KHOTBAH SHALAT ISTISQA
Cara Shalat Istisqa Lengkap dengan Teks
Khutbahnya
Untuk menyelenggarakan shalat istisqa’ atau
shalat untuk memohon hujan, perlu diketahui bahwa ada proses yang harus
dilakukan sebelum shalat dan ada proses yang dilakukan di dalam shalat dan
khutbah agar permohonan hujan lebih memungkinkan untuk dikabulkan Allah. Kedua
proses tersebut sebagai berikut:
Proses Sebelum Shalat
• Imam mengajak masyarakat untuk bertobat,
memperbanyak istighfar, bersedekah, menghentikan maksiat dan kezaliman, serta
berdamai dengan Muslim lain yang dimusuhi.
• Dianjurkan juga agar imam beserta
masyarakat berpuasa selama tiga hari sebelum melakukan shalat.
• Di hari keempat setelah berpuasa, imam
beserta masyarakat bersama ke luar menuju lapangan untuk shalat dengan
menggunakan pakaian reguler yang dipakai bekerja setiap harinya, bukan pakaian
bagus.
• Orang tua, anak kecil, serta orang-orang
yang lemah secara fisik dibawa serta untuk ikut shalat.
• Bagi yang mempunyai ternak, dianjurkan
membawa serta ternaknya ke lokasi shalat dan ditempatkan di tempat yang
sekiranya tidak mengganggu jamaah.
Proses Shalat dan Khutbah
• Shalat dua rakaat dengan niat istisqa’.
Lafal niatnya adalah:
أُصَلِّيْ
سُنَّةَ الاِسْتِسْقَاءِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا /إِمَامًا لِلهِ تَعَالَى
“Aku berniat shalat sunnah minta hujan dua
rakaat sebagai makmum (atau imam), karena Allah SWT.”
• Tata cara shalat istisqa’ mirip
seperti shalat idul adha Pada rakaat pertama, takbir tujuh kali sebelum
membaca surat al-Fatihah. Pada rakaat kedua, takbir lima kali sebelum membaca
surat al-Fatihah.
•
Khutbah dua kali (tapi boleh juga sekali) setelah shalat. Khutbah ini boleh
dilakukan sebelum shalat tetapi tidak utama, sebaiknya dilakukan setelah shalat
seperti halnya shalat id. Rukun khutbah sama seperti rukun khutbah pada
umumnya.
• Mengawali khutbah pertama, khatib membaca
istighfar sembilan kali. Mengawali khutbah kedua, khatib membaca istighfar
tujuh kali. Bacaan istighfarnya adalah:
أَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ
إِلَيْهِ
• Khatib memperbanyak bacaan doa dan
istighfar dalam khutbah. Bacaan imbauan beristighfar yang sebaiknya diulang
adalah:
اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
•
Ketika khatib berdoa, makmum mengangkat tangan sambil mengucap amin.
• Pada perkiraan dua pertiga khutbah kedua,
khatib disunnahkan menghadap kiblat lalu membalik posisi selendang surbannya
dari bahu kanan ke bahu kiri dengan posisi terbalik, bagian bawah diletakkan di
atas dan bagian dalam diletakkan di luar. Setelah itu kembali meneruskan khutbah.
***
Naskah Khutbah Istisqa’
Khutbah I
اَسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ الذي لاَ اله اِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَـيُّومُ وَاَتُوْبُ
اِلَيْهِ (٩x)
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ
مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
سَيّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا
بَعْدُ فَيَا عِبَادَ الله أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
المُتَّقُوْنَ.
Hadirin sekalian, saya berwasiat kepada diri
saya sendiri dan kepada para hadirin sekalian, marilah kita tingkatkan takwa
kita kepada Allah subhânahu wa ta’âlâ dengan selalu
menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Para hadirin, sesungguhnya Allah subhânahu
wa ta’âlâ adalah Dzat yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha
Penyayang sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:
إِنَّهُ
كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap
kalian.” (QS. al-Isra’: 66).
Dan, berulang kali dalam Al-Qur’an dinyatakan
bahwa Allah Maha-Rahman dan Maha-Rahim. Ini semua adalah garansi dari Allah
bahwa Allah akan memberikan aneka nikmat pada para hambanya yang dikehendaki
dengan berbagai kenikmatan yang tak mungkin bisa dihitung jumlahnya, seperti dinyatakah
dalam Al-Qur’an:
وَإِنْ
تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Kalau kalian menghitung nikmat-nikmat Allah,
maka kalian tak mungkin bisa menuntaskannya” (QS. Ibrahim: 34).
Akan tetapi, mengapa kita lihat banyak sekali
orang-orang yang ditimpakan kesengsaraan? Mengapa kita lihat di sekeliling kita
banyak yang tertimpa musibah? Dan mengapa saat ini kita tidak mendapat hujan
yang biasanya telah membasahi bumi kita, mengairi sungai-sungai kita, menjadi
minuman bagi tanaman, ternak dan kita sendiri? Untuk menjawabnya, marilah kita
ingat firman Allah subhânahu wa ta’âlâ berikut:
ذَلِكَ
بِأَنَّ اللهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(Siksaan) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada
pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS. al-Anfal: 53).
Ayat di atas menjelaskan bahwa memang pada
dasarnya Allah Maha Pemurah dan Penyayang sehingga senantiasa memberikan aneka
nikmatnya kepada para hambanya. Namun demikian, Apabila kemudian hamba-hamba
tersebut mendustakan nikmat-Nya, melakukan berbagai maksiat, melakukan aneka
kezaliman yang kesemuanya dilarang Allah, maka saat itulah Allah
kemudian berubah dari asalnya memberi nikmat berubah menjadi memberi hukuman.
Bukan Allah yang berubah menjadi tidak penyayang, tetapi manusia itu sendirilah
yang berubah menjadi sosok yang tak layak disayangi lagi. Akhirnya, sesuai
firman tersebut, Allah akan memberikan beragam kesulitan dan kesengsaraan
kepada manusia. Karena itulah, marilah senantiasa kita bertobat kepada Allah.
اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
Tentang air hujan, Imam Ibnu Majah
meriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
يَا
مَعْشَرَ المُهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِذَا ابْتَلَيْتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوْذُ بِاللهِ
أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ ……وَلَمْ يَمْنَعُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوْا
القَطْرَ مِنَ السَّمَآءِ وَلَوْ لا البَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوْا……
“Wahai
kaum Muhajirin! Ada 5 perkara di mana jika telah menimpa kalian maka tiada lagi
kebaikan bagi kalian. Dan aku berlindung dengan Allah S.W.T agar kalian tidak
menemui zaman itu. Di antara lima hal itu: …. Dan tidaklah mereka menahan zakat
mal melainkan ditahan juga air hujan dari langit untuk mereka. Jika seandainya
bukan karena binatang yang hidup di muka bumi ini niscaya tidak diturunkan
hujan.” (H.R. Ibnu Majah)
Dalam hadits ini disebutkan bahwa orang-orang
yang tidak mengeluarkan zakat mal menjadi salah satu penyebab air hujan ditahan
untuk turun. Artinya kemaksiatan yang kita lakukan berupa menahan hak-hak kaum
fakir miskin akan berbalik efek buruknya pada masyarakat sendiri. Ketika kita
tak lagi peduli dengan orang sekitar, maka Allah tak lagi peduli dengan kita.
Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits:
وَاللهُ
فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah akan selalu menolong seorang hamba,
selama hamba tersebut menolong saudaranya”. (HR. Muslim)
Karena itulah, mari kita tunaikan kewajiban zakat
kita, kita tingkatkan kadar sedekah kita, kita saling bantu meringankan beban
orang-orang yang tidak mampu. Dengan begitu, kita bisa berharap agar kemarau
ini terangkat dan hujan segera turun kembali. Dan terakhir yang paling penting,
marilah kita perbanyak membaca istighfar, memohon ampun atas dosa-dosa dan
kesalahan yang telah kita buat, baik disengaja atau tidak. Itulah di antara hal
yang dapat membuat Allah menganugerahkan hujan pada manusia. Allah berfirman:
اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat” (QS. Nuh: 10-11).
Dengan istighfar yang sungguh-sungguh, dengan
tobat yang nasuhah, insyaallah dosa kita akan diampuni dan pada
akhirnya berbagai nikmat Allah, salah satunya adalah hujan kembali lagi kita
dapat.
اللَّهُمَّ
اسْقِنَا وَأَغِثْنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا هَنِيئًا وَحَيًا
رَبِيعًا وَحَنًا طَبَقًا غَدَقًا مُغْدِقًا عَامًّا هَنِيًّا مَرِيًّا مَرِيعًا
مَرْتَعًا وَابِلًا شَامِلًا مُسْبِلًا مُجَلِّلًا دَائِمًا دَرَرًا نَافِعًا
غَيْرَ ضَارٍّ عَاجِلًا غَيْرَ رَايِثٍ، غَيْثًا اللَّهُمَّ تُحْيِي بِهِ
الْبِلَادَ، وَتُغِيثُ بِهِ الْعِبَادَ، وَتَجْعَلُهُ بَلَاغًا لِلْحَاضِرِ مِنَّا
وَالْبَادِ، اللَّهُمَّ أَنْزِلْ فِي أَرْضِنَا زِينَتَهَا، وَأَنْزِلْ عَلَيْنَا
فِي أَرْضِنَا سَكَنَهَا، اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
طَهُورًا تُحْيِي بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا وَاسْقِهِ مِمَّا خَلَقْتَ أَنْعَامًا
وَأَنَاسِيَّ كَثِيرًا. اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا. اللَّهُمَّ
عَلَى رُءُوسِ الظِّرَابِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ
وَظُهُورِ الْآكَامِ. آمين يا رب العالمين
Khutbah II
اَسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ الذي لاَ اله اِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَـيُّومُ وَاَتُوْبُ
اِلَيْهِ (٧x)
الحمد
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
---waktu membalik selendang surban dengan menghadap
kiblat---
اللهُمَّ
اجْعَلْهَا سُقْيَا رَحْمَةٍ، وَلاَ تَجْعَلْهَا سُقْيَا عَذَابٍ، وَلاَ مَحْقٍ،
وَلاَ بَلاَءٍ، وَلاَ هَدْمٍ، وَلاَ غَرقٍ؛ اللهُمَّ عَلَى الظِّرَابِ وَالآكَامِ
وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ، وبُطُونِ الأَوْدِيَةِ؛ اللهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ
عَلَيْنَا، اللهُمَّ اسْقِنا غَيْثًا مُغيثًا، مَرِيئًا مَرِيعًا، سَحَّا عَامًّا،
غَدَقًا طَبَقًا، مُجَلِّلاً دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ؛ اللهُمَّ اسْقِنَا
الغَيْثَ، وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِينَ؛ اللهُمَّ إِنَّ بِالْعِبَادِ
وَالبِلاَدِ مِنَ الْجُهْدِ وَالْجُوعِ وَالضَّنْكِ مَا لاَ نَشْكُو إِلاَّ
إِلَيكَ؛ اللهُمَّ أَنْبِتْ لَنَا الزَّرْعَ، وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ،
وَأَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ، وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ
الأَرْضِ، وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلاَءِ مَا لاَ يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ؛
اللهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ، إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا، فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ
عَلَيْنَا مِدْرَارًا. آمين يا رب العالمين
عِبَادَاللهِ
! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar