KHUTBAH JUMAT
Sejarah Khatib Membaca QS An-Nahl 90
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْإِصْلَاحِ، وَحَثَّنَا عَلَى الصَّلَاحِ،
وَبَيَّنَ لَنَا سُبُلَ الْفَلَاحِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ
وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ،
وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا
بَعْدُ: فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلّ،
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ
إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan
Allah,
Pada tahun 717 M/99 H seorang penguasa Muslim
yang kekuasaannya terbentang dari Kufah hingga Semenanjung Iberia dan Afrika
Utara bernama Umar bin ‘Abdul ‘Azîz (682-720 M/63-101 H) mengirim surat kepada
penguasa wilayah bawahannya yang berisi perintah kepada orang-orang yang
menjadi khatib dalam khutbah Jumat supaya membaca Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat
90. Tujuan membaca ayat ini yaitu untuk mengganti perkataan khatib yang berisi
cacian dan makian kepada menantu Nabi Muhammadﷺ yang bernama
Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Pasca terjadi perang saudara sesama umat
Islam pada tahun 657 M/37 H di tebing Sugai Furat (Syiria) yang melibatkan dua
tokoh besar Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan atau
dikenal dengan Perang Shiffin, umat Islam terpecah belah menjadi berbagai
kelompok. Ada kelompok yang fanatik terhadap Ali, ada yang teguh pendirian
mengikuti Mu’awiyah, dan ada yang tidak terlibat sama sekali ke dalam pertikaian
politik berdarah itu.
Seiring berjalannya waktu, setelah dua tokoh
besar Islam yang berselisih di dalam politik itu wafat, sisa-sisa konflik di
dalam tubuh umat Islam tidak semakin surut, tapi justru naik membanjiri
kehidupan setelahnya, yakni para simpatisan keduanya saling mencaci maki.
Orang-orang yang fanatik terhadap Mu’awiyah kerap menyampaikan umpatan dan
cacian kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib di berbagai ruang publik, terutama
di dalam khutbah Jumat. Karena itu ketika Umar bin Abdul Aziz yang telah lama
mendapatkan petunjuk atas makna QS An-Nahl 90 berkuasa menggantikan Sulaiman
bin Abdul Malik (674-717 M) yang sama-sama dari Dinasti Umayyah meminta kepada
para khathib supaya menghentikan ujaran kebencian dalam khutbah Jumat. Perkataan-perkataan
yang dapat melanggengkan api pertikaian itu meminta diganti dengan membaca QS
An-Nahl 90. Sejak itu sampai sekarang semua orang yang khutbah selalu membaca
ayat tersebut.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
QS An-Nahl 90 dimaksud yaitu ayat:
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku
adil, berbuat baik, berbagi kepada kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji,
mungkar dan bermusuhan. Dia memberi kepada kalian agar kalian dapat mengambil
pelajaran.”
Apa kandungan makna dari QS An-Nahl 90 itu?
Mufassir besar Fakhruddin ar-Razi (w. 606 H) dalam karyanya, Mafâtîh
al-Ghaib atau yang lebih dikenal dengan At-Tafsîr al-Kabîr menjelaskan
bahwa dalam ayat tersebut Allah memberikan perintah kepada umat Islam sebanyak
3 hal dan larangan dalam jumlah yang sama.
Isi perintahnya adalah (1) berbuat adil (al-‘adl),
(2) berbuat baik (al-ihsân), dan (3) menjalin persaudaraan atau menebar
kasih sayang (îtâ`i dzî al-qurbâ).
Pertama, berbuat adil (al-‘adl)
maksudnya kita diperintahkan untuk menjadi orang yang moderat dalam segala hal,
baik dalam berkeyakinan maupun bertindak. Kita tidak boleh terlalu sempit
atau al-ifrâth, juga dilarang berlebihan atau at-tafrîth,
yakni yang sedang-sedang saja.
Kedua, berbuat baik (al-ihsân),
artinya kita diperintahkan untuk berperilaku baik, yakni melakukan sesuatu di
atas yang diwajibkan. Jika al-‘adl atau adil bermakna ukuran
wajib yang harus dipenuhi dalam kebaikan, maka al-ihsân atau berbuat baik
artinya menunaikan kebaikan di atas kewajiban. Jika kita praktikkan dalam
ibadah maka al-‘adl atau adil adalah menjalankan kewajiban
seperti shalat, zakat, puasa, sedangkan al-ihsân adalah
menunaikan kesunahan-kesunnahan di dalam shalat seperti mengerjakan shalat
sunnah qabliyah dan ba’diyah, memberikan infak atau bersedekah dan berpuasa
sunnah. Apabila kita praktikkan di dalam pekerjaan, jika kita seorang karyawan
atau pegawai negeri maka adil adalah kita mengerjakan yang menjadi kewajiban
kita, sedangkan berbuat baik atau al-ihsân kita mengerjakannya
dengan sungguh-sungguh di atas yang menjadi kewajiban atau mengerjakan
kewajiban secara memuaskan.
Ketiga, menjalin persaudaraan atau menebar
kasih sayang (îtâ`i dzî al-qurbâ) maksudnya kita diperintahkan untuk
mengasihi semua makhluk Allah (asy-syafaqah ‘alâ khalqillah). Menurut
ar-Râzî, perwujudan dari perintah ini banyak sekali, namun yang paling mulia
dan agung adalah merajut persaudaraan atau shilaturrahim.
Adapun 3 larangan yang terdapat dalam QS
An-Nahl 90 ini yaitu (1) perbuatan keji (al-fahsyâ`), (2) berlebihan
dalam mengikuti nafsu amarah (al-munkar), dan (3) keangkaraan atau
kebengisan (al-baghy).
Pertama, perbuatan keji
(al-fahsyâ`) yaitu kita dilarang mengikuti dorongan nafsu hewani (asy-syahwâniyyah
al-bahîmiyyah) secara berlebihan yang ada di dalam tubuh kita. Dalam diri
manusia terkandung nafsu kebinatangan; manusia ingin makan, minum, menikah,
mendapatkan kekayaan yang melimpah dan seterusnya, tapi ini semua jika kita
menghasilkannya melampaui batas-batas yang telah ditentukan agama maka disebut
“melakukan perbuatan keji” atau al-fahsyâ`. Orang ingin kaya maka
harus bekerja, bukan dengan mengambil hak orang lain, orang ingin menyalurkan
hasrat seksualnya maka harus menikah bukan dengan berzina, orang ingin
menghilangkan rasa lapar dan dahaga maka harus dilakukannya dengan makan dan
minum barang yang halal.
Kedua, berlebihan dalam
mengikuti nafsu amarah (al-munkar) artinya kita dilarang mengikuti
kekuatan amarah yang ada pada diri kita. Di dalam diri manusia terdapat amarah
yang juga dimiliki binatang buas (al-quwwah al-ghadlabiyyah as-sabu’iyyah),
amarah ini selalu mengajak manusia melakukan keburukan dan menyakiti orang
lain. Jika kita lengah atau mengikuti kehendak dorongan sifat binatang buas ini
maka akan lahir dari diri kita perbuatan-perbuatan yang bagi orang lain sudah
pasti dilihat sebagai kemungkaran.
Ketiga, keangkaraan atau
kebengisan (al-baghy) maksudnya kita tidak boleh mengikuti nafsu
syaithaniyah (al-quwwah al-wahmiyyah asy-syaithâniyyah) yang ada di
dalam diri kita. Nafsu ini mendorong pemiliknya menguasai orang lain,
menjatuhkan dan mengalahkan, serta memperlihatkan kesombongan.
Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Tiga perintah Allah yaitu perintah berbuat
adil, berbuat baik dan berbagi kepada sesama, serta tiga larangan Allah yang
berupa larangan berbuat keji, melakukan kemungkaran dan berperilaku bengis di
atas menjadi inti di dalam syariat Islam, yakni syariat Islam diturunkan untuk
menegakkan keadilan, kebaikan dan menjalin persaudaraan antarsesama umat
manusia dan dalam waktu yang bersamaan syariat Islam hadir untuk melarang
manusia melakukan perbuatan keji, mungkar dan bengis.
Sahabat Nabi Muhammadﷺ yang bernama Ibnu
Mas‘ûd RA mengatakan bahwa QS An-Nahl 90 adalah ayat yang mengandung arti
kumpulan kebaikan dan keburukan.
إِنَّ
أَجْمَعَ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ لِخَيْرٍ وَشَرٍّ هَذِهِ الْآيَةُ
“Sesungguhnya satu ayat di dalam al-Quran
yang kandungan artinya mencakup (perintah melakukan) kebaikan dan (larangan
melakukan) keburukan adalah ayat ini.”
Mufassir dari kalangan tâbi’în yang bernama
Qatâdah menyampaikan, perbuatan baik yang dilakukan pada masa Jahiliyah yang
kemudian (setelah Islam datang) diperintahkan oleh Allah untuk dilakukan dan
perbuatan buruk pada masa pra Islam yang kemudian dilarang oleh Allah untuk
ditinggalkan setelah Islam datang terkumpul di dalam ayat ini, yakni QS An-Nahl
90.
Artinya, kandungan arti QS An-Nahl 90 ini
universal. Perbuatan baik yang dijelaskan di dalam ayat ini diakui oleh semua
manusia disepanjang zaman, demikian juga dengan perbuatan buruk yang dilarang
Allah juga diakui sebagai keburukan oleh siapapun. Karena itu tak heran jika
Umar bin Abdul Aziz meminta kepada para khatib Jumat untuk membaca QS An-Nahl
90 ini dengan tujuan supaya semua orang Islam memahami dan mempraktikannya
dalam kehidupan nyata sebagaimana pesan dalam kata-kata terakhir dari ayat
ini, la-‘allakum tadzakkarûn, agar kalian dapat mengambil
pelajaran.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ
بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
وَقُلْ
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ
أمَّا
بعدُ: فَياَ أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ، وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ، وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ
وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا
مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ، مَا
ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً،
وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
عِبَادَ
اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ
الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ. يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Khoirul Anwar, Wakil Sekretaris PWNU Jawa
Tengah, Pengajar di Ponpes At-Taharruriyah Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar