Apakah Mahar Unik Mempelai
Pria Diperbolehkan dalam Islam?
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online. Belakangan
masyarakat disuguhkan informasi mahar unik yang dipersembahkan mempelai
pria untuk mempelai wanitanya. Mahar unik ini diukur dari kandungan nilai
nominalnya yang begitu mahal, yaitu kendaraan mewah maupun dari kandungan
nominalnya yang begitu terjangkaunya, yaitu tiga butir telur ayam. Mohon
penjelasan atas masalah ini. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
(Zainal Arifin/Jakarta)
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga
Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) menyebut mahar atau maskawin sebagai pemberian wajib berupa uang atau
barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan
akad nikah.
Dalam kajian fiqih, penyerahan mahar atau
maskawin dapat ditunda, diangsur, atau diutangkan.
Dasar kewajiban mahar atau maskawin adalah
Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4:
وَآتُواْ
النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya, “Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”
Ulama berbeda pendapat. Abu Tsaur menentukan
seberat 500 dirham untuk mahar. Sementara Imam Abu Hanifah menetapkan 10 dirham
untuk mahar. Sedangkan Mazhab Syafi‘i tidak memberikan batasan terkait jumlah
dan bentuk mahar.
Sebagaimana dimaklum, satu dirham merupakan
mata uang seberat 2,975 gram dengan bahan dasar perak. Jumlah 2,975 gram perak
ini dapat dikonversi ke dalam rupiah sesuai dengan harga perak yang sedang
berlaku.
قوله
(وليس لأقل الصداق وأكثره حد ويجوز أنه يتزوجها على منفعة
معلومة) ليس للصداق حد في القلة ولا في الكثرة بل كل ما جاز أن يكون ثمنا من عين
أو منفعة جاز جعله صداقا
Artinya, “(Tidak ada batas minimal dan batas
maksimal mahar. Seseorang boleh mengawini seorang perempuan dengan mahar berupa
jasa bermanfaat tertentu). Tidak ada batas minimal dan maksimal mahar. Semua
yang mungkin mengandung nilai baik berupa barang maupun jasa, boleh dijadikan
mahar,” (Lihat Taqiyydin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar,
[Surabaya, Nur Amaliyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 64).
Meski tidak menetapkan batasan minimal dan
maksimal, Mazhab Syafi‘i menganjurkan mempelai pria memberikan mahar tidak
kurang dari 10 dirham. Hal ini dimaksudkan untuk keluar dari perbedaan pendapat
dengan Imam Abu Hanifah.
نعم
يستحب أن لا ينقص عن عشرة دراهم للخروج من خلاف أبي حنيفة ويستحب أن لا يزاد على
صداق أزواج رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو خمسمائة درهم
Artinya, “Tetapi besaran mahar dianjurkan
tidak kurang dari 10 dirham untuk keluar dari khilaf Imam Abu Hanifah, dan
tidak lebih dari mahar istri Rasulullah, yaitu sebesar 500 dirham,” (Lihat
Taqiyydin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Surabaya, Nur
Amaliyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 64).
Selain soal jumlah, Mazhab Syafi‘i juga tidak
menentukan bentuk mahar. Mempelai pria dapat menyediakan jasanya yang
mengandung manfaat dan maslahat sebagai bentuk maskawinnya. Jasa itu dapat
berbentuk pengajaran Al-Quran, jasa konveksi, jasa penyalinan buku, atau penulisan
syair, dan bentuk jasa lainnya.
قوله
(ويجوز أن يتزوجها على منفعة معلومة) كتعليمها القرآن أي
وكخياطة ثوب وكتابة نحو دلائل الخيرات ومثل لقرآن الفقه والحديث والشعر الجائز
وغير ذلك مما ليس بمحرم ولا فرق في تعليم القرآن بين أن يكون لكله كما هو ظاهره أو
لسورة معينة منه كالفاتحة وغيرها أو لقدر معين من سورة معينة من سورة يس إن كانت
تعرفه
Artinya, “(Seseorang boleh mengawini seorang
perempuan dengan mahar berupa jasa bermanfaat tertentu) seperti jasa
mengajarkan Al-Qur’an, seperti juga menjahitkan pakaian, menuliskan misalnya
kitab Dala’ilul Khairat. Seperti Al-Quran, jasa pengajaran fiqih, hadits, syair
yang boleh, dan selain itu yang tidak diharamkan. Tidak ada perbedaan apakah
pengajaran Al-Qur’an 30 juz sebagaimana zahirnya, atau surat tertentu semisal
Al-Fatihah dan surat lainnya, atau kadar tertentu dari surat tertentu, Surat
Yasin misalnya jika ia mengetahuinya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul
Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman
126-127).
Lalu bagaimana dengan mahar unik yang menarik
perhatian masyarakat belakangan ini? Pada prinsipnya, agama Islam tidak
memberatkan kedua calon mempelai terkait mahar terkait nilai maupun bentuknya.
Mempelai pria umumnya memberikan perhiasan atau seperangkat alat shalat.
Hanya saja kami menyarankan masyarakat
terutama pihak mempelai laki-laki dan mempelai perempuan beserta keluarganya
untuk “menentukan” mahar sesuai dengan “standar” umumnya di masyarakat. Hal ini
dimaksudkan agar mempelai pria, mempelai wanita, atau keluarganya
mengada-adakan dengan cara memaksakan diri di luar kemampuan.
Namun, tidak ada halangan bila mempelai pria
ingin memberikan mahar unik yang mewahnya fantastis karena memang kemampuannya
demikian. Tetapi kita juga tidak perlu mengecilkan terlebih lagi mencemooh
mahar unik seseorang karena keterbatasan kemampuan mempelai pria. Yang jelas,
mahar baik berupa barang atau jasa harus mengandung nilai manfaat.
Yang perlu kita lakukan adalah menyatakan
kebahagiaan atas kebahagiaan mereka dengan berkirim hadiah atau capan selamat,
dan mendoakan mereka agar dapat menjalankan rumah tangga dengan penuh
keberkahan.
Demikian jawaban kami, semoga dipahami dengan
baik. Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami
selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar