Memahami Pokok Ajaran
Islam: Belajar dari Quraish Shihab
Judul
: Islam yang Saya Anut: Dasar-dasar Ajaran Islam
Penulis
: M. Quraish
Shihab
Penerbit
: Penerbit Lentera
Hati
Cetakan
: Ketiga, 2018
Tebal
: x + 338 halaman
ISBN
: 978-602-7720-74-9
Peresensi
: Faris Maulana Akbar, Pegiat
Komunitas Saung Ciputat, Tangerang Selatan, Banten
Akhir-akhir ini isu
agama sering diangkat dan diperbincangkan bukan hanya oleh kalangan masyarakat
kampung yang identik dengan rutinitas budaya ritual dan spiritualnya, namun
juga oleh para kalangan elit yang identik dengan popularitas dan ambisi
politiknya. Dalam menyikapi fenomena ini, di satu sisi umat muslim patut
bersyukur karena pada kenyataannya Islam sudah berkembang dan diterima oleh
hampir semua lapisan masyarakat.
Namun, di sisi lain,
mereka juga patut prihatin atas isu-isu negatif yang kerap kali dilekatkan pada
ajaran Islam seperti intoleran, fanatisme, radikalisme, anarkisme, dan
terorisme. Apalagi setelah selama hiruk pikuk politik beberapa bulan terakhir
ini, umat Islam ditampilkan seperti sedang ‘berperang’ melawan saudaranya
sendiri, maka semakin melekatlah cap-cap negatif tersebut.
Menanggapi situasi di
atas, banyak ulama dan dai Indonesia tampil untuk mengetengahkan permasalahan
umat yang sedang terjadi sekaligus meluruskan pandangan negatif terhadap Islam.
Sebut saja Gus Mus, Gus Baha, Gus Muwafiq, Gus Miftah, Ustadz Abdul Somad,
Ustadz Adi Hidayat, dan dai-dai kondang lainnya tak terkecuali sekaliber Prof
Dr M. Quraish Shihab, penulis buku yang sedang dibahas dalam tulisan ini.
Sebagai cendekiawan Muslim, selain mengisi pengajian umum, mufassir kebanggaan
Indonesia tersebut memberikan kontribusinya dalam mengayomi umat dengan menulis
sebuah buku yang membahas dasar-dasar pokok ajaran Islam berjudul Islam yang
Saya Anut: Dasar-Dasar Pokok Ajaran Islam.
Umum diketahui,
sebuah teks tidak lahir dari rahim kekosongan. Setiap teks mempunyai konteks
yang melahirkannya. Buku ini lahir dalam konteks di mana Islam marak
dipertanyakan oleh banyak orang awam. Ketika Islam mulai diterima oleh
khayalak, dan mereka pun tertarik untuk mendalami ajaran Islam, kondisi masyarakat
Muslim yang tampil 'tidak akur' mungkin saja memberi kesan yang buruk.
Mereka acapkali
disuguhkan berita mengenai sikap sebagian kelompok muslim yang merasa paling
benar sendiri dan menganggap kelompok lain –yang kadang juga merasapaling
benar-salah bahkan sampai berani mengkafirkan masyarakat yang tidak sepaham
dengan mereka. Kondisi ini kemudian memicu munculnya pertanyaan besar di benak
mereka, seperti inikah ajaran Islam?
Sesuai dengan
judulnya, dalam buku ini Quraish Shihab mencoba merangkum ajaran-ajaran pokok
Islam yang menjadi fondasi dasar keberagamaan umat muslim. Dimulai dengan
pengantar tentang asal muasal keragaman pendapat dalam Islam, sejarah dan
pengertian agama, dan manusia serta evolusinya, penulis mengajak pembaca
menelusuri sejarah untuk memahami konteks beragama saat ini. Hal tersebut
penting agar pembaca tidak ahistoris terhadap kondisi keragaman beragama umat
manusia masa kini, terutama umat muslim yang menjadi objek buku ini. Tiga
bahasan penting tersebut menjadi latar penulis untuk memberikan penjelasan
mengenai ajaran-ajaran pokok Islam.
Sama seperti
buku-buku ajar Islam pada umumnya, Quraish Shihab menjadikan aqidah, syariah,
dan akhlak sebagai bahasan utama. Pembahasan tema-tema tersebut diuraikan
secara gamblang mulai dari hal umum –seperti rukun iman dan islam- hingga
mengerucut pada hal-hal khusus –terkait berbagai macam rincian pengamalan dari
yang umum tadi- termasuk yang dianut oleh penulis. Tak hanya itu, dalam
pemaparannya, Quraish Shihab tak segan memberikan dalil naqli (al-Qur’an,
Hadis, ijma’, dan qiyas) dan ‘aqli (rasional) terkait apa dan mengapa ia
menganut aliran tertentu. Dengan begitu, penulis telah memetakan posisinya
dalam pengamalan agama agar dimaklumi oleh pembaca.
Melalui buku ini,
Quraish Shihab tampaknya ingin memberi pengertian pada khalayak umum, bahwa apa
yang telah dipilihnya bukan berarti harus diikuti oleh orang lain. Dalam Islam,
perbedaan dalam mengamalkan rincian agama Islam adalah hal lumrah. Sejak dulu,
perbedaan pendapat antar ulama sering terjadi. Bahkan, perbedaan bisa juga
terjadi antara dua orang nabi yang hidup semasa dan di lokasi yang sama dengan
kasus yang sama. Selain faktor internal dari pemahaman atas teks al-Qur’an dan
Hadis, ada beberapa faktor eksternal seperti kebiasaan suatu masyarakat yang
tidak bertentangan dengan tuntunan agama yang bersifat pasti (qath’i),
perkembangan ilmu pengetahuan dan kondisi sosial masyarakat, serta
kecenderungan pribadi masing-masingmenjadi alasan penting untuk memahami
perbedaan (hlm. 4).
Toh, pada akhirnya
yang paling penting adalah saling menghargai pendapat. Pendapat-pendapat
tersebut sama-sama berpotensi salah dan benar. “Pendapat kami benar, tapi
mengandung kemungkinan salah; pendapat yang berbeda dengan kami salah, tapi
mengandung kemungkinan benar.” (hlm. 21)
Selain itu, Quraish
Shihab juga menekankan bahwa dalam pengaplikasian ajarannya, Islam
mengedepankan akhlak. Dalam hal ini, ia mengartikulasikan term akhlak sebagai
sopan santun. Hal inilah yang perlu diacuhkan, dicamkan, dan dipraktikkan oleh
umat Muslim dewasa ini. “Kita dapat berkata bahwa akhlak dan sopan santun yang
diajarkan Islam mencakup sekian banyak nilai luhur yang hendaknya menghiasi
kepribadian Muslim. Nilai-nilai ini disebut secara jelas dalam al-Qur’an dan
Sunnah Nabi SAW, di antaranya ketulusan, rahmat dan kasih sayang, amanat,
kejujuran, kesungguhan, lapang dada dan toleransi, sabar, rasa malu, harga
diri/kemuliaan, menghargai waktu, dan lain-lain.” (hlm. 305)
Menilik pernyataan di
atas, tampak sekali bahwa Quraish Shihab ingin mengingatkan umat muslim akan
jati dirinya yang seharusnya berjiwa dan bertindak secara positif. Di sisi
lain, ia juga menegaskan kepada para pembaca bahwa Islam tidak pernah sekalipun
mengajarkan nilai-nilai yang negatif. Islam adalah agama yang damai, indah, dan
santun. Dengan demikian, maka tertolaklah anggapan negatif yang dikaitkan
dengan ajaran Islam selama ini. Kalau pun masih ada cibiran atas nama Islam,
adalah tugas umat Muslim mengintrospeksi dirinya sendiri. Seberapa baik ia
mengamalkan ajaran agamanya?
Pada akhirnya, buku
ini sangat mencerahkan dan patut dibaca oleh mereka yang ingin mengenal Islam
lebih dalam. Membaca buku ini seperti mengingat kembali pelajaran-pelajaran
dari kitab kuning yang dulu pernah disampaikan oleh guru-guru madrasah dan
kiai-kiai pesantren. Hanya saja, buku ini lebih sederhana namun isinya cukup
mengena. Meminjam perumpamaan salah satu dai kondang, Gus Muwafiq, isi buku ini
ibarat nasi yang tinggal disantap.Tak perlu susah payah menggiling padi dan
memasak berasnya. Semuanya sudah diolah oleh Quraish Shihab, yang ‘alim dan tak
perlu diragukan lagi kapasitas keilmuannya.
Mari kita nikmati
saja sajian dari ahlinya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan berkah.
Tentunya, demi persatuan umat Islam di Indonesia dan seluruh dunia. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar