4 Perbedaan Haji dan Umrah
Haji adalah rukun kelima dari lima rukun
Islam. Secara bahasa haji berarti menyengaja atau bermaksud melakukan sesuatu.
Sedangkan secara istilah adalah menyengaja menuju Ka’bah untuk melaksanakan
ibadah tertentu. Haji merupakan ibadah yang diserap dari syari’at para nabi
terdahulu. Hal ini terbukti dari satu riwayat bahwa Nabi Adam ‘alaihissalam
pernah melaksanakan haji dari India sebanyak 40 kali dengan berjalan kaki,
bahkan menurut Ibnu Ishaq Allah subhanahu wata’ala tidak mengutus
seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim kecuali ia pernah melaksanakan haji.
Syekh Zainuddin al-Malibari berkata:
قال
ابن إسحاق لم يبعث الله نبيا بعد إبراهيم عليه الصلاة والسلام إلا حج
“Ibnu Ishaq berkata Allah tidak
mengutus seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kecuali ia melakukan
haji,”
(Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy Hasyiyah I’anah
al-Thalibin, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 312).
Umrah secara bahasa dapat diartikan berziarah
ke tempat ramai atau berpenghuni, sedangkan menurut istilah adalah menyengaja
menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah tertentu.
Haji dan umrah merupakan dua hal yang saling
berkaitan satu sama lain, keduanya memiliki banyak persamaan meliputi syarat
wajib, syarat sah, kesunahan, hal-hal yang membatalkan, dan perkara-perkara
yang diharamkan saat melakukan dua ibadah tersebut. Meski demikian, keduanya
juga memiliki beberapa titik perbedaan. Berikut ini penjelasannya.
Hukum
Haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap
muslim yang telah memenuhi syarat wajib haji, hal ini berdasarkan firman Alah subhanahu
wata’ala:
ولِلهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
“Dan bagi Allah subhanahu wata’ala,
wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).
Dan haditsnya Ibnu Umar:
بُني
الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة،
وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان
“Islam didirikan atas lima hal,
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah subhanahu wata’ala dan sesungguhnya
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam utusan Allah, mendirikan shalat,
melaksanakan zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan,” (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Dari ayat dan hadits di atas ulama merumuskan
bahwa hukumnya haji adalah wajib dan tergolong persoalan al-mujma’ ‘alaihi
al-ma’lum min al-din bi al-dlarurah (yang disepakati hukumnya oleh seluruh
mazhab dan diketahui oleh semua kalangan, baik orang awam dan khusus). Oleh
karenanya seseorang yang mengingkari kewajiban haji dihukumi murtad (keluar
dari Islam), kecuali bagi orang yang sangat awam, jauh dari informasi
keagamaan. Syekh Khathib al-Syarbini berkata:
وهو
إجماع يكفر جاحده إن لم يخف عليه
“Kewajiban haji disepekati ulama, kufur orang
yang mengingkarinya bila kewajiban haji tidak samar baginya.” (Syekh
Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 206).
Sedangkan hukum umrah diperselisihkan ulama.
Menurut pendapat al-Azhhar (yang kuat) hukumnya wajib, hal ini
berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:
وَأَتِمُّوا
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan
umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196).
Dan haditsnya Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu
‘anh:
عن
عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ لا قتال فيه؛
الحج والعمرة
“Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anh,
beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk
berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan
yakni haji dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan selainya dengan sanad-sanad
yang shahih).
Sementara menurut pendapat muqabil
al-Azhhar (yang lemah), hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad al-Zuhri
al-Ghamrawi menegaskan:
وكذا
العمرة فرض في الأظهر ومقابله أنها سنة
“Demikian pula umrah, hukumnya fardlu menurut
qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah adalah sunnah.”
(Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj al-Wahhaj, hal.151).
Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa
dalil, di antaranya hadits:
سئل
النبي صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي قال لا، وأن تعتمر خير لك
“Nabi pernah ditanya mengenai umrah,
Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih
baik bagimu.”
(HR. al-Turmudzi).
Al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’
menyatakan bahwa para pakar hadits sepakat bahwa hadits al-Tirmidzi di atas
adalah lemah (dha’if), bahkan Ibnu Hazm menyatakan hadits tersebut
adalah bathil. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata:
عبارة
الأسنى والمغني وأما خبر الترمذي عن جابر «سئل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن
العمرة أواجبة هي قال لا وأن تعتمر خير لك» فضعيف قال في المجموع اتفق الحفاظ على
ضعفه ولا يغتر بقول الترمذي فيه حسن صحيح وقال ابن حزم إنه باطل قال أصحابنا ولو
صح لم يلزم منه عدم وجوبها مطلقا لاحتمال أن المراد ليست واجبة على السائل لعدم
استطاعته
“Dan ungkapan kitab al-Nihayah dan al-Mughni
'Sedangkan haditsnya al-Turmudzi dari Jabir bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai umrah, apakah umrah wajib? Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab tidak, dan kalau kamu umrah maka lebih baik
bagimu.” Hadits at-Turmudzi adalah hadits yang lemah (dhaif).
Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ berkata bahwa para hafidh hadits
sepakat akan status lemah hadits tersebut dan janganlah sampai terbujuk oleh
ungkapan al-Turmudzi bahwa hadits itu adalah hasan shahih. Syekh Ibnu Hazm
berkata bahwa hadits itu adalah salah (bathil). Beberapa pengikut Imam
al-Syafi’i berkata andai saja hadits itu shahih, maka tidak lantas memastikan ketidakwajiban
umrah secara mutlak, sebab kemungkinan yang dikehendaki adalah tidak wajib bagi
si penanya karena tidak adanya kemampuan berangkat umrah.” (Syekh Abdul
Hamid al-Syarwani, Hawasyi al-Syarwani, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz 5,
hal. 6).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kewajiban haji adalah disepakati oleh seluruh ulama, sementara umrah masih
diperselisihkan.
Rukun
Dalam bab manasik, rukun adalah ritual
tertentu yang menjadi penentu keabsahan haji atau umrah (batal bila tidak
dilakukan), dan tidak bisa diganti dengan dam (denda). Rukun haji ada
lima yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut.
Sedangkan rukun umrah ada empat, niat ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut.
Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami
berkata:
أركان
الحج خمسة: الإحرام، والوقوف بعرفة، والطواف، والسعي، والحلق. وأركان العمرة أربعة
وهي: الإحرام، والطواف، والسعي، والحلق
“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram,
wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada
empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah
Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il
at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa
haji dan umrah berbeda pada satu rukun yaitu wuquf di Arafah yang hanya menjadi
rukun haji, bukan umrah.
Waktu Pelaksanaan
Haji memiliki waktu pelaksanaan yang lebih
sempit dari umrah. Waktu pelaksanaan haji terbatas pada rentang waktu mulai
dari awal bulan Syawal sampai subuhnya hari raya Idul Adlha (10 Dzulhijjah).
Sedangkan umrah bebas untuk dilaksanakan kapan saja.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
والوقت
وهو في الحج من ابتداء شوال إلى فجر يوم النحر وفي العمرة جميع السنة
“Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai
dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr)
dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun. (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi
Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201).
Kewajiban
Kewajiban haji dan umrah merupakan rangkaian
ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat membatalkan haji atau
umrah, namun wajib diganti dengan dam (denda). Kewajiban haji ada lima,
yaitu niat ihram dari miqat (batas area yang telah ditentukan menyesuaikan
daerah asal jamaah haji/ umrah), menginap di Muzdalifah, menginap di Mina,
tawaf wada’ (perpisahan) serta melempar jumrah. Sedangkan kewajiban umrah ada
dua, niat ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram.
Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari
berkata:
وواجباته:
١- إحرام من ميقات، ٢- ومبيت بمزدلفة، ٣- وبمنى، ٤- وطواف الوداع، ٥- ورمي بحجر
“Kewajiban-kewajiban haji yaitu ihram dari
miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar batu,”
(Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain,
hal. 210).
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
وأما
واجبات العمرة فشيئان الإحرام من الميقات واجتناب محرمات الإحرام
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua
yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti
Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim,
al-Haramain, hal. 239).
Simpulannya, haji dan umrah memiliki
perbedaan dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Secara hukum,
haji hukumnya wajib dan tidak ada perbedaan ulama, sedangkan umrah kewajibannya
diperselisihkan. Di lihat dari rukun, haji dan umrah berbeda dalam rukun wuquf
di Arafah. Dari segi waktu pelaksanaan, haji lebih sempit dari pada umrah. Dan
untuk kewajiban, haji mempunyai lebih banyak kewajiban dari pada umrah yang
hanya terdapat dua saja. Sekian semoga bermanfaat. []
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina
Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar