Syarat agar Perdagangan di
Bursa Efek Sah secara Fiqih
Pasar efek atau yang dikenal dengan istilah
bursa efek, secara tradisional pada dasarnya adalah gambaran dari sebuah pasar
surat berharga perusahaan yang terjadi di antara wakil-wakil perusahaan, baik
emiten (perusahaan penerbit efek) maupun investor selaku pembeli efek.
Keberadaan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berperan selaku hakim yang
menengahi transaksi, sementara saksi-saksinya terdiri atas perusahaan efek,
biro administrasi efek, dan bank kustodian selaku tempat menyimpan efek-efek
yang hendak diperjualbelikan. Sederhananya, sistem ini menyerupai orang yang
jualan rumah dengan sejumlah pihak yang turut dilibatkan untuk menjamin
keabsahan transaksi jual beli rumah. Dengan demikian, menimbang dari sisi
sistem operasionalnya, maka bursa efek adalah boleh dari sisi fiqih.
Akan tetapi, karena dalam bursa efek, pihak
yang terlibat dan berperan dalam transaksi di satu sisi adakalanya pemilik
perusahaan sendiri, sementara di sisi yang lain kebanyakan dihuni oleh
wakil-wakil perusahaan yang terdiri atas akuntan publik (wakil emiten) dan
perantara pedagang efek (wakil investor), maka setidaknya ada syarat ketentuan
agar sebuah perdagangan efek menjadi sah secara fiqih. Apakah syarat itu?
Pertama, yang harus diperhatikan adalah soal
ketentuan harga. Dalam wahana fiqih klasik, sebuah harga dalam transaksi
jual-beli adalah disyaratkan harus ma‘lûm (diketahui secara jelas). Bayangkan,
Anda pergi ke warung kopi, lalu membeli kopi ditambah mengambil pisang goreng,
sementara Anda tidak tahu berapa harga pisang goreng tersebut dijual. Maka
hukum asal mengambil pisang goreng tadi adalah tidak diperbolehkan. Mengapa?
Karena harganya tidak ma‘lum bagi Anda. Inilah, syarat ma‘lum ini bersifat
mutlak dalam fiqih Syafi’iyah, namun tidak dalam fiqih ahnaf (istilah lain dari
ulama kalangan madzhab Hanafi).
Tidak hanya berhenti sampai di situ, syarat
ma’lum ini juga berlaku untuk barang yang memiliki dua harga. Tidak boleh menjual
sebuah aset dengan dua harga sekaligus. Misalkan, seorang tuan tanah menjual
tanah miliknya secara kredit dan tunai tanpa ada kejelasan transaksi di majelis
khiyarnya, yaitu antara dibeli secara kreditkah, atau tunaikah. Jika terjadi
hal yang semacam ini, maka sudah barang pasti tidak diperbolehkan. Pihak
penjual dan pembeli harus menetapkan harga terlebih dahulu. Seperti misalnya:
“Aset ini saya beli secara tunai”. Atau ucapan seorang pembeli: “Aset ini saya
beli secara kredit.” Jika dibeli secara kredit, berarti transaksinya masuk
unsur transaksi jual beli kredit (bai’ taqshith). Jika dibeli secara tunai,
maka transaksinya masuk unsur jual beli tunai (hālan). Jika dibeli dalam bentuk
tangguh, maka transaksinya masuk unsur jual beli tangguh (bai’muajjalan).
Intinya bahwa harus ada kejelasan harga sebelum berpisah majelis.
Terkait dengan ketentuan harga wajib bersifat
ma’lum ini, Imam Nawawi dalam Al-Muhadzab, Juz 2 halaman 20-21 menjelaskan
sebagai berikut:
روى
أبو هريرة رضي الله عنه قال “نهى رسول الله عن بيعتين في بيعة” فيحتمل أن يكون
المراد به أن يقول بعتك هذا بألف نقداً أو بألفين نسيئة فلا يجوز للخبر ولأنه لم
يعقد على ثمن معلوم ويحتمل أن يكون المراد به أن يقول بعتك هذا بألف على أن تبيعني
دارك بألف فلا يصح للخبر ولأنه شرط في عقد وذلك لايصح فإذا سقط وجب أن يضاف إلى
ثمن السلعة بإزاء ما سقط من الشرط وذلك مجهول فإذا أضيف إلى الثمن صار مجهولاً
فبطل
Artinya: “Abu Hurairah RA telah meriwayatkan
bahwasannya Rasulullah SAW telah melarang dua transaksi dalam satu transaksi
jual beli. Salah satu model transaksi sebagaimana dimaksud dari hadits ini
adalah seandainya ada yang berkata aku jual aset ini seharga 1000 secara tunai
dan 2000 secara kredit. Dengan demikian, maka tidak boleh [sebuah transaksi
dilakukan] hanya berdasar suatu kabar, karena sama saja dengan tidak
dilaksanakan dengan harga yang ma’lum. Hadits ini juga memuat maksud bilamana
seseorang berkata, aku jual ini dengan harga 1000 dengan syarat kamu menjual
rumahmu padaku sebesar 1000. Transaksi semacam tidak sah dilaksanakan bila
hanya berdasar khabar. Dan karena keberadaan harga ma’lum adalah disyaratkan
dalam aqad maka tidak sah bilamana model transaksi terakhir terjadi. Apabila
transaksi (harga tidak ma’lum) terlanjur terjadi, maka jalan keluarnya adalah
wajib disandarkan pada “harga umum barang dijual” dengan mengabaikan apa-apa
yang menjadikan gugur transaksi dari sisi syarat. Hal yang menggugurkan
transaksi adalah ketidaktahuan harga, sehingga apabila transaksi dipaksa
bersandar pada harga majhul ini, maka jadilah transaksi majhuul sehingga
(harus) batal.”
Apakah unsur “kejelasan harga” ini ada dalam
pasar bursa?
Harga sebuah efek dalam pasar bursa efek
ditentukan oleh Perusahaan Efek. Fungsi dari Perusahaan Efek ini diatur dalam
PP No. 45 Tahun 1995 Pasal 32. Personalia Perusahaan Efek ditetapkan oleh
Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal).
Dalam ilustrasi jual beli rumah, sebagaimana
tulisan sebelumnya, peran perusahaan efek ini layaknya Pak RT yang merupakan
bawahannya Pak Kepala Dusun. Pak RT memiliki warga yang berada di bawah
naungannya. Perusahaan Efek juga memiliki warga yang menjadi anggotanya, yaitu
terdiri dari perusahaan-perusahaan emiten dan investor, atau wakil-wakil dari
keduanya. Fiktif atau tidak fiktifnya sebuah efek, dan berapa harga efek dari
masing-masing aset perusahaan anggota, adalah merupakan ketetapan perusahaan
efek. Emiten dan Investor tidak bisa membuat sendiri harga efek yang hendak
dijual atau dibeli oleh keduanya. Nah, jelas bukan?
Demikianlah, sebagai kesimpulan akhir dari
kajian bursa efek ini, berdasar harga, keberadaan jual beli efek di pasar bursa
adalah tidak memiliki kendala hukum secara fiqih. Adanya pihak penjamin efek,
seperti Bapepam dan perusahaan efek, menjadikan harga efek menjadi ma’lum oleh
wakil-wakil perusahaan. Wakil-wakil perusahaan tinggal melakukan analisa
pergerakan pasar untuk mendapatkan deviden / keuntungan jual beli, kemudian
melakukan aksi borong efek atau melegonya jika didapati ada trend positif
pasar.
Dengan demikian, tinggal satu catatan yang
bisa menjadi kendala secara fiqih, yaitu wakil yang diangkat oleh perusahaan.
Namun, sisi personal wakil ini tidak bersangkutan langsung dengan hukum pasar
bursa. Hukum personalia wakil berhubungan erat antara individu wakil dengan
perusahaan yang diwakilinya. Jujur atau tidak jujur seorang wakil berpengaruh
terhadap relasinya dengan perusahaan.
Semoga keterangan singkat ini mampu mengurai pernik
fiqih transaksi pasar bursa efek. Kajian berikutnya insyaallah akan dibicarakan
beberapa trending topic dewasa ini, pasar binary option sebagai soal turunan
dari pasar bursa. Insyaallah! Akhirnya semoga bermanfaat! Wallahu a’lam bish
shawab. []
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih
Terapan dan Pengasuh Pesantren Hasan Jufri Putri P. Bawean, Gresik, Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar