Jumat, 19 Juli 2019

(Hikmah of the Day) Kisah Seorang Pria yang Bercocok Tanam di Surga


Kisah Seorang Pria yang Bercocok Tanam di Surga

Pernahkah Anda mendengar ayat Al-Qur’an atau hadits yang bercerita tentang kenikmatan-kenikmatan surga? Bagaimana gambaran istana-istana megah serta tenda-tenda indah di dalamnya? Bagaimana pula hamparan taman-taman asri dan sunga-sungai jernih yang mengalir di bawahnya? Pun demikian para bidadari yang telah rindu menanti pujaan hati dan akan jadi pendamping setia para penghuni.

Lalu bagaimana bisa dikatakan, kenikmatan-kenikmatan surga belum pernah terdengar telinga dan belum pernah terbayang hati siapa pun? Nyatanya, banyak sekali ayat dan hadits yang memberi gambaran tentang itu.

Ingatlah, sebagian nikmat surga ada yang telah digambarkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar orang-orang bertakwa kian merindukannya, sebagian lagi masih dirahasiakan sampai seorang hamba melihat sendiri setelah memasukinya.    

Di antara nikmat surga yang telah digambarkan Allah dan Rasul-Nya adalah para penghuni surga akan selalu dimudakan, tidak akan pernah tua atau renta; mereka akan selalu disehatkan, tidak pernah sakit lagi; mereka akan selalu dihidupkan, tidak akan mati lagi selamanya; mereka akan selalu diliputi kesenangan, tidak akan pernah sengsara atau mendapat kesulitan.

Tak hanya itu, setelah masuk surga, mereka tak perlu lagi buang air besar maupun buang air kecil, tak perlu membuang ludah atau membuang ingus. Sebab, di surga tidak lagi ada najis dan kotoran. Namun, bukan berarti mereka tidak makan dan tidak minum. Karena banyak hadits yang menyatakan itu. Hanya saja sisa-sisa makanan yang ada dalam tubuh mereka akan diubah menjadi sendawa dan cucuran keringat yang mengalir dari tubuh mereka yang wanginya seperti minyak misik.

Kemudian, semua penghuni surga akan menikah, sebagaimana dalam hadits Muslim, “Di surga itu tidak ada yang membujang.” Tidak ada penyakit atau kekurangan yang menghalangi mereka menikah atau bercampur suami-istri layaknya di dunia. Sungguh Allah telah membebaskan mereka dari semua penyakit dan halangan itu.

Dalam riwayat Al-Bukhari dikatakan, setiap penghuni surga akan mendapatkan dua pasangan yang sangat cantik. Saking cantiknya, sampai-sampai sumsum betis keduanya tampak jelas di balik dagingnya.

Hebatnya lagi, segala sesuatu yang diinginkan penghuni surga akan tersaji seketika. Apa pun berlangsung dengan instan tanpa proses. Contohnya yang terjadi pada seorang penghuni surga yang memohon izin kepada Allah untuk bercocok tanam.

Dalam Shahîhul Bukharî, (tepatnya dalam “Kitâbut Tauhîd, Bâb Kalâm al-Rabb Ma‘a Ahlil Jannah,” nomor hadits 7019; dan “Kitâb Al-Muzâra‘ah,” nomor hadits 2348), sebagaimana diterima oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bercerita:

أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ فِي الزَّرْعِ، فَقَالَ لَهُ: أَوَلَسْتَ فِيمَا شِئْتَ؟ قَالَ: بَلَى، وَلَكِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَزْرَعَ، فَأَسْرَعَ وَبَذَرَ، فَتَبَادَرَ الطَّرْفَ نَبَاتُهُ وَاسْتِوَاؤُهُ وَاسْتِحْصَادُهُ وَتَكْوِيرُهُ أَمْثَالَ الجِبَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: دُونَكَ يَا ابْنَ آدَمَ، فَإِنَّهُ لاَ يُشْبِعُكَ شَيْءٌ 

Artinya, “’Ada seorang laki-laki penghuni surga meminta izin kepada Tuhannya untuk bercocok tanam. Tuhan kemudian bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau tidak puas dengan apa yang engkau inginkan?’ Sang laki-laki menjawab, ‘Tentu (sangat puas), tetapi aku ingin sekali bercocok tanam.’ Setelah mendapat izin, dia pun bergegas pergi dan menabur benih. Namun begitu benih ditabur, matanya tak bisa mengikuti setiap fase pertumbuhan tanamannya. Mulai dari fase pertumbuhan, pembesaran, proses panen, sampai penyimpanan hasil panen yang menumpuk seperti gunung (berlangsung sebegitu cepat). Kemudian, Tuhan berfirman, ‘Ambillah olehmu, wahai anak Adam. Namun itu tetap saja tak mengenyangkanmu sedikit pun.’”

Itulah sekilas gambaran kehidupan serta kenikmatan surga. Sungguh jauh berbeda dengan kehidupan dan kenikmatan dunia, di mana segala sesuatu yang diinginkan butuh waktu dan juga proses. Seorang yang ingin memetik buah mangga yang ditanamnya—misalnya—mulai  masa tanam sampai bisa dipanen, butuh waktu yang cukup lama.  

Lain halnya dengan kehidupan surga. Apa pun diinginkan penghuninya sudah disiapkan dan disajikan. Mengapa nikmat surga begitu besar dan jauh bedanya dengan nikmat dunia? Jawabannya, karena perbandingan antara nikmat dunia dengan nikmat surga satu berbanding seratus. Perbandingan itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW tentang rahmat dunia dan rahmat akhirat:

إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِائَةَ رَحْمَةٍ كُلُّ رَحْمَةٍ مِلْءُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَقَسَمَ مِنْهَا رَحْمَةً بَيْنَ الْخَلَائِقِ بِهَا تَعْطِفُ الْوَالِدَةُ عَلَى وَلَدِهَا وَبِهَا يَشْرَبُ الْوَحْشُ وَالطَّيْرُ الْمَاءَ وَبِهَا يَتَرَاحَمُ الْخَلَائِقُ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ قَصَرَهَا عَلَى الْمُتَّقِينَ وَزَادَهُمْ تِسْعًا وَتِسْعِينَ

Artinya, “Sungguh, pada hari menciptakan langit dan bumi, Allah menciptakan seratus rahmat, dimana setiap rahmat memenuhi antara langit dan bumi. Satu rahmat darinya dibagikan Allah di tengah para makhluk. Berkat satu rahmat itu, seorang ibu bisa berlemah-lembut kepada anaknya. Berkat rahmat itu, seluruh binatang liar dan burung-burung bisa meneguk airnya. Berkat rahmat itu, seluruh makhluk bisa saling berkasih sayang. Namun, pada hari Kiamat, satu rahmat itu terbatas hanya untuk orang-orang takwa, ditambah dengan sembilan puluh sembilan rahmat (yang sengaja masih disimpan) untuk mereka,” (HR Al-Hakim).

Demikianlah balasan yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang takwa dan taat kepada-Nya. Semoga sekelumit gambaran di atas kian meneguhkan kita untuk selalu berada di jalan-Nya. Tak lupa, marilah kita berdoa semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang beruntung mendapatkan nikmat yang telah dijanjikan-Nya. []

(Ustadz M Tatam Wijaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar