Keramat Bendera NU
Bendera Nahdlatul Ulama berwarna hijau. Di dalamnya terdapat logo NU dengan khot berupa huruf Arab berwarna putih (sesuai AD/ART NU). Awalnya, logo tersebut dirancang, didesain, dan diciptakan oleh KH Ridlwan Abdullah (1884-1962) dari Bubutan Surabaya menjelang penyelenggaraan Muktamar ke-2 NU di Surabaya pada 1927. Tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1346 H, bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1927.
Bendera yang terdepat
logo NU tersebut mempunyai keramat atau keistimewaan tersendiri karena
diciptakan melalui proses lahir dan batin. Sebab itu, tidak boleh dipakai
sembarangan apalagi digunakan tidak sesuai aturan atau dimanfaatkan untuk
kampanye politik praktis.
Kala itu, KH Wahab
Chasbullah yang menjadi Ketua Panitia Muktamar memberikan mandat dan amanah
kepada KH Ridlwan Abdullah untuk menciptakan logo NU. Kiai Wahab Chasbullah
menunjuk Kiai Ridlwan bukan tanpa alasan sebab mengingat Kiai Ridlwan dikenal
pandai menggambar, melukis, dan seni kaligrafi. Salah satu karya Kiai Ridlwan
ialah bangunan Masjid Kemayoran di Surabaya. Masjid tersebut memiliki gaya
arsitektur yang khas.
Terhitung sejak
penugasan Kiai Wahab Chasbullah hingga satu setengah bulan Kiai Ridlwan mencoba
membuat sketsa lambang NU bahkan sampai berkali-kali tapi belum berhasil.
Padahal Muktamar sudah diambang pintu sehingga sempat mendapat ‘teguran’ Kiai
Wahab Chasbullah.
Pada suatu malam
dengan harapan muncul inspirasi atau ilham pada saat-saat orang lelap tidur,
Kiai Ridlwan mengambil air wudhu kemudian melaksanakan shalat istikharah.
Setelah itu beliau tidur sejenak. Kiai Ridlwan Abdullah bermimpi melihat sebuah
gambar di langit yang biru dan jernih. Gambar tersebut terlihat seperti bola
dunia dikelilingi bintang dan tali penyambung dan pengait.
Berdasarkan mimpi
tersebut, KH Ridlwan Abdullah tersentak bangun dari tidurnya dan spontan
langsung mengambil kertas dan pena untuk membuat sketsa gambar sesuai dengan
apa yang tertayang dalam mimpinya tersebut. Saat itu jam dindingnya menunjukkan
pukul 02.00 dini hari. Karena kecakapannya dalam melukis, pada keesokan harinya
gambar tersebut bisa diselesaikan lengkap dengan tulisan NU memakai huruf arab
dan tahunnya.
Untuk mengetahui arti
logo NU tersebut, dalam Muktamar NU ke-2 itu diadakan majelis khusus, pimpinan
sidang adalah Kiai Raden Adnan dari Solo. Dalam majelis ini, pimpinan sidang
meminta Kiai Ridlwan Abdullah menjelaskan arti logo NU. Semua elemen yang
terdapat dalam logo NU dijelaskan dengan gamblang oleh Kiai Ridlwan. Beliau
menguraikan:
“Lambang tali adalah
lambang agama (Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah dan jangan
bercerai berai). Tali yang melingkari bumi melambangkan Ukhuwah Islamiyah kaum
muslimin seluruh dunia. Untaian tali yang berjumlah 99 melambangkan Asmaul
Husna. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi Besar
Muhammad SAW. Empat bintang kecil samping kiri dan kanan melambangkan Khulafaur
Rasyidin, dan empat bintang di bagian bawah melambangkan madzhibul arba’ah
(empat madzhab). Sedangkan semua bintang yang berjumlah sembilan melambangkan
Wali Songo.” (Lihat Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010)
Mengutip Hasyim
Latief dalam NU Penegak Panji Ahlussunnah wal Jamaah (1979), Choirul Anam
menjelaskan bahwa tulisan ‘Nahdlatul Ulama’ dengan huruf Arab merupakan
rancangan dari Kiai Ridlwan sendiri, tidak termasuk dalam mimpi.
Usai mendengarkan
penjelasan Kiai Ridlwan Abdullah, seluruh peserta majelis khusus sepakat
menerima logo tersebut. Kemudian Muktamar ke-2 NU tahun 1927 memutuskannya
sebagai logo Nahdlatul Ulama.
Hasil keputusan
Muktamar ke-2 terkait logo NU membuat Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari penasaran
kepada Kiai Ridlawan. Setelah perhelatan Muktamar ditutup, Kiai Hasyim Asy’ari
memanggil Kiai Ridlwan. Karena KH Hasyim Asy’ari berkeyakinan ada proses batin
yang dilakukan oleh Kiai Ridlwan.
Kiai Ridlwan Abdullah
mengungkapkan bahwa sebelum menggambar logo NU, terlebih dahulu dirinya
melakukan shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Logo NU
tergambar sesuai apa yang terlihat dalam mimpi Kiai Ridlwan dalam tidurnya
sesaat setelah melaksanakan shalat istikharah.
Setelah mendengar penjelasan
Kiai Ridlwan Abdullah, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari merasa puas. Kemudian
beliau mengangkat kedua tangan sambil berdoa. Setelah memanjatkan doa beliau
berkata, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan harapan yang dimaksud dalam lambang
Nahdhatul Ulama.” []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar