Fenomena Hijrah Kaum Muda
Akhir-akhir ini marak istilah hijrah di
kalangan umat Islam Nusantara. Istilah yang digunakan sebagai ungkapan dari
fenomena orang yang baru mengenal atau memperhatikan Islam setelah sebelumnya
kurang memperhatikannya. Di antara yang ramai di media sosial adalah fenomena
hijrah di kalangan artis. Di sisi lain, gairah hijrah melanda kaum muda,
pelajar, mahasiswa dan kalangan profesional.
Fenomena hijrah juga ditampakkan dalam
atribut kesalehan lahiriah, semisal dari tidak berjilbab sama sekali menjadi
berjilbab lebar-lebar, tidak berjenggot hingga memanjangkannya lebat-lebat, dan
semisalnya. Lalu apa makna hijrah sebenarnya? Berikut ini penjelasannya.
Hijrah secara bahasa bermakna
"at-tarku", meninggalkan sesuatu. Sementara dalam syariat Islam,
hijrah dimaknai sebagai memisahkan diri atau berpindah dari negeri kufur ke
negeri Islam karena mengkhawatirkan keselamatan agama, (Lihat Muhammad bin
‘Allan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin li Thuruqi Riyadhis Shalihin, [Beirut,
Darul Kutub Al-‘Arabi: tanpa keterangan tahun], juz I, halaman 42).
Namun demikian sebenarnya dalam konteks yang
disebut terakhir, hijrah tidak melulu berpindah dari negeri kufur ke negeri
Islam. Sebab pada masa awal Islam kita justru mengenal praktik yang berbeda.
Para sahabat seperti Utsman bin Affan, Zubair
bin ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhum berhijrah dari Makkah ke
negeri Habasyah atau Abesinia, sekarang Ethiopia dan Eritrea Afrika, tepatnya
ke wilayah kerajaan Aksum di bawah kepemimpinan Raja Negus yang beragama
Kristen.
Di negeri Kristen ini mereka justru sangat
terlindungi dari berbagai intimidasi dan persekusi. Lain halnya dengan kondisi
di Makkah yang penuh bayang-bayang penyiksaan dan penindasan.
Hal demikian terjadi karena Raja Negus sangat
terkenal keadilannya sebagimana penjelasan Nabi Muhammad SAW:
لَوْ
خَرَجْتُمْ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَإِنَّ بِهَا مَلِكًا لَايُظْلَمُ عِنْدَهُ
أَحَدٌ. وَهِيَ أَرْضُ صِدْقٍ حَتَّى يَجْعَلُ اللهُ لَكُمْ فَرَجًا مِمَّا
أَنْتُمْ فِيهِ
Artinya, “Hendaknya kalian hijrah ke negeri
Habasyah, sebab di sana terdapat raja yang tidak ada seorang pun yang dizalimi
di sisinya. Habasyah adalah negeri kejujuran sehingga Allah akan menjadikannya
sebagai solusi bagi kalian dari penderitaan yang kalian alami,” (Lihat Isma’il
bin Umar bin Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Bidayah wan Nihayah, [tanpa keterangan
tempat: Daru Hijr, 1417 H/1997 M], tahqiq: Abdullah bin Abdil Muhsin At-Turki,
cetakan pertama, juz IV, halaman 166).
Karena itu, secara substansial makna hijrah
tampaknya tidak terpaku pada migrasi ke negeri Islam saja, namun lebih mendasar
yaitu hijrah dari suatu tempat ke tempat lain karena menjaga keselamatan agama.
Dalam konteks yang lebih luas, merujuk
penjelasan Al-Hafizh Abdurrauf Al-Munawi (952-1031 H/1545-1622 M), pakar hadits
asal Mesir, hijrah pada hakikatnya adalah tarkul manhiyyat, meninggalkan
berbagai larangan agama. Karenanya, hijrah sejatinya tidak terbatas pada
perpindahan yang bersifat lahiriah, namun juga mencakup perpindahan atau
perubahan yang bersifat batiniah, (Lihat Zainuddin Abdurrauf Al-Munawi, Taisir
bi Syarhil Jami’is Shaghir, [Riyadh, Maktabah Al-Imam As-Syafi’i: 1408 H/1988
M], cetakan ketiga, juz I, halaman 378).
Sebab itu, hijrah bukan sekadar berjilbab
lebar-lebar dan berjenggot lebat-lebat. Lebih dari itu, hakikat hijrah adalah
meninggalkan berbagai larangan agama. Baik larangan yang bersifat lahiriah
maupun yang bersifat batiniah.
Demikian pula, dengan berhijrah orang tidak
berarti dapat merasa lebih baik daripada orang lain, menyalah-nyalahkan orang
lain dan meremehkannya. Seiring tuntunan Nabi Muhammad SAW:
وَالْمُهَاجِرُ
مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ. متفق عليه
Artinya, “Hakikat hijrah adalah orang yang
meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah,” Muttafaq ‘Alaih, (Lihat Badruddin
Mahmud bin Ahmad Al-‘Aini, ‘Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, [Beirut,
Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1421 H/2001 M], juz I, halaman 217).
Demikian makna hijrah sebenarnya sesuai
tuntunan Nabi Muhammad SAW dan para ulama. Semoga dapat menjadi bekal hijrah
para kaum muda, hijrah untuk terus-menerus memperbaiki diri lahir batin secara
sempurna. []
(Ahmad Muntaha AM, Wakil Sekretaris PW LBM NU
Jawa Timur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar