Kisah Seorang Pria yang Bercocok Tanam di
Surga
Pernahkah Anda mendengar ayat Al-Qur’an atau
hadits yang bercerita tentang kenikmatan-kenikmatan surga? Bagaimana gambaran
istana-istana megah serta tenda-tenda indah di dalamnya? Bagaimana pula
hamparan taman-taman asri dan sunga-sungai jernih yang mengalir di bawahnya?
Pun demikian para bidadari yang telah rindu menanti pujaan hati dan akan jadi
pendamping setia para penghuni.
Lalu bagaimana bisa dikatakan,
kenikmatan-kenikmatan surga belum pernah terdengar telinga dan belum pernah
terbayang hati siapa pun? Nyatanya, banyak sekali ayat dan hadits yang memberi
gambaran tentang itu.
Ingatlah, sebagian nikmat surga ada yang
telah digambarkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar orang-orang bertakwa kian
merindukannya, sebagian lagi masih dirahasiakan sampai seorang hamba melihat
sendiri setelah memasukinya.
Di antara nikmat surga yang telah digambarkan
Allah dan Rasul-Nya adalah para penghuni surga akan selalu dimudakan, tidak
akan pernah tua atau renta; mereka akan selalu disehatkan, tidak pernah sakit
lagi; mereka akan selalu dihidupkan, tidak akan mati lagi selamanya; mereka
akan selalu diliputi kesenangan, tidak akan pernah sengsara atau mendapat
kesulitan.
Tak hanya itu, setelah masuk surga, mereka
tak perlu lagi buang air besar maupun buang air kecil, tak perlu membuang ludah
atau membuang ingus. Sebab, di surga tidak lagi ada najis dan kotoran. Namun,
bukan berarti mereka tidak makan dan tidak minum. Karena banyak hadits yang
menyatakan itu. Hanya saja sisa-sisa makanan yang ada dalam tubuh mereka akan
diubah menjadi sendawa dan cucuran keringat yang mengalir dari tubuh mereka
yang wanginya seperti minyak misik.
Kemudian, semua penghuni surga akan menikah,
sebagaimana dalam hadits Muslim, “Di surga itu tidak ada yang membujang.” Tidak
ada penyakit atau kekurangan yang menghalangi mereka menikah atau bercampur
suami-istri layaknya di dunia. Sungguh Allah telah membebaskan mereka dari
semua penyakit dan halangan itu.
Dalam riwayat Al-Bukhari dikatakan, setiap
penghuni surga akan mendapatkan dua pasangan yang sangat cantik. Saking
cantiknya, sampai-sampai sumsum betis keduanya tampak jelas di balik dagingnya.
Hebatnya lagi, segala sesuatu yang diinginkan
penghuni surga akan tersaji seketika. Apa pun berlangsung dengan instan tanpa
proses. Contohnya yang terjadi pada seorang penghuni surga yang memohon izin
kepada Allah untuk bercocok tanam.
Dalam Shahîhul Bukharî, (tepatnya dalam
“Kitâbut Tauhîd, Bâb Kalâm al-Rabb Ma‘a Ahlil Jannah,” nomor hadits 7019; dan
“Kitâb Al-Muzâra‘ah,” nomor hadits 2348), sebagaimana diterima oleh Abu
Hurairah, Rasulullah SAW bercerita:
أَنَّ
رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ فِي الزَّرْعِ، فَقَالَ لَهُ:
أَوَلَسْتَ فِيمَا شِئْتَ؟ قَالَ: بَلَى، وَلَكِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَزْرَعَ،
فَأَسْرَعَ وَبَذَرَ، فَتَبَادَرَ الطَّرْفَ نَبَاتُهُ وَاسْتِوَاؤُهُ
وَاسْتِحْصَادُهُ وَتَكْوِيرُهُ أَمْثَالَ الجِبَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى:
دُونَكَ يَا ابْنَ آدَمَ، فَإِنَّهُ لاَ يُشْبِعُكَ شَيْءٌ
Artinya, “’Ada seorang laki-laki penghuni
surga meminta izin kepada Tuhannya untuk bercocok tanam. Tuhan kemudian
bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau tidak puas dengan apa yang engkau inginkan?’
Sang laki-laki menjawab, ‘Tentu (sangat puas), tetapi aku ingin sekali bercocok
tanam.’ Setelah mendapat izin, dia pun bergegas pergi dan menabur benih. Namun
begitu benih ditabur, matanya tak bisa mengikuti setiap fase pertumbuhan tanamannya.
Mulai dari fase pertumbuhan, pembesaran, proses panen, sampai penyimpanan hasil
panen yang menumpuk seperti gunung (berlangsung sebegitu cepat). Kemudian,
Tuhan berfirman, ‘Ambillah olehmu, wahai anak Adam. Namun itu tetap saja tak
mengenyangkanmu sedikit pun.’”
Itulah sekilas gambaran kehidupan serta
kenikmatan surga. Sungguh jauh berbeda dengan kehidupan dan kenikmatan dunia,
di mana segala sesuatu yang diinginkan butuh waktu dan juga proses. Seorang
yang ingin memetik buah mangga yang ditanamnya—misalnya—mulai masa tanam
sampai bisa dipanen, butuh waktu yang cukup lama.
Lain halnya dengan kehidupan surga. Apa pun
diinginkan penghuninya sudah disiapkan dan disajikan. Mengapa nikmat surga
begitu besar dan jauh bedanya dengan nikmat dunia? Jawabannya, karena
perbandingan antara nikmat dunia dengan nikmat surga satu berbanding seratus.
Perbandingan itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW tentang rahmat dunia dan
rahmat akhirat:
إِنَّ
اللَّهَ خَلَقَ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِائَةَ رَحْمَةٍ كُلُّ
رَحْمَةٍ مِلْءُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَقَسَمَ مِنْهَا رَحْمَةً
بَيْنَ الْخَلَائِقِ بِهَا تَعْطِفُ الْوَالِدَةُ عَلَى وَلَدِهَا وَبِهَا
يَشْرَبُ الْوَحْشُ وَالطَّيْرُ الْمَاءَ وَبِهَا يَتَرَاحَمُ الْخَلَائِقُ
فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ قَصَرَهَا عَلَى الْمُتَّقِينَ وَزَادَهُمْ
تِسْعًا وَتِسْعِينَ
Artinya, “Sungguh, pada hari menciptakan
langit dan bumi, Allah menciptakan seratus rahmat, dimana setiap rahmat
memenuhi antara langit dan bumi. Satu rahmat darinya dibagikan Allah di tengah
para makhluk. Berkat satu rahmat itu, seorang ibu bisa berlemah-lembut kepada
anaknya. Berkat rahmat itu, seluruh binatang liar dan burung-burung bisa
meneguk airnya. Berkat rahmat itu, seluruh makhluk bisa saling berkasih sayang.
Namun, pada hari Kiamat, satu rahmat itu terbatas hanya untuk orang-orang
takwa, ditambah dengan sembilan puluh sembilan rahmat (yang sengaja masih
disimpan) untuk mereka,” (HR Al-Hakim).
Demikianlah balasan yang dijanjikan Allah
bagi orang-orang yang takwa dan taat kepada-Nya. Semoga sekelumit gambaran di
atas kian meneguhkan kita untuk selalu berada di jalan-Nya. Tak lupa, marilah
kita berdoa semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang beruntung
mendapatkan nikmat yang telah dijanjikan-Nya. []
(Ustadz M Tatam Wijaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar