungan dari masyarakat setempat. Sebab, sejatinya, setiap keluarga muda mendambakan anaknya tumbuh sehat, kuat dan cerdas.
Dengan begitu, kalau selama ini lebih menyibukkan diri dengan proyek-proyek infrastruktur, tahun-tahun mendatang semua pemda harus berani mengelola dan memprioritaskan proyek-proyek yang berkait dengan pembangunan dan pengembangan kualitas SDM. Fokus membangun infrastruktur di setiap daerah tentu saja harus dilanjutkan sesuai kebutuhan. Namun, membangun SDM juga jauh lebih penting untuk menyiapkan generasi penerus yang tangguh.Tentu saja membangun dan mengembangkan kualitas SDM tidak akan berhenti sampai pada sekadar menjaga kesehatan anak-anak usia sekolah, melainkan terus berlanjut sesuai tuntutan dan kebutuhan zaman.
Pada era sekarang, perubahan zaman ditandai dengan otomatisasi dan digitalisasi pada hampir semua aspek kehidupan, terutama sektor perekonomian. Jangankan orang muda (kaum milenial) dan anak-anak (generasi Z), generasi orang tua pun "dipaksa" beradaptasi dengan era kekinian. Maka, mempersiapkan anak-anak yang sehat, kuat dan cerdas, menjadi keharusan agar pada saatnya nanti generasi mereka mampu menanggapi perubahan di masa depan.
Diyakini bahwa semua pemerintah daerah telah menyimak pemaparan
Visi Indonesia oleh Presiden Joko Widodo, belum lama ini. Visi Indonesia tak
hanya memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang memang masih harus
dilanjutkan. Penambahan skala prioritas tentang kualitas SDM itu memang ada
urgensinya. Masyarakat Indonesia sudah menapaki era Industri 4.0.
Sektor lapangan kerja mengalami perubahan sangat signifikan. Peran tenaga, otak dan kreasi manusia terus berkurang. Era Otomatisasi dan digitalisasi menuntut peran dan keahlian baru dari generasi angkatan kerja. Karena itu, penyesuaian langkah dan kebijakan dalam menyiapkan keterampilan orang muda dan anak-anak pun tak terhindarkan.
Perubahan demi perubahan yang berkelajutan ini hendaknya disadari dan diantisipasi, termasuk oleh aparatur di semua Pemda. Pimpinan daerah harus mengajak generasi muda dan anak-anak setempat melihat dan mempelajari perubahan-perubahan itu. Keinginan atau kecenderungan mencermati perubahan ini akan menguat ketika pemerintah mulai merealisasikan program-program pembangunan dan pengembangan kualitas SDM. Ketika pekerjaan itu mulai berproses, jangan sampai pemda gagap.
Karena itu, Pemda pun harus mulai melakukan persiapan. Agar persiapan itu matang dan relevan, tak ada salahnya Pemda meminta dan mendengarkan masukan dari para ahli setempat. Pemda hendaknya mulai membuat program dan rencana tentang pengembangan SDM setempat.
Semangatnya adalah ketika pemerintah pusat mulai merealisasikan semua program dalam agenda pembangunan dan pengembangan kualitas SDM, semua anak Indonesia, baik di kota maupun pelosok desa, mendapatkan kesempatan yang sama. Kesempatan bagi-bagi anak-anak di semua daerah itu sangat bergantung pada kemampuan Pemda menanggapi momentum itu. []
KORAN SINDO, 25 Juli 2019
Bambang Soesatyo | Ketua DPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar