Hijab dalam Islam antara
Identitas dan Gaya
Hijab sekarang sudah menjadi tren bagi
masyarakat Indonesia. Dulu, hijab hanya dipakai oleh orang-orang yang
akan pergi menghadiri pengajian, acara muslimatan atau acara resmi
lainnya, tapi untuk sekarang ini, hijab sudah dipakai oleh kalangan luas
masyarakat.
Mereka yang menggunakan tidak hanya dalam
rangka menghadiri acara pengajian atau pertemuan-pertemuan resmi, namun di berbagai
kesempatan masyarakat, hijab sudah menjadi tradisi. Ini adalah bukti bahwa
kesadaran masyarakat untuk berhijab, dari hari ke hari menunjukkan tren
positif.
Pada dasarnya, dalil asal diperintahkannya
berhijab bagi kalangan perempuan adalah berdasarkan firman Allah SWT yang
terdapat di dalam Al-Quran Surat Al-Ahzâb ayat 59 yang berbunyi:
يَاأَيُّهَاالنَّبِيُّ
قُلْ لِّأَزْوَجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلَبِيْبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُرًا رَحِيْمًا
Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka! Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah dikenali (menjadi identitas), dan karenanya mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Ahzâb: 59]
Kandungan ayat diatas adalah menjelaskan
bahwa tujuan Allah SWT memerintahkan perempuan berhijab adalah ada dua,
yaitu:
1. Supaya kaum perempuan mukminat lebih bisa
dikenali dan menjadi faktor pembeda dari perempuan tidak beriman.
2. Lebih terjaga muruah atau kewibawaan
karakter dan watak keperempuanannya, sebagaimana digambarkan dalam ayat di atas
sebagai tidak disakiti / gangguan.
Seiring perkembangan zaman, muncul fakta yang
berkembang di masyarakat berupa banyak muncul ragam model hijab di pasaran.
Contoh hijabnya para artis dan selebritis nasional seperti Dewi Huges dengan
model hijab camarnya atau Claudya Sintia Bella dengan hijab stylish-nya, atau
hijab artis musiman yang hanya pada waktu ramadhan saja mereka berhijab.
Jika anda browsing di dunia maya, ada banyak
produk tutorial berhijab yang masing-masing menawarkan keunikan. Itulah
fenomena hijab dewasa ini.
Sebenarnya ragam hijab ini tidak muncul
sekarang saja. Di kalangan Ibu Nyai pengasuh banyak pesantren salaf di
nusantara, juga muncul dan berkembang beberapa model hijab sejak lama. Contoh
hijab Nyai Wahab Hasbullah yang modelnya menyerupai model hijabnya ibu Sintia
Abdurrahman Wahid dan putrinya, Ning Yenny.
Beda lagi dengan model hijabnya Almarhumah
Ibu Nyai Abdul Hamid, salah satu Pengasuh Pesantren di Pasuruan, yang modelnya
seperti keumuman para perempuan muslimah sekarang dan menunjukkan sisi agak
lebih modern.
Di lain pihak, ada juga model hijab yang
besar yang disertai dengan niqab (cadar) seperti beberapa pengasuh Pondok
Pesantren Aswaja di Jawa Timur dewasa ini. Semua itu menunjukkan ragam model
hijab yang lambat laun berkembang, dan pernah terjadi di kalangan dunia
pesantren – soko guru Islam di bumi Nusantara kita tercinta - pada
khususnya.
Sebagaimana disadari bahwa ragam ini akan
terus berkembang seiring perkembangan zaman dan trend baru budaya pakaian yang
umumnya diperagakan oleh para perancang busana muslimah di tanah air.
Permasalahannya adalah model hijab manakah yang benar dan sesuai syariat itu?
Mengetahui sisi syariah model hijab, kita
perlu melihat beberapa bentuk penafsiran para ulama. Di Indonesia, ada KH
Quraisy Shihab, salah seorang mufasir besar kenamaan yang dimiliki Indonesia.
Ia di dalam buku tafsirnya yang terkenal yaitu Tafsir Al-Misbah,
menjelaskan bahwa hukum berhijab itu wajib.
Menurutnya, ada tiga definisi hijab. Pertama,
hijab tidak harus menutup semua, cukup dengan berpakaian sopan dan terhormat.
Pendapat ini ia ambil berdasarkan penafsiran Surat An-Nûr ayat 60, Allah SWT
berfirman:
وَالْقَوَاعِدُ
مِنَ النِّسَاۤءِ الّٰتِيْ لَا يَرْجُوْنَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ
اَنْ يَّضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجٰتٍۢ بِزِيْنَةٍۗ وَاَنْ
يَّسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Wanita-wanita lanjut usia yang
tidak berhasrat untuk menikah lagi, tidak berdosa bagi mereka jika tidak
terlalu rapat dalam berpakaian dengan tidak menampakkan perhiasan berupa
anggota tubuh yang diperintahkan oleh Allah untuk disembunyikan. Meskipun
demikian, sikap 'iffah (menjaga diri) mereka untuk menutupnya secara sempurna
lebih baik bagi mereka daripada membukanya. Allah Maha Mendengar perkataan
mereka lagi Maha Mengetahui segala perbuatan dan niat mereka dan akan membalas
itu semua,” (Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbâh, Jakarta: Lentera
Hati, 1998, Volume 09).
Kedua, hijab itu menutup semuanya kecuali
muka dan telapak tangan. Sebagaimana dikutip oleh beliau, pendapat ini
didasarkan atas salah periwayatan hadits dari Ummi Al-Mukminîn Aisyah RA,
Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ
المرأةَ إذا بلغتِ المحيضَ، لا يصلحُ أن يرى منها إلا هذا وأشار إلى الوجهِ،
والكفَّيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya perempuan itu ketika
telah mencapai usia haidl, maka tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini
dan ini (sambil Rasulullah SAW menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangannya)”.
[Ibnu Hajar Al-Asqalânî, At-Talkhishul Habir, Beirut: Dârul Kutub
Al-Ilmiyyah, tanpa catatan tahun, 3/1009]
Ketiga, menutup semuanya hingga menggunakan
cadar. Sebagaimana dikutip KH Quraisy Shihab, pendapat ini disampaikan oleh
para ulama berdasar salah satu hadits riwayat Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW
bersabda:
المرأةُ
عورةٌ، فإذا خرَجَتْ اسْتَشْرَفَها الشيطانُ رواه الترمذي (٢٧٩ هـ)، سنن الترمذي
١١٧٣ حسن غريب أخرجه الترمذي (١١٧٣) واللفظ له، والبزار (٢٠٦١)، وابن خزيمة
(١٦٨٥) مطولاً.
Artinya, “Wanita adalah aurat, maka apabila
dia keluar (rumah), maka setan tampil membelalakkan matanya dan bermaksud buruk
terhadapnya”. Hadits Hasan Gharib, riwayat Imam At-Tirmidzî dalam Sunan
At-Tirmidzî, dengan Nomor Hadits 1173. Hadits juga diriwayatkan oleh Al-Bazzâr
dengan Nomor Hadits 2061 dan Ibnu Khuzaimah dengan Nomor Hadits 1685 berupa
hadits yang panjang.
Bagaimana ia mempraktkkan perintah hijab ini
terhadap keluarganya? Terkait dengan hal ini KH Quraisy Shihab memberikan
sebuah penjelasan yang ditayangkan di sebuah acara Talkshow di media televisi
nasional.
Ia menyukai apabila keluarga beliau
mengenakan hijab. Istri dan anak sulung beliau mengenakan hijab. Namun, ia
lebih senang anak dan istrinya memakai hijab itu dengan kesadaran diri sendiri
bukan karena ada paksaan dari siapa pun.
Pada intinya menurut ulama yang tersohor ini
ada ragam ikhtilaf dalam performa hijab di kalangan para ulama. Terkait dengan
ragam hijab mana yang harus kita pilih, dan sebaiknya diikuti, kita akan bahas
pada tulisan-tulisan mendatang. []
Muhammad Syamsudin, Aktivis Forum Kajian
Fiqih Kewanitaan dan Gender–Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean,
Kabupaten Gresik, Jatim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar