Senin, 24 Februari 2020

Keramat Bendera NU


Keramat Bendera NU

Bendera Nahdlatul Ulama berwarna hijau. Di dalamnya terdapat logo NU dengan khot berupa huruf Arab berwarna putih (sesuai AD/ART NU). Awalnya, logo tersebut dirancang, didesain, dan diciptakan oleh KH Ridlwan Abdullah (1884-1962) dari Bubutan Surabaya menjelang penyelenggaraan Muktamar ke-2 NU di Surabaya pada 1927. Tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1346 H, bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1927.

Bendera yang terdepat logo NU tersebut mempunyai keramat atau keistimewaan tersendiri karena diciptakan melalui proses lahir dan batin. Sebab itu, tidak boleh dipakai sembarangan apalagi digunakan tidak sesuai aturan atau dimanfaatkan untuk kampanye politik praktis.

Kala itu, KH Wahab Chasbullah yang menjadi Ketua Panitia Muktamar memberikan mandat dan amanah kepada KH Ridlwan Abdullah untuk menciptakan logo NU. Kiai Wahab Chasbullah menunjuk Kiai Ridlwan bukan tanpa alasan sebab mengingat Kiai Ridlwan dikenal pandai menggambar, melukis, dan seni kaligrafi. Salah satu karya Kiai Ridlwan ialah bangunan Masjid Kemayoran di Surabaya. Masjid tersebut memiliki gaya arsitektur yang khas.

Terhitung sejak penugasan Kiai Wahab Chasbullah hingga satu setengah bulan Kiai Ridlwan mencoba membuat sketsa lambang NU bahkan sampai berkali-kali tapi belum berhasil. Padahal Muktamar sudah diambang pintu sehingga sempat mendapat ‘teguran’ Kiai Wahab Chasbullah.

Pada suatu malam dengan harapan muncul inspirasi atau ilham pada saat-saat orang lelap tidur, Kiai Ridlwan mengambil air wudhu kemudian melaksanakan shalat istikharah. Setelah itu beliau tidur sejenak. Kiai Ridlwan Abdullah bermimpi melihat sebuah gambar di langit yang biru dan jernih. Gambar tersebut terlihat seperti bola dunia dikelilingi bintang dan tali penyambung dan pengait.

Berdasarkan mimpi tersebut, KH Ridlwan Abdullah tersentak bangun dari tidurnya dan spontan langsung mengambil kertas dan pena untuk membuat sketsa gambar sesuai dengan apa yang tertayang dalam mimpinya tersebut. Saat itu jam dindingnya menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Karena kecakapannya dalam melukis, pada keesokan harinya gambar tersebut bisa diselesaikan lengkap dengan tulisan NU memakai huruf arab dan tahunnya.

Untuk mengetahui arti logo NU tersebut, dalam Muktamar NU ke-2 itu diadakan majelis khusus, pimpinan sidang adalah Kiai Raden Adnan dari Solo. Dalam majelis ini, pimpinan sidang meminta Kiai Ridlwan Abdullah menjelaskan arti logo NU. Semua elemen yang terdapat dalam logo NU dijelaskan dengan gamblang oleh Kiai Ridlwan. Beliau menguraikan:

“Lambang tali adalah lambang agama (Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah dan jangan bercerai berai). Tali yang melingkari bumi melambangkan Ukhuwah Islamiyah kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali yang berjumlah 99 melambangkan Asmaul Husna. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi Besar Muhammad SAW. Empat bintang kecil samping kiri dan kanan melambangkan Khulafaur Rasyidin, dan empat bintang di bagian bawah melambangkan madzhibul arba’ah (empat madzhab). Sedangkan semua bintang yang berjumlah sembilan melambangkan Wali Songo.” (Lihat Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010)

Mengutip Hasyim Latief dalam NU Penegak Panji Ahlussunnah wal Jamaah (1979), Choirul Anam menjelaskan bahwa tulisan ‘Nahdlatul Ulama’ dengan huruf Arab merupakan rancangan dari Kiai Ridlwan sendiri, tidak termasuk dalam mimpi.

Usai mendengarkan penjelasan Kiai Ridlwan Abdullah, seluruh peserta majelis khusus sepakat menerima logo tersebut. Kemudian Muktamar ke-2 NU tahun 1927 memutuskannya sebagai logo Nahdlatul Ulama.

Hasil keputusan Muktamar ke-2 terkait logo NU membuat Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari penasaran kepada Kiai Ridlawan. Setelah perhelatan Muktamar ditutup, Kiai Hasyim Asy’ari memanggil Kiai Ridlwan. Karena KH Hasyim Asy’ari berkeyakinan ada proses batin yang dilakukan oleh Kiai Ridlwan.

Kiai Ridlwan Abdullah mengungkapkan bahwa sebelum menggambar logo NU, terlebih dahulu dirinya melakukan shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Logo NU tergambar sesuai apa yang terlihat dalam mimpi Kiai Ridlwan dalam tidurnya sesaat setelah melaksanakan shalat istikharah.

Setelah mendengar penjelasan Kiai Ridlwan Abdullah, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari merasa puas. Kemudian beliau mengangkat kedua tangan sambil berdoa. Setelah memanjatkan doa beliau berkata, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan harapan yang dimaksud dalam lambang Nahdhatul Ulama.” []

(Fathoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar