Tahapan-tahapan Turunnya
Ayat tentang Riba
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam
kitabnya, al-Itqân fi UlûmiL Qurân (Kairo, Mathba’ah Al-Azhār,
1318H, halaman 114), menukil sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, mengatakan
bahwa ayat terakhir yang diturunkan oleh Allah ﷻ adalah ayat tentang
keharaman riba. Hadits yang sama juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah,
Imam Baihaqi dengan menyandarkan sanad pada Umar bin Khathab radliyallahu
‘anhu.
Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan hadits
dengan sanad dari Abu Saīd al-Khudri, dan dari Said bin Jubair dan dari Ibnu
‘Abbâs. Sementara an-Nasai meriwayatkan hadits dari dua jalur sanad yaitu dari
Ikrimah dan dari Ibnu ‘Abbâs radliyallahu ‘anhum. Semua riwayat hadits
ini sepakat bahwa ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat tentang riba, yaitu
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 278. Allah ﷻ berfirman:
ياأيها
الذين آمنوا اتقوا الله وذروا مابقي من الربا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba!”
(QS Al-Baqarah: 278)
Ayat ini berisikan perintah meninggalkan
riba. Yang artinya Allah ﷻ secara tegas
menyatakan keharaman riba. Sayangnya, ayat ini belum sempat mendapatkan
penjelasan secara rinci dari Nabi ﷺ hingga beliau wafat.
Karena ketiadaan penjelasan secara detail dari beliau, maka isi dari ayat ini
memiliki pengertian mutlak. Untuk itu, memerlukan nadhrun (penelitian)
dari para ulama dan ahli fiqih tentang bentuk riba yang dimaksud.
Perlu diketahui bahwa, tahapan ayat yang
berbicara soal hukum riba adalah menyerupai tahapan pengharaman khamr.
Menurut Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghî dalam Tafsîr al-Marâghî (Kairo,
Musthafa Bab al-Halabi, 1946, jilid III, halaman 49), ada empat tahapan
pengharaman riba. Tahap pertama, Allah ﷻ hanya menunjukkan
sisi negatif dari riba, sebagaimana dalam tafsir Surat ar-Rûm ayat 39 pada
tulisan sebelumnya.
Tahap kedua, Allah ﷻ menunjukkan isyarat
keharaman riba. Pada tahap ini Allah ﷻ mengecam praktik riba
yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Asal-usul kecaman adalah ditekankan
pada aspek kezaliman yang terjadi akibat praktik riba tersebut. Hal ini
sebagaimana diungkap dalam QS An-Nisa’ ayat 160-161:
فَبِظُلْمٍ
مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًاوَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا
عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “Maka disebabkan kedhaliman orang
Yahudi, maka kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang
dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta
orang dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menjadikan untuk orang-orang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS an-Nisa: 160-161)
Selanjutnya setelah mengecam praktik orang
Yahudi ini, Allah ﷻ berfirman yang
mengandung isyarat keharaman riba. Tahap ini merupakan tahap ketiga dari proses
evolusi riba dalam Al-Qur’an. Ayat yang turun di dalam tahap ketiga ini adalah
Surat Ali Imran ayat 130, sebagaimana telah diuraikan dalam tulisan terdahulu.
Pada tahap terakhir dinyatakan keharaman riba secara mutlak, yaitu melalui
firman Allah ﷻ pada Surat al-Baqarah
ayat 278-280. Sekarang mari kita perhatikan bunyi dari Surat al-Baqarah ayat
278-280 secara lengkap. Allah ﷻ berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ
الرِّبَاإِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَفَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ
اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا
تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَوَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ
مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,
tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang
beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada
Allah dan Rasul-Nya. Maka jika kalian bertaubat, maka bagi kalian adalah pokok
harta kalian. Tidak berbuat dhalim lagi terdhalimi. Dan jika terdapat orang
yang kesulitan, maka tundalah sampai datang kemudahan. Dan bila kalian
bersedekah, maka itu baik bagi kalian, bila kalian mengetahui.” (QS al-Baqarah:
278-280).
Ada beberapa pokok isi kandungan dari ayat
ini, yaitu:
1. Allah ﷻ memerintahkan kaum
mukmin agar meninggalkan apa yang tersisa dari transaksi riba. Maksud dari apa
yang tersisa di sini adalah sisa tagihan yang belum terlunasi dan awalnya
dilakukan dengan jalan ribawi.
2. Jika tidak mau meninggalkan menagih sisa
transaksi riba itu, maka dikobarkanlah perang dengan Allah dan Rasul-Nya.
3. Perintah mengambil pokok harta yang
dipinjamkan sehingga tidak boleh saling berbuat dhalim antara yang menghutangi
dan yang dihutangi.
4. Bershadaqah adalah lebih baik dari
memungut sisa riba dan mengambil harta orang lain dengan jalan dhalim.
Yang menarik dan perlu dikaji dari ayat ini
adalah, berarti Surat Ali Imran ayat 130 tidak berbicara soal pengharaman riba.
Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ada bagian dari mengambil ziyadah (tambahan
harta) itu yang tidak mutlak haram. Faktanya, QS al-Baqarah ayat 278-280
sebagai ayat terakhir yang diturunkan, masih berbicara soal sedekah. Sedekah
dalam beberapa tempat di Al-Qur’an memiliki arti yang sama dengan zakat. Dalam
ayat tentang riba ini, maka makna sedekah memiliki arti yang sama dengan makna
zakat pada QS. ar-Rûm: 39 sebagaimana telah dibahas pada waktu yang lalu.
Inilah sebabnya, para ulama dari kalangan madzahib
al-arba’ah (mazhab empat) meneliti kembali, pengertian riba yang
dilarang dan riba yang diperbolehkan itu. Insyaallah kita akan bahas kelak hal
ini dalam tulisan mendatang.
Sebagai akhir dari tulisan ini, maka kita
tarik kesimpulan sementara bahwa ada beberapa tahapan turunnya ayat tentang
riba, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Riba dicela disebabkan karena keberadaan
unsur negatif yang dikandungnya (QS ar-Rûm: 39)
2. Selanjutnya riba dicela disebabkan karena
adanya unsur zalim (aniaya) di dalam praktik riba orang yahudi (QS an-Nisa’:
160-161)
3. Selanjutnya riba dicela disebabkan karena
keberadaan ziyadah yang berlipat-lipat dalam praktik riba masyarakat
jahiliyah (QS Ali Imran: 130-132)
4. Terakhir, riba mutlak diharamkan, namun
‘illah (alasan dasar) keharamannya belum disebutkan secara rinci oleh
Rasulullah ﷺ (QS. Al-Baqarah: 278-280).
Wallahu a’lam bi al-shawab
[]
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih
Terapan dan Pengasuh Ponpes Hasan Jufri Putri P. Bawean, JATIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar