Sepenggal
Kisah Kedermawanan Rasulullah
Rasulullah adalah
orang suka memberi. Tidak menimbun harta kekayaan untuk diri atau keluarga
sendiri. Rasulullah tidak segan-segan memberikan hartanya kepada sahabat yang
membutuhkan, meski dirinya pada saat itu juga dalam keadaan butuh. Kedermawanan
Rasulullah tidak diragukan lagi. Sehingga Anas bin Malik, salah satu pelayan
Rasulullah, menilai kalau Rasulullah adalah orang paling dermawan (ajwadun
nas).
Banyak cerita tentang
kisah kedermawanan Rasulullah. Diantaranya adalah kisah yang diriwayatkan
Tirmidzi. Dikisahkan bahwa pada saat itu Rasulullah yang sedang bersama
Sayyidina Umar bin Khattab didatangi seorang lelaki. Seorang lelaki itu sengaja
menemui Rasulullah untuk meminta sesuatu. Tanpa pikir panjang, Rasulullah
langsung memberinya.
Keesokan harinya,
lelaki itu mendatangi Rasulullah lagi untuk meminta-minta. Tanpa banyak tanya,
Rasulullah lagi-lagi memberinya sesuatu. Pada hari ketiga, seorang lelaki
tersebut menemui Rasulullah. Ia meminta-minta kepada Rasulullah. Namun sayang,
pada hari ketiga itu Rasulullah tengah tidak memiliki sesuatu apapun untuk
diberikan kepada lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai
apa-apa sekarang. Tapi ambillah apa yang engkau mau dan jadikan sebagai
utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku akan membayarnya,”kata
Rasulullah kepada lelaki itu, dikutip dari buku Samudra Keteladanan Rasulullah
(Nurul H Maarif, 2017).
Rupanya Rasulullah
masih bisa memberi kepada lelaki itu, meski dirinya pada saat itu tidak
memiliki sesuatu untuk diberikan. Caranya, lelaki itu diminta untuk berutang
kepada orang lain. Utang itu lalu diatasnamakan kepada Rasulullah. Jika
Rasulullah sudah punya uang, maka ia akan membayar utang lelaki
itu.
Apa yang dilakukan
Rasulullah itu ternyata ‘dikritik’ Sayyidina Umar bin Khattab. Sayyidina Umar
berpendapat, Rasulullah tidak perlu memaksakan diri untuk memberi kalau memang
sedang tidak memiliki sesuatu untuk diberikan.
‘Kritikan’ Sayyidina
Umar bin Khattab itu langsung direspons seorang sahabat Anshar yang baru
datang. Sahabat Anshar itu menyarankan agar Rasulullah terus berinfak dan tidak
mempedulikan perkataan Sayyidina Umar bin Khattab.
“Jangan takut dan
jangan khawatir dengan kemiskinan,” kata sahabat Anshar itu.
“Ucapan itu lah yang
diperintahkan Allah kepadaku,” kata Rasulullah kepada Sayyidina Umar.
Sikap dermawan sudah
sangat melekat pada diri Rasulullah. Bahkan pada saat-saat akhir hidupnya,
Rasulullah berpesan kepada Sayyidah Aisyah agar menyedekahkan hartanya yang
tersisa. Rasulullah tidak ingin ketika wafat masih menyimpan harta.
Merujuk buku Membaca
Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (M Quraish
Shihab, 2018), ketika Rasulullah sakit menjelang wafatnya beliau memerintah
istrinya, Sayyidah Aisyah, untuk mengirimkan beberapa uang dinar kepada
Sayyidina Ali bin Abi Thalib agar disedekahkan. Setelah menyampaikan pesan itu
Rasulullah pingsan, Sayyidah Aisyah lantas dibuat sibuk akan hal itu.
Ketika Rasulullah
sadar kembali, beliau menanyakan kepada Sayyidah Aisyah apakah uang dinarnya
itu sudah diberikan kepada Sayyidina Ali untuk diinfakkan. Rasulullah lantas
tidak sadarkan diri lagi, Sayyidah Aisyah sibuk dibuatnya sehingga tidak sempat
menunaikan amanat Rasulullah itu.
Untuk yang ketiga
kalinya, Rasulullah mengingatkan agar uang dinarnya yang disimpan Sayyidah
Aisyah diberikan kepada Sayyidina Ali agar disedekahkan. Lag-lagi Rasulullah
pingsan lagi. Akan tetapi beberapa saat setelah kejadian itu, Sayyidah Aisyah
menunaikan amanat Rasulullah itu. Beberapa uang dinar Rasulullah itu akhirnya
diberikan kepada Sayyidina Ali dan disedekahkan kepada para sahabat yang
membutuhkan. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar