Hukum Nifas Perempuan
setelah Operasi Sesar
Perkembangan teknologi kedokteran ikut
memudahkan teknik persalinan bagi ibu yang hendak melahirkan, salah satunya
dengan operasi sesar. Operasi sesar adalah proses persalinan melalui pembedahan
dengan melakukan irisan di perut dan rahim perempuan untuk mengeluarkan bayi.
Setelah melahirkan, ibu biasanya mengalami
nifas, yakni darah yang keluar dari rahim usai melahirkan. Nifas terjadi karena
plasenta keluar dan organ dalam rahim mengalami masa pemulihan untuk bisa
kembali ke bentuk semula. Rahim bersifat elastis, saat mengandung, rahim bisa
menampung bayi seberat 3 hingga 4 kg.
Setelah melahirkan, rahim akan mengecil
menjadi sekitar dua kepalan tangan laki-laki dewasa. Sekitar dua minggu
kemudian, rahim akan mengecil hingga satu kepalan tangan, kemudian
menjadi seukuran telur ayam hingga akhirnya rata dan tak dapat diraba lagi
melalui perut. Bila tidak terjadi masalah, proses pengecilan rahim terjadi
selama 40 hari.
Lalu apakah perempuan yang melakukan operasi
sesar juga menjalani masa nifas?
Operasi sesar berfungsi sebagai pengganti
proses persalinan normal yang melalui farji. Meskipun prosesnya berbeda, namun
tujuannya tetap sama, yakni untuk mengeluarkan bayi yang ada di kandungan. Oleh
karena itu, nifas bagi ibu yang bersalin sesar tetap berlaku sebagaimana
melahirkan normal. Hal ini berdasarkan kaidah fiqih
حُكْمُ
البَدَلِ حُكْمُ المُبْدَلْ مِنْهُ
Artinya, “Hukum pengganti sama dengan hukum
yang digantikan.”
Meskipun sebagian darah sudah keluar saat
proses sesar, ibu yang melakukan persalinan sesar tetap akan mengalami nifas.
Namun proses kesembuhan organ-organ bagian dalamnya akan sedikit berbeda dengan
ibu yang bersalin normal. Pasalnya, saat menjalani sesar lapisan-lapisan perut
dibuka, mulai dari otot perut, dinding perut, hingga dinding rahim.
Secara umum tidak ada perbedaan masa nifas
antara ibu yang bersalin normal dan sesar. Ibu yang bersalin sesar bahkan
memiliki kemungkinan menjalani masa nifas yang lebih sebentar karena sebagian
darah sudah dikeluarkan saat pembedahan rahim.
Terdapat beberapa pendapat mengenai batas
maksimal nifas. Adapun Imam Atha, As-Sya’bi, dan Aisyah berpendapat bahwa batas
maksimal nifas 60 hari. Namun, mayoritas ulama mengatakan 40 hari. Ibnu Rusyd
dalam Kitab Bidayatul Mujtahid menyatakan:
وأما
أكثره فقال مالك مرة: هو ستون يوما، ثم رجع عن ذلك، فقال: يسأل عنذلك النساء،
وأصحابه ثابتون على القول الأول، وبه قال الشافعي. وأكثر أهل العلم من الصحابة على
أن أكثره أربعون يوما، وبه قال أبو حنيفة.
Artinya, “Batas maksimal nifas, Imam Malik
suatu kali pernah mengatakan 60 hari, namun ia meralat perkataannya dan
mengatakan “Tentang hal itu ditanyakan kembali pada para wanita.” Mayoritas
pengikutnya mengikuti perkataan yang pertama, begitu pula yang dikatakan Imam
As-Syafi‘i. Mayoritas ulama dari kalangan sahabat berpendapat maksimalnya 40
hari, begitu pula yang dikatakan Imam Abu Hanifah,” (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid, [Kairo, Darussalam: 2018 M), halaman 69).
Ulama yang menyatakan masa nifas 40 hari
mendasari pendapatnya pada teks-teks hadits, salah satunya hadits yang
diriwayatkan Ibnu Majah:
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: كَانَتِ النُّفَسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَجْلِسُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، وَكُنَّا نَطْلِي
وُجُوهَنَا بِالْوَرْسِ مِنَ الْكَلَفِ
Artinya, “Dari Ummu Salamah ia berkata, ‘Pada
masa Rasulullah SAW perempuan-perempuan yang nifas duduk berdiam diri (menunggu
masa nifas) selama empat puluh hari, dan kami membersihkan wajah kami dari
kotoran dengan wars (semacam tumbuhan yang wangi),’” (HR Ibnu Majah).
Ibnul Jarud dalam kitabnya, Al-Muntaqa minas
Sunnanil Musnadah meriwayatkan sebagai berikut:
عَنْ
عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ، أَنَّهُ كَانَ لَا يَقْرَبُ النِّسَاءَ
أَرْبَعِينَ يَوْمًا يَعْنِي فِي النِّفَاسِ
Artinya, “Dari Utsman bin Abil ‘Ash,
‘Sesungguhnya ia tidak mendekati (menjimak) perempuan (istrinya) selama 40 hari
ketika masa nifas.’”
Dalam ilmu kesehatan, darah yang keluar dari
rahim terbagi atas beberapa fase, yaitu:
Fase Lochia rubra (Cruenta), yakni tahap
keluarnya darah berwarna merah segar, terjadi selama dua hari pascapersalinan.
Fase lochia sanguinolenta, yakni tahap
keluarnya darah berwarna kecokelatan dan kekuningan, biasanya terjadi pada hari
ketiga sampai ketujuh pascapersalinan.
Fase lochia serosa, tahap keluarnya darah
berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ketujuh sampai
keempat belas pascapersalinan.
Fase lochi alba, cairan putih kekuningan yang
keluar setelah dua minggu.
Lochia purulenta, terjadi karena infeksi,
keluar cairan seperti nanah berbau busuk, (Lihat Suherni dkk, Perawatan Masa
Nifas [Yogyakarta, Fitramaya: 2009 M), halaman 78-79).
Darah yang keluar pada empat fase pertama
merupakan darah nifas, normalnya ini terjadi selama 6 hingga 8 minggu (42
hingga 56 hari). Jika darah merah dan pekat keluar lagi setelah fase lochi alba
selesai, maka darah itu termasuk darah infeksi atau disebut lochia purulenta.
Faselochia puruleta inilah yang merupakan masa istihadah.
Meskipun kebanyakan perempuan mengalami nifas
selama 40 hari, bukan berarti ini menjadi satu-satunya rujukan, karena siklus
nifas semua perempuan tidak selalu sama, kadang kala ada yang mengalami lebih
sebentar, ada pula yang mengalami lebih dari 40 hari. Bahkan Imam Malik
menyatakan bahwa perihal itu ditanyakan lagi kepada perempuan. Namun apabila
selama delapan minggu sang ibu masih mengeluarkan darah, hendaklah ia
mengonsultasikannya kepada dokter, karena kemungkinan ia mengalami infeksi. Wallahu
a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar