Meluruskan
Makna Jihad (25)
Berkasih
Sayang dengan Kelompok Minoritas
Oleh:
Nasaruddin Umar
Safwan
ibn Sulaiman meriwayatkan sebuah hadis yang menceritakan Nabi Muhammad pernah
bersabda: Barangsiapa yang
menzalimi seorang muhad
(orang yang pernah melakukan perjanjian damai) atau melecehkan mereka,
membebani beban di luar kesanggupan mereka, atau mengambil harta tanpa
persetujuan mereka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kiamat.
(HR. Abu Daud). Hadis ini luar biasa.
Nabi
dengan begitu tegas memberikan kepemihakan kepada kaum yang tertindas,
terzalimi, dan terlecehkan tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, agama, dan
kepercayaan. Hadis ini sebenarnya sejalan dengan semangat ayat: Walaqad karramna Bani Adam
(Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam). (Q.S. Al-Isra'/17:70).
Bukan
hanya Nabi, tetapi para pelanjutnya seperti Umar ibn Khaththab. Suatu ketika
Umar blusukan di daerah-daerah, ia menyaksikan langsung sekelompok non-muslim
dihukum dengan berjemur di bawah terik panas matahari di salah satu daerah di
Syam (Syiria). Umar bertanya kenapa mereka dihukum seperti itu? Dijawab, karena
mereka enggang membayar pajak (juzyah).
Khalifah
Umar kelihatannya tidak setuju dengan hukuman seperti itu dan ia meminta agar
mereka dibebaskan. Umar juga meminta kepada para penguasa lokal agar mereka
tidak dibebani dengan beban di luar kesanggupan mereka. Dalam kesempatan lain,
Khalifah Umar juga pernah menemukan salah seorang pengemis buta dan tua dari
kalangan non-muslim. Umar bertanya, dari ahlul
kitab mana engkau wahai kakek tua? Kakek tua itu menjawab: Aku
adalah seorang Yahudi.
Umar
melanjutkan pertanyaannya: Apa yang membuatmu seperti begini? Kakek itu
menjawab: Aku membutuhkan makanan dan kebutuhan pokok.
Umar
membawa kakek itu ke rumahnya dan membuat secarik memo yang isinya meminta
petugas baitul mal
(Perbendaharaan Negara) yang isinya: Tolong
perhatikan orang ini dan orang-orang semacam ini. Demi Allah, kita tidak
menyadari kalau kita telah memakan hartanya lalu kita mengabaikannya di asa
tuanya. Sesungguhnya shadaqah
itu untuk fakir miskin. Fuqara
itu orang muslim dan fuqara
ini orang miskin dari ahlul kitab.
Yang
menarik dari hadis dan pengalaman sahabat Nabi di atas ialah pemberian bantuan
dan pertolongan di dalam Islam ialah lintas agama dan budaya. Bantuan dan
pertolongan dari umat Islam bukan hanya ditujukan kepada kelompok muslim,
tetapi juga kepada kelompok non-muslim, sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi dan Khulafaur Rasyidin,
khususnya Umar ibn Khaththab.
Kemiskinan
dan keterbelakangan itu tidak hanya terjadi di kalangan umat Islam, tetapi juga
oleh kelompok agama lain. Siapapun mereka jika memerlukan bantuan dan
pertolongan punya hak untuk dibantu, walaupun harus diambilkan dari kas negara
(Bait al-Mal),
sebagaimana ditunjukkan oleh Umar ibn Khaththab.
Di dalam
kitab-kitab fikih banyak dibahas tentang fikih minoritas. Salah satu kewajiban
umat Islam terhadap umat manusia, tanpa membedakan agama dan etniknya, ialah
menyelamatkan mereka dari lokasi musibah dan penderitaan. Sekiranya sudah
menjadi mayat pun, tetap menjadi fardhu
kifayah buat umat Islam untuk mengurus jenazah tersebut. Berdosa
massal semua orang atau desa yang menyaksikan mayat hanyut di sungai tanpa
mendamparkan lalu menguburkannya. Karena mayat itu sesungguhnya sudah milik
Allah (al-mayyit haq Allah)
yang harus diurus dan dimakamkan.
Sebaliknya,
umat Islam di mana pun ia berada menjadi tanggung jawab utama bagi seorang
muslim. Sungguhpun ia berada di negara lain, tetap umat Islam secara
keseluruhan bertanggung jawab untuk membebaskan saudaranya dari musibah dan
penderitaan. Musibah tsunami yang mengguncang Aceh dan menyebabkan jatuh korban
banyak, baik jiwa maupun harta, maka umat Islam secara keseluruhan bertanggung
jawab untuk memberi pertolongan terhadap para korban tsunami tersebut. []
DETIK, 04 Februari 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid
Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar