Kamis, 31 Oktober 2019

(Ngaji of the Day) Fenomena Hijrah Kaum Muda


Fenomena Hijrah Kaum Muda

Akhir-akhir ini marak istilah hijrah di kalangan umat Islam Nusantara. Istilah yang digunakan sebagai ungkapan dari fenomena orang yang baru mengenal atau memperhatikan Islam setelah sebelumnya kurang memperhatikannya. Di antara yang ramai di media sosial adalah fenomena hijrah di kalangan artis. Di sisi lain, gairah hijrah melanda kaum muda, pelajar, mahasiswa dan kalangan profesional.

Fenomena hijrah juga ditampakkan dalam atribut kesalehan lahiriah, semisal dari tidak berjilbab sama sekali menjadi berjilbab lebar-lebar, tidak berjenggot hingga memanjangkannya lebat-lebat, dan semisalnya. Lalu apa makna hijrah sebenarnya? Berikut ini penjelasannya.

Hijrah secara bahasa bermakna "at-tarku", meninggalkan sesuatu. Sementara dalam syariat Islam, hijrah dimaknai sebagai memisahkan diri atau berpindah dari negeri kufur ke negeri Islam karena mengkhawatirkan keselamatan agama, (Lihat Muhammad bin ‘Allan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin li Thuruqi Riyadhis Shalihin, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Arabi: tanpa keterangan tahun], juz I, halaman 42).

Namun demikian sebenarnya dalam konteks yang disebut terakhir, hijrah tidak melulu berpindah dari negeri kufur ke negeri Islam. Sebab pada masa awal Islam kita justru mengenal praktik yang berbeda.

Para sahabat seperti Utsman bin Affan, Zubair bin ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhum berhijrah dari Makkah ke negeri Habasyah atau Abesinia, sekarang Ethiopia dan Eritrea Afrika, tepatnya ke wilayah kerajaan Aksum di bawah kepemimpinan Raja Negus yang beragama Kristen.

Di negeri Kristen ini mereka justru sangat terlindungi dari berbagai intimidasi dan persekusi. Lain halnya dengan kondisi di Makkah yang penuh bayang-bayang penyiksaan dan penindasan.

Hal demikian terjadi karena Raja Negus sangat terkenal keadilannya sebagimana penjelasan Nabi Muhammad SAW:

لَوْ خَرَجْتُمْ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَإِنَّ بِهَا مَلِكًا لَايُظْلَمُ عِنْدَهُ أَحَدٌ. وَهِيَ أَرْضُ صِدْقٍ حَتَّى يَجْعَلُ اللهُ لَكُمْ فَرَجًا مِمَّا أَنْتُمْ فِيهِ

Artinya, “Hendaknya kalian hijrah ke negeri Habasyah, sebab di sana terdapat raja yang tidak ada seorang pun yang dizalimi di sisinya. Habasyah adalah negeri kejujuran sehingga Allah akan menjadikannya sebagai solusi bagi kalian dari penderitaan yang kalian alami,” (Lihat Isma’il bin Umar bin Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Bidayah wan Nihayah, [tanpa keterangan tempat: Daru Hijr, 1417 H/1997 M], tahqiq: Abdullah bin Abdil Muhsin At-Turki, cetakan pertama, juz IV, halaman 166).

Karena itu, secara substansial makna hijrah tampaknya tidak terpaku pada migrasi ke negeri Islam saja, namun lebih mendasar yaitu hijrah dari suatu tempat ke tempat lain karena menjaga keselamatan agama.

Dalam konteks yang lebih luas, merujuk penjelasan Al-Hafizh Abdurrauf Al-Munawi (952-1031 H/1545-1622 M), pakar hadits asal Mesir, hijrah pada hakikatnya adalah tarkul manhiyyat, meninggalkan berbagai larangan agama. Karenanya, hijrah sejatinya tidak terbatas pada perpindahan yang bersifat lahiriah, namun juga mencakup perpindahan atau perubahan yang bersifat batiniah, (Lihat Zainuddin Abdurrauf Al-Munawi, Taisir bi Syarhil Jami’is Shaghir, [Riyadh, Maktabah Al-Imam As-Syafi’i: 1408 H/1988 M], cetakan ketiga, juz I, halaman 378).

Sebab itu, hijrah bukan sekadar berjilbab lebar-lebar dan berjenggot lebat-lebat. Lebih dari itu, hakikat hijrah adalah meninggalkan berbagai larangan agama. Baik larangan yang bersifat lahiriah maupun yang bersifat batiniah.

Demikian pula, dengan berhijrah orang tidak berarti dapat merasa lebih baik daripada orang lain, menyalah-nyalahkan orang lain dan meremehkannya. Seiring tuntunan Nabi Muhammad SAW:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ. متفق عليه

Artinya, “Hakikat hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah,” Muttafaq ‘Alaih, (Lihat Badruddin Mahmud bin Ahmad Al-‘Aini, ‘Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1421 H/2001 M], juz I, halaman 217).

Demikian makna hijrah sebenarnya sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW dan para ulama. Semoga dapat menjadi bekal hijrah para kaum muda, hijrah untuk terus-menerus memperbaiki diri lahir batin secara sempurna. []

(Ahmad Muntaha AM, Wakil Sekretaris PW LBM NU Jawa Timur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar