Mendoakan Indonesia dari Karbala
Oleh: Zuhairi Misrawi
Hari-hari ini, jutaan umat Islam sedang melaksanakan perjalanan
kaki dari kota Najaf menuju Karbala, tempat peristirahatan terakhir Imam
Husein. Perayaan tersebut dikenal dengan Arba'in. Maknanya, 40 hari setelah
dibunuh secara mengenaskan, lalu kepala cucu Nabi Muhammad SAW tersebut
dipersatukan kembali dengan jasadnya.
Jabir bin Abdullah al-Anshari dikenal sebagai sosok yang pertama kali melakukan ziarah dari Madinah ke Karbala untuk memperingati 40 hari wafatnya Imam Husein. Lalu, tradisi tersebut dilestarikan oleh para pencinta dan pengikut Imam Husein dari berbagai penjuru dunia, bahkan dari berbagai agama untuk mengenang kepahlawanan dan perjuangan Imam Husein.
Dalam menghormati peringatan Arba'in, warga Irak yang dalam beberapa hari terakhir menggelar demonstrasi besar-besaran dalam rangka mengkritisi para elite politik yang korup di negeri seribu satu malam itu, sangat menghargai Imam Husein. Mereka menghentikan demo-demo untuk sementara waktu. Mereka sangat menjunjung tinggi Imam Husein.
Saya beruntung tahun ini dapat mengikuti perayaan Arba'in di
Karbala, yang akan berlangsung pada 19 Oktober. Saya dan jutaan pencinta dan
pengikut Imam Husein akan berjalan kaki sepanjang 80 km dari Najaf ke Karbala.
Suasananya luar biasa, jutaan umat tenggelam dalam suasana magis, saling
bahu-membahu, penuh keramahtamahan dan kasih sayang.
Kebetulan saya dan teman-teman dari Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) singgah pertama kali di rumah warga Irak, Nabil namanya. Kami tidak pernah kenal sebelumnya warga Irak ini, tetapi kami diterima layaknya keluarga yang sudah dekat dan kenal dalam waktu lama. Kami dijamu dengan menu masakan khas Irak, dan disediakan Indomie atau Sarimi yang sangat populer di Irak dalam beberapa tahun terakhir.
Bagi saya yang tumbuh dari tradisi NU, saya mengenal Imam Husein sejak masih menimba ilmu di pesantren. Saat mendengarkan kisah pembunuhan Imam Husein, saya hanya bisa sedih dan gelisah. Apakah gerangan yang menyebabkan cucu Rasulullah SAW dibunuh? Padahal dalam beberapa hadisnya disebutkan, Husein bagian dariku, dan aku bagian dari Husein. Di dalam hadis lain disebutkan, Hasan dan Husein adalah dua pemuda penghuni surga.
Maka dari itu, sungguh keji para pelaku pembunuhan terhadap sosok suci, seperti Imam Husein. Kisahnya akan dikenang sepanjang masa, dan harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa pembunuhan dan diskriminasi tidak bisa dibenarkan atas alasan apapun, apalagi hanya karena kekuasaan semata.
Bung Karno pada 1960 pernah berkunjung ke Karbala. Ia menjadikan Imam Husein sebagai sosok inspiratif, karena perjuangannya telah menginspirasi para pemimpin dunia, termasuk Mahatma Gandhi dalam melawan imperialisme dan memperjuangkan kemanusiaan. Dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno menyatakan, "Imam Husein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, di mana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman."
Pada masa ini, kita pun masih melihat betapa kesombongan yang dilakukan oleh negara-negara adidaya dan mereka yang merasa pemegang kebenaran absolut. Kesombongan itulah yang harus terus dilawan, dan tidak boleh melahirkan ketidakadilan dan penindasan. Spirit Imam Husein harus terus menyala, karena kebenaran dan perjuangan tidak turun dari langit, melainkan harus diperjuangkan.
Hal lain dalam peringatan Arba'in di Karbala adalah doa-doa yang terlantun oleh jutaan umat para pencinta dan pengikut Imam Husein. Mereka meyakini bahwa doa-doa akan dikabulkan Tuhan. Karenanya, kami semua warga Indonesia yang kebetulan ikut serta dalam peringatan Arba'in tahun ini tak luput akan mendoakan Indonesia tercinta. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ja'far al-Shadiq, bahwa setiap doa dan langkah kaki para peziarah akan mendapatkan pahala, karena para malaikat akan menyertai para peziarah.
Negeri kita sedang dalam persimpangan. Kita mempunyai kesempatan untuk tumbuh menjadi negeri yang besar, karena perjalanan demokrasi dengan segala hiruk-pikuk dan dilemanya telah mengantarkan kita menjadi negara yang mampu menjalankan demokrasi secara mengagumkan. Tetapi, kita juga sedang menghadapi adanya gejala "menghalalkan segala cara" dari beberapa orang dan kelompok yang kerap menebarkan fitnah, yang jika tidak dikelola dengan baik dapat melahirkan konflik, bahkan diskriminasi yang sangat mengenaskan.
Adanya kelompok-kelompok takfiri, yang mudah menyalahkan, menyesatkan, dan mengafirkan pihak lain menjadi deteksi dini bagi kita semua. Apalagi baru-baru ini ada kelompok takfiri yang melakukan tindakan kekerasan terhadap salah seorang pejabat tinggi republik ini.
Kita semua tertegun; tidak boleh lagi hal tersebut terjadi. Kekerasan dan diskriminasi demi kemenangan dan kebenaran palsu harus diakhiri. Saatnya kita tumbuhkan persaudaraan dan persatuan dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan.
Peringatan Arba'in tahun ini bertemakan Hubbu Husein Yajma'una. Cinta kepada Imam Husein mempersatukan kita. Kata kuncinya adalah persatuan. Seluruh umat dan kelompok harus memupuk persatuan dan persaudaraan, termasuk persaudaraan Sunni dan Syiah sebagai komunitas terbesar di dunia. Saatnya berangkulan tangan, memahami perbedaan, dan mencari persamaan dan titik temu.
Sayangnya, peristiwa besar seperti Arba'in yang diikuti kurang lebih 30 juta warga tidak disiarkan oleh media-media utama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Media-media di Tanah Air pun sangat sedikit yang mengabarkan peristiwa Arba'in ini dengan segala pemaknaan dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Kita tidak akan mungkin menjadi negeri yang besar jika perselisihan dan konflik masih mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita harus bersama-sama membuang jauh-jauh kebencian dan kesombongan. Mari kita rajut kebersamaan dengan semangat cinta kepada Imam Husein. Kita harus meneladani Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Labbaika Ya al-Imam al-Husein. []
DETIK, 17 Oktober 2019
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran
dan politik Timur-Tengah di The Middle East, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar