Pidato Pertama
Sayyidina Umar bin Khattab setelah Jadi Khalifah
Beberapa saat sebelum
wafat, Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq menunjuk Sayyidina Umar bin Khattab
sebagai khalifah kedua. Keputusan itu dikeluarkan setelah Sayyidina Abu Bakar
berdiskusi dengan beberapa sahabat senior seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya. Semula ada saja suara tidak sepakat
mengingat Sayyidina Umar orangnya begitu keras. Namun akhirnya, semuanya setuju
dengan kebijakan Sayyidina Abu Bakar tersebut.
Keesokan harinya,
Sayyidina Umar bin Khattab menemui orang-orang yang ada di Masjid Nabawi.
Mereka menyambutnya dan siap untuk membaiat sang khalifah kedua. Singkat
cerita, setelah dibaiat Sayyidina Umar menaiki tangga mimbar dan menyampaikan
pidato pertamanya. Sebuah pidato yang sangat menyentuh, penuh rasa haru, dan
rendah hati. Umat Islam yang hadir kala itu memuji pidato Sayyidina Umar bin
Khattab. Mereka baru ‘ngeh’ kalau firasat Sayyidina Abu Bakar tepat –yakni
menunjuk Sayyidina Umar sebagai khalifah kedua- setelah mendengarkan pidato
Sayyidina Umar.
Dikutip dari buku
Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2013), Sayyidina Umar mengawali
pidatonya dengan mengucapkan hamdalah, shalawat, dan memaparkan beberapa jasa
Sayyidina Abu Bakar. Setelah itu, dia baru menyampaikan pidato intinya. Berikut
pidato lengkapnya:
“Saudara-saudara!
Saya hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran
Khalifah Rasulullah (Sayyidina Abu Bakar) saya pun akan enggan memikul tanggung
jawab ini. Allahumma ya Allah, saya ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah
hatiku. Allahumma ya Allah saya sangat lemah, maka berikanlah kekuatan.
Allahumma ya Allah saya ini kikir, jadikanlah saya orang dermawan bermurah
hati.” Tiba-tiba Sayyidina Umar berhenti sejenak. Setelah orang-orang lebih
tenang, dia melanjutkan pidatonya.
“Allah telah menguji
kalian dengan saya dan menguji saya dengan kalian. Sepeninggal
sahabat-sahabatku, sekarang saya yang berada di tengah-tengah kalian. Tidak ada
persoalan kalian yang harus saya hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain selain
saya, dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji
dan amanat. Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi
kalau melakukan kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada
mereka.”
Setelah menyampaikan
pidato pertamanya sebagai khalifah kedua, Sayyidina Umar turun dari mimbar dan
langsung mengimami Shalat Dzuhur.
Ada beberapa poin
penting yang bisa disimpulkan dari pidato pertama Sayyidina Umar bin Khattab
tersebut. Pertama, jabatan adalah sebuah tanggung jawab yang tidak perlu
diperebutkan. Apalagi sampai meneteskan darah manusia. Kedua, Sayyidina Umar
mengakui kalau dirinya keras, kasar, lemah, dan penuh dengan kekurangan. Oleh
karena itu, dia berdoa kepada Allah untuk selalu membimbingnya menjalankan
amanah tersebut.
Ketiga, menjadi
pemimpin dan yang dipimpin adalah ujian. Sayyidina Umar sadar bahwa menjadi
pemimpin itu adalah ujian. Begitupun mereka yang dipimpin. Oleh sebab itu, baik
pemimpin atau yang dipimpin harus saling mengingatkan agar apa yang dilakukan
sesuai dengan tuntunan Allah. Keempat, tugas pemimpin adalah menyelesaikan
persoalan rakyatnya. Kelima, siapa yang berbuat baik maka akan mendapatkan
balasan yang baik. Begitupun sebaliknya. Sesuai dengan firman Allah dalam QS az-Zalzalah.
[]
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar